August Theis adalah seorang misionaris Jerman yang diutus oleh RMG ke Tanah Batak. August Theis adalah penginjil Eropa pertama yang diutus ke Simalungun.
August Theis dan RMG
Sejak kecil Theis berminat akan pekerjaan pemberitaan Injil. Karena itu selepas sekolah menengah ia mendaftarkan diri untuk mengikuti pendidikan di Seminari Zending di Barmen. Pada usia 21 tahun ia dipanggil oleh direktur Rheinische Missionsgesselschaft (RMG), dan setelah belajar selama tujuh tahun, ia ditahbiskan menjadi seorang pendeta pada tanggal 6 Agustus 1902.[1]
Pada tanggal 23 Oktober 1902[1] di usia 28 tahun, Theis diutus oleh RMG dari Belanda ke Indonesia dengan menumpang kapal laut yang memakan waktu berbulan-bulan. Ia tiba pertama kali di kota Padang (kini ibu kota provinsi Sumatera Barat). Dari sana ia menggunakan transportasi darat ke Sigumpar untuk kemudian menunggu surat pengutusan dari atasannya, Pdt. Nommensen.
Masyarakat Simalungun 1903
Seperti banyak wilayah lainnya di Indonesia, daerah Simalungun masih banyak ditutupi hutan-hutan lebat. Karena itu Pdt. August Theis pun harus membelah hutan dalam perjalanannya dari daerah Toba menuju ke Pematang Raya. Menurut wawancara dia dengan A. Munthe, hutan tersebut masih dipenuhi oleh hewan-hewan buas seperti harimau dan sejenisnya sehingga dia harus mempertaruhkan nyawanya untuk memenuhi misinya ke Pematang Raya.[2]
Masyarakat Simalungun masih bercocok tanam menggunakan ladang kering, yang memaksa mereka berpindah-pindah. Setelah panen, mereka harus mencari lahan lain dan baru empat tahun kemudian mereka dapat kembali menggunakan ladang yang sama secara optimal.
Dalam kesusahan tersebut sebagian besar masyarakat Simalungun berjudi untuk mencari penghiburan, mereka menjual segala harta miliknya bahkan diri sendiri sebagai budak demi memenuhi nafsu mereka untuk berjudi.
Penyebaran Injil August Theis
Pengiriman August Theis
Pada tanggal 3 Februari-8 Februari 1903 diadakan sebuah pertemuan di Laguboti yang diikuti oleh para pendeta RMG yang memutuskan agar diadakan misi zending ke Simalungun. Nommensen yang saat itu menjabat sebagai Ephorus dan berkantor di Sigumpar, Tapanuli Utara, mengirimkan surat ke direktur RMG di Barmen, Jerman mengenai keputusan ini dan merekomendasikan pengabaran injil ketiga daerah yaitu Samosir, Simalungun dan Dairi.
Pada tanggal 3 Maret 1903, diutuslah rombongan pertama RMG ke tanah Simalungun yang beranggotakan Pdt. Guillaume, Pdt. Simon dan Pdt. Meisel dengan tujuan utama untuk menemui raja-raja Simalungun. Rombongan kedua yang diberangkatkan RMG ke Simalungun terdiri dari Pendeta August Theis, Guru Ambrocius dan Theopilus Pasaribu. Kedua rombongan tersebut bertemu di Haranggaol dan di sana Nommensen berkesempatan untuk berkhotbah.
Dari Haranggaol, rombongan Pendeta August Theis menuju ke Pematang Purba dan kemudian tiba di Pamatang Raya pada hari Rabu, 2 September 1903. August Theis tiba dengan didampingi oleh Guru Ambrocius Simatupang dan Evangelis Theophilus Pasaribu.[3] Tanggal ini sampai saat ini diperingati oleh GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun) sebagai hari olob-olob (=sukacita dalam bahasa Simalungun) sebagai tanda syukur atas masuknya Alkitab ke Simalungun.
Saat tiba itulah Pendeta August Theis langsung membacakan ayat kutipan dari Yohanes 4:35, "Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai." Dalam bahasa Simalungun ayat ini berbunyi: Mangkawah ma hanima, tonggor hanima ma juma in, domma gorsing, boi ma sabion.
Beberapa sumber tradisional menyebutkan bahwa dalam perjalanannya dari Tigaras, rombongan Pendeta August Theis sempat melewati daerah Urung Panei. Saat itu terdapat jalan setapak dari Tigaras menuju Sipaga-paga hingga ke Urung Panei.
