Boyolangu, Giri, Banyuwangi
Boyolangu adalah sebuah nama kelurahan di wilayah Giri, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Pada awal berdirinya Kabupaten Banyuwangi daerah ini disebut Gunung (Bukit) Silangu. Dimana disana terdapat sebuah petilasan Buyut Jakso.[1][2] Pembagian WilayahKelurahan Boyolangu terdiri dari 6 lingkungan, 8 Rukun Warga dan 20 Rukun Tetangga
Bentang Alam dan BudayaKelurahan Boyolangu adalah salah satu dari empat kelurahan di Kecamatan Giri. Sisi timur lingkungan ini masih dianggap sebagai wilayah penyangga Kota Banyuwangi, terutama yang dilewati Jalan Mawar. Kelurahan ini terdiri dari perkampungan, perumahan dan lahan pertanian warga. Perumahan-perumahan banyak berdiri di sisi timur, seperti Perumahan Garuda Regency dan Perumahan Permata Jingga. Kemudian perkampungan warga terdapat di area sekitar simpang tiga Boyolangu (masuk gapura) dan di Lingkungan Porong. Sisanya adalah lahan pertanian berupa sawah dan tanaman lain seperti palawija dan buah-buahan. Kantor Lurah berada di tepi jalan Boyolangu-Jambesari, di kelilingi lahan persawahan warga. Kelurahan ini juga dilewati jalur kereta api yang melintasi Jalan Boyolangu-Jambesari. Untuk menuju ke kelurahan ini bisa melewati beberapa jalur, yakni dari arah Persimpangan Penataban dan Simpang Tiga Tong SMA Negeri 1 Glagah. Dari Persimpangan Penataban masuk ke Jalan Mawar, dan jika dari Simpang Tiga Tong masuk ke Jalan Teratai. Kelurahan ini dilewati Jalan Teratai, Jalan Mawar dan Jalan Boyolangu-Jambesari. Ketiga Jalan ini dihubungkan dengan simpang tiga Boyolangu. Di Kelurahan ini juga ada Makam Buyut Jakso, seorang Abdi dalem yang bekerja sebagai tukang rumput di Pendapa Kabupaten Banyuwangi pada masa bupati pertama Tumenggung Wiraguna I (Mas Alit).[1] Sosial BudayaMayoritas penduduk Kelurahan Boyolangu adalah Suku Osing, ada juga yang berasal dari Suku Jawa dan suku lainnya. Suku Osing tersebar diseluruh kelurahan mulai dari perkampungan yang berada di dekat Simpang Tiga Boyolangu hingga di bagian utara seperti Lingkungan Porong. Perumahan-perumahan yang ada di kelurahan ini biasanya didiami oleh pendatang (selain Suku Osing) walaupun orang suku Osing ada yang tinggal di perumahan-perumahan tersebut. Kelurahan ini memiliki sebuah upacara adat Puter Kayun, yaitu sebuah pawai delman hias yang berute dari Boyolangu hingga ke Pantai Watudodol dan tiba di Watudodol melarung sesaji. Biasanya tradisi ini dilakukan saat lebaran.[3] Berdasarkan data tahun 2015, kelurahan yang luas wilayahnya sebesar 13,28 % dari luas keseluruhan kecamatan ini, berpenduduk sejumlah 5.033 jiwa, yang terdiri dari 2.558 laki-laki dan 2.475 perempuan. Artinya kelurahan ini memiliki rasio jenis kelamin sebesar 103,35. Jumlah penduduk ini terdiri dari komposisi 1.092 jiwa usia 0-14 tahun, 998 jiwa 15-29 tahun, 1.233 jiwa 30-44 tahun, 996 jiwa 45-59 tahun dan 714 jiwa 60 tahun ke atas. Pekerjaan warga di bidang pertanian sebanyak 739 jiwa, kehutanan (17 jiwa), perkebunan (12 jiwa), perikanan dan peternakan (43 jiwa), pertambangan (5 jiwa), industri (612 jiwa), perdagangan (540 jiwa) dan sektor jasa sebanyak 643 jiwa (yang terbagi lagi menjadi sektor keramah-tamahan 28 jiwa, sektor transportasi dan pergudangan 68 jiwa, informasi dan komunikasi 10 jiwa, keuangan dan asuransi 21 orang, pendidikan 100 orang, kesehatan 26 orang, kemasyarakatan 