Bangui
Bangui (Sango Bangî, dibaca "banggi") adalah wilayah federal (atau komuni) satu-satunya di Republik Afrika Tengah dan merupakan ibu kota sekaligus kota terbesar di Republik Afrika Tengah. Penduduknya berjumlah 531.783 jiwa (2003). Kota ini didirikan pada tahun 1889. Penduduk utama Republik Afrika Tengah sebagian tinggal di bagian barat negara itu, tepatnya di Bangui. Kota ini merupakan pusat ekonomi Republik Afrika Tengah. Kota ini memiliki luas wilayah 67 km2. Sebagai ibukota Republik Afrika Tengah, Bangui bertindak sebagai pusat administrasi, perdagangan, dan komersial. Bandara dilayani oleh Bandara Internasional Bangui M'Poko. Majelis Nasional, gedung pemerintah, bank, perusahaan asing dan kedutaan besar, rumah sakit, hotel, pasar utama dan Penjara Pusat Ngaragba semuanya berlokasi di sini. Bangui memproduksi tekstil, produk makanan, bir, sepatu dan sabun. GeografiBangui terletak di sebelah utara dari Sungai Ubangi. Sungai Ubangi ini sendiri merupakan pembatas antara Republik Afrika Tengah dan Republik Demokratik Kongo. Kota Zongo, bagian dari wilayah Kongo, terletak di sebelah selatan Sungai Ubangi. Bangui terletak pada koordinat 4°22' Utara, 18°35' Timur (4.36667, 18.58333). Kebanyakan penduduk Republik Afrika Tengah tinggal di bagian barat dekat kota Bangui. Di pusat kota ini terdapat sungai dan sebuah monumen untuk menghormati Bokassa, serta ada juga Istana Presiden dan pasar pusat. 5 km sebelah utara kota ini merupakan tempat pemukiman, tempat dari pasar-pasar besar, dan juga tempat untuk kehidupan malam. IklimRepublik Afrika Tengah terletak tepat di utara Khatulistiwa dengan suhu harian biasanya mencapai setidaknya 30 derajat Celcius. Bangui, dekat dengan Khatulistiwa di selatan negara itu, sedikit lebih panas dan lebih basah daripada daerah utara.[2] Memiliki iklim sabana tropis (Köppen : Aw) dengan musim dingin yang kering. Sementara musim hangat adalah dari 23 Januari hingga 18 Maret, musim dingin berlangsung dari 20 Juni hingga 27 Agustus, ketika hujan sering disertai dengan badai petir.[3] Kota ini dibatasi oleh hutan hujan tropis yang lebat di sepanjang tepi sungai. Beberapa lingkungannya berada di daerah dataran rendah yang rawan banjir berulang. Hujan lebat pada bulan Juni dan Juli 2009 menyebabkan 11.000 orang kehilangan tempat tinggal.[4]
Kebudayaan dan EkonomiBangui berperan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, dan komersial. Bangui menghasilkan beberapa produk diantaranya tekstil, makanan, bir, sepatu, dan sabun. Ekspor utamanya adalah katun, kayu, kopi, dan serat sisal. Pada tahun 2001, tingkat pengangguran di kota ini mencapai angka 23%. Kota ini memiliki pelabuhan sungai dan sebuah bandara internasional (berkode BGF). Ada feri sungai yang berlayar menuju Brazzaville dan Zongo. Jalan di kota ini menghubungkan kota ini dengan Kamerun, Chad, dan Sudan. Beberapa majalah yang diterbitkan secara periodik dan ada 3 surat kabar lokal yang diterbitkan setiap hari di Bangui. Tempat wisata lain di Bangui adalah Museum Boganda dan Istana Bokassa Palace. DemografiSetelah Republik Afrika Tengah mencapai kemerdekaan pada tahun 1960, kegiatan pembangunan dimulai, dan urbanisasi Bangui pun terjadi. Ini dibuktikan dengan pertumbuhan populasi dari 279.800 pada tahun 1975 menjadi 427.435 pada tahun 1988 [6] menjadi 524.000 pada tahun 1994.[7] dan menjadi 652.000 pada tahun 2001.[8] Terlepas dari suku bangsa di negara ini, kota ini juga merupakan rumah bagi kelompok minoritas pedagang Yunani, Portugis dan Yaman, dan juga memiliki komunitas kecil orang Prancis . Komunitas penduduk Bangui termasuk pedagang intan dari Afrika barat dan Chad, pedagang dari banyak negara Afrika, dan pengungsi dari Republik Demokratik Kongo dan Nigeria.[9] Bahasa resmi negara itu adalah Prancis dan Sango ; yang terakhir (awalnya bahasa dari wilayah Sungai Ubangi) dituturkan oleh 90% populasi. Beberapa bahasa lain yang digunakan adalah Baya, Banda, Ngbaka, Sara, Mbum, Kare, dan Mandjia. Sango disederhanakan oleh misionaris Kristen dan banyak digunakan sampai hari ini.[9] Referensi
Pranala luar
|