Etika konsisten kehidupan, atau etika hidup yang konsisten, adalah suatu ideologi yang menentang aborsi, hukuman mati, bunuh diri dengan bantuan, dan eutanasia. Para penganut etika ini setidaknya menentang perang yang tidak dapat dibenarkan, sementara beberapa penganut lainnya juga menerima paham pasifisme, atau oposisi terhadap semua perang.[1] Istilah ini dicetuskan pada tahun 1983 oleh Kardinal Joseph Bernardin untuk mengekspresikan suatu ideologi yang didasarkan pada premis bahwa semua kehidupan manusia adalah suci dan harus dilindungi oleh hukum.[2]
Sejarah
Frasa "etika hidup yang konsisten" pernah digunakan dalam suatu pidato pada tahun 1971 yang disampaikan oleh Uskup Agung Humberto Sousa Medeiros dari Boston.[3]
Eileen Egan
Pada tahun 1971, seorang pasifis Katolik Roma bernama Eileen Egan menggunakan ungkapan "pakaian tak berjahit" untuk mendeskripsikan penghormatan menyeluruh atas kehidupan.[4] Ungkapan tersebut merupakan suatu referensi Alkitab dari Yohanes 19:23 atas jubah Yesus yang tidak berjahit, yang tidak dibagi-bagi oleh para prajurit yang bertugas menyalibkan Yesus. Filosofi pakaian yang tak berjahit menyatakan bahwa isu-isu seperti aborsi, hukuman mati, militerisme, eutanasia, ketidakadilan sosial, dan ketidakadilan ekonomi, semuanya menuntut suatu penerapan yang konsisten dalam prinsip-prinsip moral yang menghargai kesakralan hidup manusia. Kata Egan, "Perlindungan kehidupan adalah sebuah pakaian yang tidak berjahit. Anda tidak dapat melindungi sejumlah kehidupan [sementara] tidak melindungi yang lainnya." Perkataannya itu dimaksudkan untuk menantang para anggota gerakan pro-kehidupan yang mendukung hukuman mati.
Kardinal Joseph Bernardin
Kardinal Joseph Bernardin (2 April 1928 – 14 November 14 1996) dari Chicago berperan memublikasikan gagasan ini pada tahun 1983.[5] Pada awalnya, Kardinal Bernardin berbicara menentang perang nuklir dan aborsi. Namun, ia segera memperluas ruang lingkup pandangannya hingga mencakup semua aspek kehidupan manusia. Dalam satu satu ceramahnya mengenai topik ini yang ia sampaikan di Universitas Fordham, sang kardinal mengatakan: "Spektrum kehidupan melintasi isu genetika, aborsi, hukuman mati, peperangan modern, dan perawatan orang yang sakit parah."[6] Ia mengatakan bahwa walaupun masing-masing isu tersebut berbeda, namun, isu-isu tersebut saling terkait karena penghargaan dan pembelaan atas kehidupan manusia berada pada pusat kedua aspek ini. Kardinal Bernardin menyampaikan kepada hadirin di Portland, Oregon: "Ketika kehidupan manusia dianggap 'murah' atau dengan mudah dikorban pada suatu bidang, lambat laun tidak ada lagi yang dipandang sakral dan semua kehidupan berada dalam bahaya."[6]
Kardinal Bernardin mengambil sikap ini dari prinsip-prinsip yang terkandung dalam Perjanjian Baru, terutama mengenai pengampunan dan rekonsiliasi, kendati ia berpendapat bahwa semua tema ataupun konten tersebut tidak semata-mata dihasilkan dari tema-tema khusus Kristiani.[7] Melalui upayanya, ia berupaya untuk membuka dialog dengan kalangan lain yang belum tentu selaras dengan Kekristenan.
