Benteng Kuto Besak terletak di bagian tenggara dari Sungai Musi. Bentuk benteng adalah persegi panjang. Ukurannya adalah 288,75 meter × 183,75 meter. Selekoh dibangun di tiap sudut benteng. Selekoh berbentuk trapesium dibangun di sudut utara, timur dan selatan. Sedangkan di sudut barat, selekoh berbentuk segi lima. Pintu gerbang Benteng Kuto Besak ada tiga. Pintu dibangun di bagian timur laut, barat laut dan tenggara. Dibangun beberapa celah untuk mengintai di dinding benteng. Celah ini semakin mengecil ke arah dalam. Dermaga dibangun di bagian depan benteng. Dermaga ini digunakan untuk jalan sultan menuju Sungai Musi. Di bagian ujung dermaga terdapat sebuah gerbang beratap limasan. Alun-alun juga dibuat di bagian depan benteng. Meriam-meriam diletakkan secara sejajar pada gerbang utama. Di bagian kanan gerbang ada dua bangunan berbentuk persegi panjang. Kedua banguan terbuat dari kayu dengan atap sirap tanpa dinding. Salah satu bangunan merupakan tempat duduk sultan.[1] Usulan untuk membuat Benteng Kuto Besak telah disampaikan pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badarudin I. Pembangunan benteng baru diadakan pada tahun 1780 dalam masa pemerintahan Sultan Muhammad Bahauddin. Dinding tembok dibangun setebal 1,99 meter dengan tinggi 9,99 meter. Benteng Kuto diresmikan sebagai tempat kediaman sultan beserta keluarganya pada tanggal 21 Februari 1792. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan Benteng Kuto Besak sebagai salah satu cagar budayaIndonesia pada tanggal 3 Maret 2004. Nomor surat keputusannya adalah KM.09/PW.007/MKP/2004. Benteng Kuto Besak didaftarkan dengan nomor registrasi CB.678.[2]
Fungsi
Benteng Kuto Besak awalnya merupakan bangunan keraton yang pada abad XVIII menjadi pusat Kesultanan Palembang. Gagasan mendirikan Benteng Kuto Besak diprakarsai oleh Sultan Mahmud Badaruddin I yang memerintah pada tahun 1724-1758 dan pelaksanaan pembangunannya diselesaikan oleh penerusnya yaitu Sultan Muhammad Bahauddin yang memerintah pada tahun 1776-1803. Sultan Mahmud Bahauddin ini adalah seorang tokoh kesultanan Palembang Darussalam yang realistis dan praktis dalam perdagangan internasional, serta seorang agamawan yang menjadikan Palembang sebagai pusat sastra agama di Nusantara. Menandai perannya sebagai sultan, ia pindah dari Keraton Kuto Lamo ke Kuto Besak. Belanda menyebut Kuto Besak sebagai nieuwe keraton alias keraton baru.
Keraton ini berdiri di tanah yang luas, berbentuk persegi panjang menghadap ke Sungai Musi, panjangnya 274,32 meter, dan lebar 182,88 meter. Dikelilingi tembok besar, tingginya mencapai 9,14 meter, tebal 2,13 meter, dengan empat kubu (bastion di setiap sudutnya). dengan sejumlah meriam yang terbuat dari besi dan kuningan. Keraton memiliki pelataran yang luas, balai agung, gerbang besar. Di dalamnya terdapat pula keputren, paseban, ruang tempat menerima tamu, tempat kediaman sultan dan permaisuri. Di tengah keraton terdapat kolam dengan perahu, taman, dan pohon buah-buahan. Di antara keraton Kuto Besak dan keraton Lamo, terdapat jalan menuju mesjid utama kerajaan.[3]
Sejarah
Benteng ini mulai dibangun pada tahun 1780 dengan arsitek yang tidak diketahui dengan pasti dan pelaksanaan pengawasan pekerjaan dipercayakan pada seorang Tionghoa. Semen perekat bata menggunakan batu kapur yang ada di daerah pedalaman Sungai Ogan ditambah dengan putih telur. Waktu yang dipergunakan untuk membangun Kuto Besak ini kurang lebih 17 tahun. Keraton ini ditempati secara resmi pada hari Senin pada tanggal 21 Februari 1797.
Berbeda dengan letak keraton lama yang berlokasi di daerah pedalaman, keraton baru berdiri di posisi yang sangat terbuka, strategis, dan sekaligus sangat indah. Posisinya menghadap ke Sungai Musi.
Pada masa itu, Kota Palembang masih dikelilingi oleh anak-anak sungai yang membelah wilayah kota menjadi pulau-pulau. Kuto Besak pun seolah berdiri di atas pulau karena dibatasi oleh Sungai Sekanak di bagian barat, Sungai Tengkuruk di bagian timur, dan Sungai Kapuran di bagian utara.
Pembangunan dan penataan kawasan di sekitar Plaza Benteng Kuto Besak diproyeksikan akan menjadi tempat hiburan terbuka yang menjual pesona Musi dan bangunan-bangunan bersejarah. Jika dilihat dari daerah Seberang Ulu atau Jembatan Ampera, pemandangan yang tampak adalah pelataran luas dengan latar belakang deretan pohon palem di halaman Benteng Kuto Besak, dan menara air di Kantor Wali Kota Palembang.
Di kala malam hari, suasana akan terasa lebih dramatis. Cahaya dari deretan lampu-lampu taman menciptakan refleksi warna kuning pada permukaan sungai.
Pemkot Palembang memiliki sejumlah rencana pengembangan untuk mendukung Plaza Benteng Kuto Besak sebagai objek wisata.