Cipoh kacat (Aegithina tiphia) adalah burung pengicau kecil yang ditemukan di Anakbenua India dengan populasi yang menunjukkan variasi bulu, beberapa di antaranya dianggap subspesies. Cipoh kacat ditemui di semak-semak, mudah ditemukan berdasarkan siulannya yang lantang dan warnanya yang terang. Selama masa perkawinan, burung jantan pamer dengan mengembangkan bulu-bulunya dan berputar di udara sehingga tampak seperti bola hijau, hitam, kuning dan putih.
Cipoh kacat memiliki nama-nama seperti burung kunyit kecil, cipo, cito, cipeuw, sirpu, sirtu, cipoh, (Indonesia),[3][4] dan kělichap kunyét.[2]
Deskripsi
Cipoh-cipohan (Aegithinidae) memiliki paruh yang menonjol dengan kekang yang tegak. Cipoh kacat termasuk spesies yang tergolong dalam dimorfisme seksual, cipoh jantan pada musim kawin memilki garis hitam dan tambahan pada punggung pada sayap dan ekor kehitaman di semua musim. Sedangkan, burung betina memilki sayap hijau dan ekor hijau zaitun. Bagian bawah keduanya berwarna kuning dengan batas putih pada sayap burung jantan yang sebagian besar umum pada bulu pada masa perkawinan. Sedangkan bulu si jantan memilki distribusi warna hitam yang sangat bervariasi pada bagian atas yang bisa saja dianggap sebagai cipoh jantung, namun ciri pembeda antara keduanya berupa ekor yang berujung putih.[5] Subspesies tiphia ditemukan di Himalaya dan burung jantan kelihatan serupa dengan betinanya atau memilki sejumlah kecil di bagian mahkota. Di barat laut India, subspesies septentrionalis memilki warna kuning yang lebih terang dan ditemukan di utara dataran India. Jantan dari subspesies humei memiliki bulu hitam pada topi dan hijau zaitun pada mantel atas. Di tenggara India dan Sri Lanka multicolor, burung jantan memiliki topi dan mantel hitam. Bentuk lain yang terdapat di India yang menjadi perantara antara lain multicolor dan humei dengan warna yang agak hijau-abu-abu pada pantat (yang dahulu dianggap subspesies deignani tapi kini digunakan untuk populasi di Burma).[5][6][7][8]
Beberapa populasi lain melewati Asia Tenggara yang dianggap subspesies adalah philipi di selatan China dan utara Thailand/Laos, deignani di Myanmar, horizoptera di selatan Myanmar dan gugusan pulau di Sumatra, cambodiana di Kamboja, aeqanimis di Palawan dan Kalimantan Utara, viridis di Kalimantan dan scapularis di Jawa and Bali.[9][10]
Aegithina tiphia memiliki habitat yang sangat fleksibel. Tinggal di habitat seperti di hutan sekunder, perkebunan, padang terbuka, hingga hutanmangrove di tepi pantai.[3] Di Indonesia, cipoh kacat berada di tepian hutan, menyenangi hutan yang tidak terlalu lebat, dan biasanya bersarang di pinggiran hutan pada cabang-cabang pohon-pohon yang rendah.[4] Sering pula ditemukan di kebun-kebun miik rakyat, semak-semak, dan ladang anggrek. Ditemukan di bukit-bukit hingga pada ketinggian 1500-2000 mdpl.[2]
Perilaku dan ekologi
Suara panggilan cipohⓘ
Cipoh berkumpul di semak-semak, seraya berkumpul di dahan tumbuhan untuk mendapat serangga, telur serangga, biji-bijian, dan nektarbunga.[4][11] Kadang berkumpul dengan kawanan spesies untuk mencari makan. Panggilannya bercampur-campur menghasilkan bunyi churrs, berkicau dan bersiul, dan nyanyian berupa getaran panjang wheeeee-tee yang mengalun.[3] Mereka kadang-kadang menirukan panggilan burung-burung lain seperti srigunting[12] dan burung-burung di genusPycnonotus.[2]
