Buang air kecil dalam Islam dilakukan dengan posisi jongkok atau berdiri. Posisi jongkok saat buang air kecil hukumnya adalah sunnah, sedangkan posisi berdiri hukumnya adalah mubah, makruh atau haram. Larangan buang air kecil dalam Islam ditetapkan pada lubang, pohon dan tempat yang airnya tidak mengalir.
Hukum
Posisi jongkok
Buang air kecil dengan posisi jongkok merupakan sunnah dari Nabi Muhammad. Ini berdasarkan hadis riwayat Imam Ahmad dan Ahlus Sunan dari Aisyah.[1]
Posisi berdiri
Hukum buang air kecil pada posisi berdiri terbagi oleh para ulama menjadi tiga pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa hukumnya makruh jika tidak ada uzur. Pendapat in dipilih antara lain oleh Aisyah, Ibnu Mas'ud dan Umar bin Khattab. Pendapat kedua menyatakan bahwa hukumnya mubah secara mutlak. Pendapat ini dipilih oleh Umar bin Khattab sebagai pendapatnya yang terakhir. Selain itu, ulama yang memilih pendapat ini antara lain Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar, Sahl bin Sa'ad, Anas bin Malik, Abu Hurairah, Hudzaifah bin al-Yaman, dan pengikut Mazhab Hambali. Sedangkan pendapat ketiga menyatakan bahwa hukumnya mubah selama tidak terkena percikan dan haram bila terkena percikan. Pendapat ketiga didukung oleh Ibnul Mundzir dan pengikut Mazhab Maliki.
Tempat terlarang
Buang air kecil dilarang dilakukan di tempat dengan air yang tidak mengalir. Ini disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir bin Abdullah. Dalam hadis periwayatan Abu Dawud disebutkan pula bahwa Nabi Muhammad melarang buang air kecil di lubang tanah. Hadis ini diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud. Larangan untuk buang air kecil berlaku pula di bawah pohon.[4]
Referensi
Catatan kaki
Daftar pustaka