Bahasa Siraya dikategorikan sebagai C9 Dormant menurut SIL Ethnologue, artinya bahasa ini sudah ditinggalkan mayoritas penuturnya dan hanya dituturkan oleh segelintir orang
Bahasa Siraya memiliki keragaman dialek yang signifikan.[11] Berdasarkan daftar kosakata yang dikumpulkan pada akhir abad ke-19, beberapa linguis membagi bahasa Siraya ke dalam tiga ragam, yaitu (1) ragam Siraya itu sendiri, (2) ragam Taivuan, dan (3) ragam Makatau. Ragam-ragam ini memiliki perbedaan yang cukup besar dan mungkin dapat diklasifikasikan sebagai tiga bahasa yang berbeda alih-alih dialek dari satu bahasa yang sama. Walaupun begitu, linguis K. Alexander Adelaar berpendapat bahwa pembagian berdasarkan daftar kosakata ini belum tentu berarti bahwa dulunya ada tiga kelompok dialek Siraya dengan batas-batas yang jelas. Kemungkinannya, ketiga ragam ini merupakan bagian dari kesinambungan dialek yang lebih besar.[12][13]
Ragam Siraya kemungkinan dulunya dipertuturkan di wilayah pesisir Tainan, sementara ragam Taivuan dipertuturkan di daerah pedalaman Tainan hingga ke utara wilayah ragam Siraya, dan ragam Makatau dipertuturkan di wilayah yang kini menjadi bagian dari Kaohsiung dan Pingtung.[14] Wilayah persebaran ragam-ragam bahasa Siraya mungkin saja senantiasa berubah dari waktu ke waktu mengikuti perubahan demografis dan politis.[15]
Sumber sejarah
Adelaar membagi sumber-sumber primer yang menggunakan bahasa Siraya ke dalam tiga kategori:[16]
Naskah susunan Belanda dari abad ke-17. Termasuk dalam kategori ini adalah terjemahan bahasa Siraya untuk Injil Matius dan Katekismus Heidelberg yang disusun oleh misionaris Daniel Gravius. Selain itu, ada pula Manuskrip Utrecht yang berisikan daftar kosakata Belanda-Siraya sepanjang 35 halaman yang disertai lampiran berupa kutipan empat percakapan antar-murid sekolah dalam bahasa Siraya.[17]
Kumpulan berkas kontrak lahan atau yang lebih dikenal sebagai "Naskah Sinkang", yang berasal dari antara tahun 1663 dan 1818. Berjumlah total 170 buah, berkas-berkas ini dibuat oleh masyarakat Siraya setempat yang masih menggunakan sistem penulisan rintisan Belanda meski mereka telah meninggalkan Taiwan pada tahun 1664.[18]
Daftar kosakata rangkuman orang-orang Jepang dari akhir abad ke-19. Saat Jepang mengambil alih wilayah Taiwan pada tahun 1895, hanya sedikit di antara masyarakat Siraya yang masih mampu mengingat bahasa dan budaya mereka. Meski begitu, beberapa orang Jepang (baik yang linguis maupun yang bukan) masih dapat mengoleksi daftar kosakata dari berbagai ragam bahasa Siraya. Kumpulan daftar kosakata ini menunjukkan variasi dialektis yang lebih beragam daripada yang digunakan pada teks-teks abad ke-17.[18]
Analisis linguistik terhadap sumber-sumber primer ini juga telah dilakukan oleh beberapa ahli bahasa sejak akhir abad ke-20.[19]
Fonologi
Karena bahasa Siraya merupakan bahasa yang sudah punah, sistem fonologinya hanya dapat dikira-kira dari sumber tertulis yang ada. Berdasarkan analisisnya terhadap teks bahasa Siraya dari abad ke-17, Adelaar mengajukan sistem fonologi sebagai berikut:[20]
Selain 18 fonem hipotetis di atas, terdapat tiga grafem konsonan yang masih belum jelas status fonemis atau nilai fonetisnya, yaitu ⟨c⟩, ⟨nḡ⟩, dan ⟨z⟩.[20]
^Fonem ini hanya ada di posisi awal suku kata dan dapat direalisasikan sebagai [d] atau [r].[21]
Catatan kaki
^Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Sirayaic". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.Pemeliharaan CS1: Tampilkan editors (link)
^Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Siraya". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.Pemeliharaan CS1: Tampilkan editors (link)
Adelaar, Alexander (2011). Siraya: Retrieving the Phonology, Grammar and Lexicon of a Dormant Formosan Language. Trends in Linguistics: Documentation [TiLDOC]. 30. Berlin: De Gruyter Mouton. ISBN9783110252958.
Adelaar, Alexander (1997). "Grammar Notes on Siraya, an Extinct Formosan Language". Oceanic Linguistics. 36 (2): 362–397. doi:10.2307/3622990.
Blust, Robert (2013). The Austronesian languages. Asia-Pacific Linguistics. 8. Canberra: Asia-Pacific Linguistics, Research School of Pacific and Asian Studies, The Australian National University. ISBN9781922185075.
Li, Paul Jen-kuei (2009). "Linguistic differences among Siraya, Makatao and Taivuan". Dalam Alexander Adelaar; Andrew K. Pawley. Austronesian historical linguistics and culture history: A festschrift for Robert Blust. 601. Canberra: Pacific Linguistics. hlm. 399–409. ISBN9780858836013.
Sagart, Laurent (2013). "Siraya: Retrieving the phonology, grammar and lexicon of a dormant Formosan language by Alexander Adelaar (review)". Oceanic Linguistics. 52 (2): 540–549. doi:10.1353/ol.2013.0020.