225 orang dan properti dan kebutuhan 165 orang). Sedangkan pemeluk agama di kelurahan ini didominasi pemeluk agama Islam (5.070 jiwa), disusul dengan Katolik (5 jiwa), Budha (3 orang) dan Hindu (2 orang). Buyut Jakso dan Puter KayunBuyut Jakso atau yang bernama asli Ki Martojoyo ini berasal dari Lumajang dan bertugas sebagai pencari rumput dan tukang memberi makan kuda di Pendapa Kabupaten Banyuwangi. Konon, Diceritakan bahwa saat di Pendapa turun hujan lebat, dan Ki Martojoyo sibuk mencari rumput di lapangan depan Pendapa (kini Taman Sritanjung). Bupati Mas Alit lalu memerintahkan pelayan pendapa untuk memanggil Ki Martojoyo masuk. Namun Ki Martojoyo tetap melanjutkan pekerjaannya dengan pakaiannya yang tidak basah sama sekali. Pelayan terkaget-kaget melihat hal itu dan melapor ke Bupati Mas Alit. Mas Alit lalu mendatangi Ki Martojoyo yang sedang memberi makan kuda dan ternyata benar apa yang diceritakan tadi. Mas Alit lalu menyadari bahwa Ki Martojoyo adalah seorang yang berilmu tinggi. Ki Martojoyo lalu diberikan jabatan sebagai Jaksa Agama (Penghulu) dan penasehat kabupaten. Namun jabatan ini diembannya sebentar saja karena alasan usia. Ia lalu pergi ke Gunung Silangu dan tinggal disana. Ia juga berperan saat Residen Schopoff berniat membuat jalan raya dari Surabaya ke Banyuwangi. Saat itu kerja paksa menggunakan tenaga rakyat pribumi, sehingga timbul banyak korban jiwa. Korban jiwa makin banyak manakala kelompok kerja ini menggali gunung penuh batu. Buyut Jakso bersama anak angkatnya bernama Nuriman (anak dari Ki Lemani, warga Gunung Silangu) lalu memimpin pengerjaan ini dengan syarat bahwa tentara VOC juga harus ikut membantu. Penggalian gunung ini berhasil, menyisakan sebuah batu besar ditengah jalan, yang kini dikenal sebagai Watu Dodol. Maka dari itu diadakan upacara adat Puter Kayun, yaitu sebuah pawai delman hias yang berute dari Boyolangu hingga ke Pantai Watudodol dan tiba di Watudodol melarung sesaji. Konon, Buyut Jakso ini tidak meninggal dunia namun jasadnya menghilang (musno). Sebelumnya ia berpesan kepada anak angkatnya, Nuriman yang akhirnya digelari Singosari (gelar ini didapat dari masyarakat Weringinan, Boyolangu) bahwa jika jasadnya kelak menghilang maka buatlah tanda di tempat ini. Kemudian setelah Buyut Jakso menghilang, Singosari lalu membuat semacam petilasan yang saat ini dikenal sebagai petilasan Buyut Jakso.[1] Lembaga PendidikanKelurahan ini memiliki 3 SD Negeri, 1 MI Swasta. Lembaga pendidikan di Keluarahan Boyolangu:
Data mengenai jumlah murid, guru dan sekolah masing-masing jenjang, baik negeri maupun swasta (2015) adalah sebagai berikut:
KesehatanKelurahan Boyolangu memiliki 1 Polindes, 1 Pustu dan 8 Posyandu. Terdiri dari tenaga 3 perawat. Tenaga non medis yang ada terdiri dari 3 tukang pijat. Jumlah pasangan usia subur sebesar 987 pasangan dan 685 pasangan yang mengikuti program KB dengan rincian sebagai berikut.
Pertanian dan peternakanPada Kelurahan Boyolangu komoditas padi memiliki luas lahan panen sebesar 635 ha dan produksi sejumlah 3.798 ton. Sedangkan komoditas lainnya adalah sebagai berikut.
Tempat IbadahKelurahan Boyolangu memiliki 4 Masjid dan 26 Musala. Industri dan perdaganganKelurahan Boyolangu memiliki industri berupa makanan dan minuman (8 buah), perkayuan dan furnitur (4 buah), tambang non-logam (7 buah). Referensi
Pranala luar |