Dunia menurut Islam


Dunia menurut Islam diciptakan oleh Allah hanya bersifat fana dan akan binasa serta penuh dengan permainan dan senda gurau. Penciptaannya bertujuan untuk menguji manusia sebagai penghuninya. Manusia diyakini dapat mencapai kebahagiaan di dunia jika mengikuti ajaran Islam dan memperoleh kesengsaraan jika berbuat dosa. Di dalam Al-Qur'an, Allah mengumpamakan kehidupan di dunia dengan tumbuhan yang ditanam petani dan lahan pertanian yang hancur karena azab.

Sifat

Mengalami bencana dan kebinasaan

Penciptaan dunia oleh Allah disertai dengan sifat keniscayaan akan mengalami kebinasaan. Di dalam dunia juga diberikan sifat kecemasan dan ketidakpastian oleh Allah. Penghuni dunia diberi sifat yaitu fana, harus bekerja keras dan pasti mengalami bencana. Kehidupan dari penghuni dunia akan berakhir dengan kematian.[1]

Permainan dan senda gurau

Ajaran Islam menegaskan bahwa kehidupan di dunia hanya merupakan suatu permainan dan senda gurau. Namun dunia sebagai permainan tetap memiliki peraturan atau ketentuan yang ditetapkan oleh Allah. Dunia diciptakan sebagai sarana untuk mencapau tujuan yaitu kehidupan akhirat. Tujuan dan kondisi ini dinyatakan dalam Surah Al-An'am ayat 32.[2]

Tujuan

Kehidupan dunia dibuat oleh Allah untuk manusia agar dapat beramal saleh. Amal saleh ini dilakukan untuk dapat bertemu dengan Allah dalam kehidupan akhirat. Pertemuan dengan Allah dapat dicapai manusia ketika beramal saleh dengan niat yang ikhlas dengan jumlah sebanyak-banyaknya. Kondisi ini dinyatakan dalam Surah Al-Kahf ayat 110.[3]

Penghuni

Allah telah menjadikan penghuni dunia memiliki sifat yang saling bertentangan. Penghuni dunia memilki kekuatan bersama dengan kelemahan. Kemampuan yang dimiliki oleh penghuni dunia disertai dengan ketidakmampuan. Masa muda dibarengi dengan masa tua. Kemuliaan ada bersama dengan kehinaan. Kekayaan disandingkan dengan kemiskinan, dan kesehatan dibarengi dengan penyakit.[4] Penghuni dunia yang dimaksud dalam ajaran Islam ialah manusia. Pengurusan dunia oleh manusia diberi kebebasan oleh Islam, sehingga sifatnya berubah dan berkembang.[5]

Kondisi

Kebahagiaan

Ajaran Islam bertujuan untuk memberikan kedamaian kepada manusia di dunia dan di akhirat.[6] Allah telah menetapkan Al-Qur'an sebagai pedoman bagi umat manusia untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.[7] Kebahagiaan di dunia hanya dapat dicapai dengan mengikuti para Nabi disertai dengan keimanan. Mereka merupakan utusan Allah yang menjadi rahmat bagi alam semesta.[8] Kebahagiaan oleh manusia di dunia hanya dapat diperoleh melalui pemahaman yang benar atas ilmu agama Islam.[9]

Kecintaan

Dalam ajaran Islam, setiap Muslim diperbolehkan mencintai apapun yang ada di dalam dunia termasuk harta, orang tua, istri dan anak. Namun ajaran Islam melarang kecintaan seorang Muslim kepada dunia secara berlebihan. Cinta dari setiap Muslim atas dunia tidak boleh melebihi kecintaan kepada Allah, rasul Allah dan jihad demi Allah. Kondisi kecintaan ini dinyatakan dalam Surah At-Taubah ayat 24.[10]