Selama musim kawin, terutama setelah monsun atau Maret-Juni di musim hujan,[4] burung jantan akan melakukan peragaan percumbuan yang akrobatis, terbang ke udara menegakkan bulu-bulunya, terutama pada pantatnya yang hijau pucat, kemudian berputar balik ke sarangnya. Sewaktu mendarat, dia mengembangkan ekornya dan menurunkan sayapnya.[6] Dua dari empat telurnya diletakkan dalam sarang kecil dan kompak, dan berbentuk seperti cawan yang terbuat dari re-rumputan dan diikat dengan jaringan tongkol dan diletakkan pada ujung percabangan. Sarang mereka diletakkan 2-25 kaki dari tanah. Berukuran sekitar 2,5 inci dengan kedalaman 20 inci. Telurnya bermacam-macam warna, putih, merah jambu, abu-abu, berbintik/berbercak merah, dan di Jawa, setiap kali bertelur, hanya menghasilkan 2-3 butir saja.[2][4] Baik jantan dan betina mengerami[13] dan telur menetas setelah 14 hari kemudian. Adapun, yang menjadi predator dalam sarang tersebut termasuk ular, kadal, gagak, dan bubut besar.[14] Sarangnya juga kemungkinan diparasiti secara indukan oleh wiwik lurik.[15]
Cipoh menggugurkan bulunya dua kali dalam setahun dan variasi bulu membuat mereka agak berpengaruh pada bulu berdasarkan pemisahan populasi.[15] Ketika mabung/menggugurkan bulu, fisiknya menjadi drop dan rentan terhadap penyakit dan malah, dia akan berhenti berkicau.[4]
Spesies Haemoproteus, H. aethiginae, telah dideskribsikan dari spesimen dari cipoh kacat di Goa.[16]
Dalam kebudayaan
Cipoh kacat/sirtu yang sering pula disebut cipeuw, telah banyak dipelihara di Indonesia. Cipoh kacat cukup baik/cocok jika dipelihara dengan penuh kesabaran. Cipoh kacat cocok dipelihara oleh mereka-mereka yang membutuhkan ketenangan dan perenungan, untuk mencari ide baru seperti penulis lagu dan komposer karena memang karakter cipoh kacat sangatlah tenang, juga pemalu dan pendiam. Untuk memelihara cipoh kacat, kita memerlukan kandang yang besar dan harus dipelihara bersama, jantan dan betina. Yang menjadi daya tarik, saat berkicau, akan meggerakkan sayapnya, namun sayang, burung ini rentan penyakit dan mudah mati.[3][4]
Status
Cipeuw memiliki persebaran yang agak lebar sehingga diyakini spesies ini tidak Hampir Terancam (NT). Populasi cipoh kacat tidaklah diketahui tren populasinya. Jumlah populasinya -baik yang berkembangbiak maupun yang menetap, berjumlah 6.300.000 km2.[17]
^Marien, D (1952). "The systematics of Aegithina nigrolutea and Aegithina tiphia (Aves, Irenidae)". Am. Mus. Novit. 1589: 1–17. hdl:2246/4066.templatestyles stripmarker di |id= pada posisi 1 (bantuan)
^Bharos, A. M. K. (1998). "Mimicry by common Iora Aegithina tiphia". J. Bombay Nat. Hist. Soc. 95 (1): 116.
^Wesley, H. Daniel (1984). "Frequency and duration of incubation of the eggs for Aegithina tiphia". J. Bombay Nat. Hist. Soc. 81 (1): 193–195.
^Ali,S (1931). "Casualties among the eggs and young of small birds". J. Bombay Nat. Hist. Soc. 34 (4): 1062–1067.
^ abAli, S; Ripley, S.D. (1996). Handbook of the Birds of India and Pakistan. 6 (edisi ke-2). Oxford University Press. hlm. 47–54.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^de Mello, I. (1935). "New hæmoproteids of some Indian birds". Proceedings: Plant Sciences. 2 (5): 469–475. doi:10.1007/BF03053034.