Kardinal Bernardin dan para pendukung lain etika ini berusaha untuk membentuk suatu kebijakan konsisten yang menghubungkan aborsi, hukuman mati, ketidakadilan ekonomi, eutanasia, serta perang yang tidak adil atau tidak dapat dibenarkan.[2] Ia berupaya untuk menyatukan kalangan Katolik penentang aborsi dan kalangan Katolik penentang hukuman mati di Amerika Serikat. Dengan bertumpu pada prinsip-prinsip dasar, ia juga berupaya untuk mengoordinasikan karya-karya dari sejumlah bidang teologi moral Katolik. Selain itu, Kardinal Bernardin berpendapat bahwa, sejak tahun 1950-an, Gereja telah bergeser dari pengecualian-pengecualian kasuistik dan historis yang dibuatnya atas perlindungan kehidupan. "Untuk menyimpulkan secara ringkas pergeseran tersebut, presumsi untuk melawan pengakhiran kehidupan manusia telah diperkuat dan pengecualian-pengecualian yang dibuat semakin terbatas."[2]
Para pendukung lainnya
Organisasi nirlaba Kehidupan Konsisten (Consistent Life), didirikan pada tahun 1987 sebagai Jaringan Pakaian Tak Berjahit, mempromosikan anutan pada etika ini melalui pendidikan dan tindakan tanpa kekerasan. Para pendukung perorangan yang tergabung dalam organisasi Kehidupan Konsisten misalnya Pastor Daniel Berrigan, teolog Baptis Harvey Cox, kolumnis Village Voice Nat Hentoff, Pastor Theodore Hesburgh, aktris Patricia Heaton, pendiri L'Arche Jean Vanier, aktivis pro-kehidupan Abby Johnson, Uskup Agung Canterbury Rowan Williams, serta para peraih Penghargaan Nobel Perdamaian seperti Mairead Corrigan Maguire dan Adolfo Pérez Esquivel.[8] Rachel MacNair adalah direktur Institut Anallisis Sosial Terpadu, kelompok penelitian dalam organisasi Kehidupan Konsisten.[9]
Di Amerika Serikat, sejumlah organisasi telah mempromosikan pendekatan "etika hidup yang konsisten", misalnya Konferensi Uskup Katolik Amerika Serikat dan Partai Solidaritas Amerika. Kelompok-kelompok tanpa orientasi keagamaan yang mendukung teologi ini misalnya Secular Pro-Life, Democrats for Life of America, dan All Our Lives, yang kesemuanya tergabung sebagai anggota jaringan organisasi Kehidupan Konsisten.
Isu-isu
Menurut Michael Leach, "Apabila, sebagaimana kita, seseorang berpendapat bahwa hak setiap janin untuk dilahirkan harus dilindungi hukum sipil dan didukung oleh konsensus sipil, maka tanggung jawab moral, politik, dan ekonomi kita tidak berhenti pada saat kelahiran."[4] Sudut pandang ini ditekankan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam ensikliknya pada tahun 1995, yaitu Evangelium Vitae (Injil Kehidupan).[10] Dokumen setebal-buku itu menguraikan penekanan Sri Paus pada pengembangan suatu budaya kehidupan berdasarkan Perjanjian Baru dan kehidupan Yesus. Secara khusus, ia menekankan nilai dan inviolabilitas kehidupan manusia sejak konsepsi (pembuahan) hingga wafatnya secara alami.
Aborsi
Tanpa berpikir bahwa seorang wanita hamil dan janinnya adalah seteru-seteru yang saling berjuang atas hak-hak eksklusif, yakni hak seorang wanita untuk memegang kendali atas tubuhnya versus hak janinnya untuk hidup sejauh ia mampu untuk memegang kendali atas tubuhnya sendiri, sebaliknya Etika Hidup Konsisten memandang keduanya berharga dan penting, serta berupaya memberikan keduanya semua dukungan yang mereka butuhkan untuk hidup dan hidup dengan baik.[11]
Hukuman mati
Biasanya, argumen-argumen yang mendukung hukuman mati berfokus pada gagasan bahwa hukuman tersebut: 1) menghalangi kekerasan lanjutan; 2) memberikan pembalasan yang adil bagi terpidana, secara efektif memberikan suatu rasa keadilan bagi masyarakat dan mereka yang terkena dampak kejahatannya; 3) berusaha untuk mereformasi para pelaku kejahatan yang lain dengan ancaman hukuman berat tersebut; dan 4) melindungi masyarakat dari para pelaku kejahatan itu, yang dianggap pemerintah sebagai orang paling keji.[butuh rujukan]
Kardinal Bernardin dan sejumlah pendukung lain Etika Konsisten Kehidupan mengakui hak negara untuk menerapkan hukuman mati. Namun, mereka menolak keharusan untuk memberlakukan jenis hukuman ini karena berbagai hal, dengan alasan bahwa negara seharusnya menggunakan cara-cara yang lebih tepat dan efektif untuk melindungi rakyatnya. Banyak pendukung Etika Konsisten Kehidupan yang menyerukan penghapusan sepenuhnya hukuman mati. Penentangan itu berakar pada keyakinan bahwa suatu atmosfer penghormatan atas kehidupan perlu merasuki masyarakat, dan berpaling pada hukuman mati tidak mendukung orientasi tersebut.[12] Para penganut Etika Konsisten Kehidupan berpendapat bahwa hasil yang diperoleh dari hukuman mati – menghilangkan terpidana dari masyarakat, memberlakukan keadilan pada terpidana, serta mewujudkan perasaan balas dendam bagi mereka yang terkena dampaknya dan masyarakat yang lebih luas – belum tentu tercapai dengan cara mengambil suatu nyawa atau kehidupan.
Salah seorang aktivis anti-hukuman mati yang vokal yaitu Suster Helen Prejean. Buku-buku karyanya yang berjudul Dead Man Walking dan The Death of Innocents: An Eyewitness Account to Wrongful Executions merupakan laporan-laporan otobiografi dari suatu masa yang ia lewatkan dengan melayani para terpidana mati.[13] Organisasi Katolik independen anti-hukuman mati lainnya yang terkenal yaitu Priests for Life.