Kecintaan kepada dunia dinyatakan oleh Muhammad akan membuat umat Islam menjadi umat yang lemah. Umat Islam menjadi dikendalikan oleh dunia. Muhammad mencontohkannya dengan buih di lautan yang hanya mengikuti arah ombak. Ketika cinta dunia, umat Islam tidak dapat menjadi karang yang memecahkan ombak.[11]

Kesengsaraan

Ajaran Islam menjelaskan bahwa kesengsaraan di dunia akan dialami oleh manusia karena perbuatan dosa. Kesengsaraan ini bertambah ketika dosa yang diperbuat termasuk dosa besar dalam Islam. Kesengsaraan yang timbul berupa perasaan menyempitnya dunia yang ternyata luas dan perasaan menyepinya dunia yang ternyata ramai oleh manusia.[12]

Perumpamaan

Tumbuhan yang ditanam petani

Al-Qur'an memberikan sebuah perumpamaan mengenai kehidupan dunia sebagai sebuah nasihat bagi manusia di dalam Surah Al-Hadid Ayat 20. Dalam ayat ini, kehidupan dunia diumpamakan seperti tumbuhan. Awalnya tumbuhan itu mengagumkan petani ketika tumbuh akibat terkena hujan. Setelahnya, tumbuhan mulai mengering dan menguning hingga akhirnya hancur. Nasihat yang disampaikan dalam ayat ini bahwa kehidupan dunia hanya suatu kesenangan yang memperdaya manusia. Selain itu, nasihatnya bahwa kehidupan di dunia bagi manusia hanya menjadi suatu permainan, kelengahan, perhiasan dan saling bermegah-megahan. Sikap ini tampak dari manusia yang saling bersaing dalam memperbanyak harta dan keturunan.[13]

Lahan pertanian yang hancur terkena azab

Air yang menumbuhkan berbagai macam tumbuhan dijadikan awal perumpamaan kehidupan dunia dalam Surah Yunus ayat 24. Asal air yang menumbuhkan tumbuhan di Bumi yaitu dari langit. Tumbuh-tumbuhan ini ialah tumbuhan yang dapat dimakan oleh manusia dan ternak. Pemilik lahan merasa bahwa panen akan berhasil. Namun Allah mengirimkan azab yang menghancurkan tumbuhan yang akan dipanen pada waktu siang atau malam. Sehingga tumbuhan yang siap dipanen menghilang seakan-akan tidak pernah ditanam.[14]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ an-Naisaburi 2017, hlm. 29.
  2. ^ Yani 2008, hlm. 106.
  3. ^ Yani 2008, hlm. 105-106.
  4. ^ an-Naisaburi 2017, hlm. 30.
  5. ^ Aziz, Abdul (Februari 2015). Tim Forum Kajian Kreatif, ed. Dasar-Dasar Ekonomi Islam (PDF). Cirebon: CV. Elsi Pro. hlm. 134. ISBN 978-602-1091-142. 
  6. ^ Imawan, Dzulkifli Hadi (April 2020). Pendidikan Agama Islam (PDF). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. hlm. 93. ISBN 978-602-450-440-3. 
  7. ^ Rohidin (Mei 2020). Pendidikan Agama Islam: Sebuah Pengantar (PDF). Yogyakarta: FH UII Press. hlm. 92. ISBN 978-602-53159-2-3. 
  8. ^ Robiansyah (Desember 2020). Tim Halaman Moeka, ed. 40 Doa Pilihan dari Al-Quran. Jakarta Barat: Halaman Moeka Publishing. hlm. 5. ISBN 978-602-269-420-5. 
  9. ^ Gade, Fithriani (Januari 2020). Integrasi Keilmuan Sains & Islam (PDF). Banda Aceh: Ar-Raniry Press. hlm. 38. ISBN 978-623-7410-23-2. 
  10. ^ Yani 2008, hlm. 23.
  11. ^ Yani 2008, hlm. 24.
  12. ^ Yani 2008, hlm. 206.
  13. ^ Halida 2021, hlm. 25 dan 28.
  14. ^ Halida 2021, hlm. 43.

Daftar pustaka