Mengenai posisi Gereja tentang hukuman mati, Kardinal Joseph Ratzinger (kelak Paus Benediktus XVI) menulis pada tahun 2004 bahwa umat Katolik mungkin saja memiliki suatu keragaman pendapat yang sah mengenai hal ini, tetapi tidak dalam hal aborsi ataupun eutanasia.[14]
Perawatan kesehatan
Menurut Ron Hamel,
... suatu wawasan moral yang dibentuk oleh etika hidup yang konsisten menyebabkan orang peka akan prosedur, perkembangan teknologi, dan aspek dari sistem perawatan kesehatan yang gagal memajukan ataupun tidak memadai dalam memajukan martabat manusia serta tidak cukup meningkatkan kehidupan manusia. ... tidaklah cukup sekadar menentang eutanasia, tetapi orang juga harus memperhatikan dan menangani faktor-faktor yang menimbulkan eutanasia, serta menemukan cara yang bahkan lebih baik untuk merawat mereka yang sekarat, dan menjamin kesempatan bagi mereka yang sekarat untuk melepaskan diri dari perawatan serta untuk menjalani sepenuhnya kehidupan mereka selagi sekarat.[15]
Kritik
Suatu kritik yang timbul dari posisi etika konsisten ini adalah bahwa ideologi ini secara tidak sengaja membantu melindungi para politisi Katolik yang mendukung legalisasi aborsi,[16] suatu keadaan yang Kardinal Bernardin sendiri mengenalinya dan meratapinya.[3]
Lihat pula
Referensi
- ^ (Inggris) Worthen, Molly (2012-09-15). "The Power of Political Communion". New York Times. Diakses tanggal 2012-09-18.
- ^ a b c (Inggris) Bernardin, Joseph. Consistent ethics of life 1988, Sheed and Ward
- ^ a b (Inggris) Gregg, Samuel. "The Consistent—and Not So Seamless—Ethic of Life", The Catholic World Report, August 13, 2015
- ^ a b (Inggris) Leach, Michael. "Cardinal Bernardin's gift fits all sizes", National Catholic Reporter, November 6, 2012 Diarsipkan 2016-12-01 di Wayback Machine.
- ^ Bernardin, 1988, p. v
- ^ a b (Inggris) Overberg, Kenneth R. S.J.:"A Consistent Ethic of Life", Catholic Update, St. Anthony's Press, 2009
- ^ (Inggris) Walter, James J. and Shannon, Thomas A.: Contemporary Issues in Bioethics: A Catholic perspective, Rowan and Littlefeild Publishers, 2005.
- ^ (Inggris) Consistent Life Individual Endorsers, as of September 23, 2011 Consistent Life website. Accessed 2012-01-26
- ^ (Inggris) "Institute for Integrated Social Analysis". Consistent Life. Diakses tanggal January 9, 2012.
- ^ (Inggris) Paul, John, II. Evangelium vitae. Vatican City: Libreria Editrice Vaticana, 1995.
- ^ (Inggris) Kelly, Kevin. "The consequences of treating a fetus as a human being", Whole Earth Review, June 22, 1986
- ^ (Inggris) Bernardin, Cardinal Joseph A.: The Seamless Garment: Writings on the Consistent Ethic of Life Orbis Books, 2008.
- ^ (Inggris) MacNair, Rachel M., and Zunes, Stephen: Consistently Opposing Killing: from abortion to assisted suicide, the death penalty and war, pages 58-60. Praeger Publishers, 2008.
- ^ (Inggris) "Abortion - Pro Life - Cardinal Ratzinger on Voting, Abortion, and Worthiness to Receive Holy Communion". Priestsforlife.org. Diakses tanggal 2011-09-28.
- ^ (Inggris) Hamel, Ron. "Twenty-Five Years Later: Cardinal Bernardin's Consistent Ethic of Life", Health Progress November - December 2008
- ^ (Inggris) Ronald N. Neff, www.thornwalker.com (2005-08-16). "The "Seamless Garment" Revisited". Sobran.com. Diakses tanggal 2011-09-28.
Sumber
- (Inggris) Bernardin, Joseph. Consistent ethics of life 1988, Sheed and Ward
- (Inggris) Byrnes, Timothy A. "The politics of the American Catholic hierarchy". Political Science Quarterly 108 (3): 497. 1993.
- (Inggris) McClintock, Jamie S., and Perl, Paul. "The Catholic 'Consistent Life Ethic' and Attitudes Toward Capital Punishment and Welfare Reform." Sociology of Religion. 62(2001): 275-299
- (Inggris) McCormick, Richard A. "The Quality of Life, the Sanctity of Life." The Hastings Center Report 8, No 1 (1978): 30-36.
- (Inggris) McHugh, J. T. "Building a Culture of Life: A Catholic Perspective". Christian Bioethics, 2001 (Taylor & Francis)
- (Inggris) Wallis, Jim. God's Politics, 2004.
Pranala luar