Di sana August Theis bertemu dengan Tuan Urung Panei (Tuan Marhali Purba) dan meminta petunjuk jalan menuju ke Dolok Saribu. Tuan Marhali Purba kemudian mengantarkan rombongan tersebut melalui Nagori Silou dan Aek Silopak (Sidamar) sebelum tiba di Dolok Saribu. Tidak tersedia sumber tertulis mengenai informasi ini karena kemungkinan besar ikut terbakar pada kebakaran yang terjadi pada tahun 1916.
Di kemudian hari, putera dari Tuan Marhali Purba, Aristarkus Purba, menerima Baptisan Kudus dari Pendeta August Theis.[4]
Pelayanan August Theis
Satu tahun setelah tiba di Pematang Raya, ia mendirikan sekolah walaupun belum jelas siapa yang akan dididik saat itu. Setelah Pematang Raya, ia mendirikan sekolah di Raya Usang, Buluraya, Sipoldas dan juga Raya Tongah.
Walaupun pendidikan ini akhirnya diterima oleh masyarakat Simalungun, masyarakat pada umumnya masih memeluk agama tradisional. Setelah empat tahun, sudah berdiri 7 sekolah yang menampung 183 murid, namun hanya 19 orang saja yang memeluk agama Kristen, karena memang tidak ada paksaan bagi murid untuk memeluk agama Kristen. Kebaktian Minggu yang diadakan pun hanya diikuti oleh anggota keluarga Guru Ambrosius dan 19 murid itu saja.
Pada 26 Desember 1909 dilakukan baptisan pertama oleh Pdt. Theis atas sejumlah orang Simalungun. Mereka yang dibaptiskan itu adalah Musa Damanik bersama istrinya Marianna Saragih, Sanna Damanik, Marinus Damanik, Hulda Damanik, Nonna Damanik, Petrus Damanik, Salomo Sinaga, Abina Saragih, Hormainim Sinaga, Marthe Sinaga, Lamina Sinaga, Andreas Sinaga, dll.
Simalungun 1920-an
Pada tahun 1920-an krisis ekonomi melanda dunia hingga Simalungun, namun dibanding keadaan tahun 1903, telah ada beberapa perkembangan yaitu peningkatan kualitas jalan Pematang Siantar-Pematang Raya dan peningkatan sarana ibadah dengan dukungan RMG.
Meninggalkan Simalungun
Pada tahun 1919, mertua dari August Theis meninggal dunia. Pada saat itu sudah banyak orang Simalungun yang dapat membantu August Theis dalam pelayanannya seperti J. Wismar Saragih yang melayani di Raya Usang dan Tuan Anggi (saudara dari raja Raya). Pada tahun ini juga August Theis mengirimkan 2 puterinya kembali ke Belanda untuk bersekolah.
Pada tahun 1921, permohonan cutinya untuk kembali ke Belanda dikabulkan dan diadakanlah perpisahan di Pematang Raya pada 4 April 1921 yang acaranya dipimpin oleh salah seorang murid August Theis, yaitu J. Wismar Saragih.
Sekembalinya August Theis dari Belanda, ia ditempatkan di Dolok Sanggul, dan posisinya di Pematang Raya dilanjutkan oleh Pendeta Guillaume (sebelumnya di Saribudolok). Setelah melayani di Dolok Sanggul, ia berkedudukan di Medan sampai habis masa pelayanannya dan kembali ke Eropa dan meninggal dunia pada 1968.
Sebagai salah satu cara mengenang jasa August Theis, Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) pada bulan September 2003 membentuk Dana August Theis yang merupakan dana yang awalnya dikumpulkan oleh GKPS dan mitra-mitranya di Jerman untuk menyediakan beasiswa bagi anak-anak GKPS yang masih bersekolah di bangku SLTA.[5] Waktu inisiasi ini dipilih bertepatan dengan peringatan Jubileum 100 tahun sejak tibanya rombongan August Theis di Pematang Raya (yang dianggap sebagai pusatnya Simalungun) untuk menyebarkan ajaran Kristen. Selanjutnya dana ini juga bersumber dari anggota GKPS yang berada di Indonesia atau tempat lain.
Keluarga
August Theis menikah dengan Henriette Bannier, yang meninggal dunia pada 12 Juni 1909, sembilan hari setelah melahirkan anaknya yang keempat. Ia dimakamkan di Pematang Raya. Empat orang anaknya adalah Ernst, Paul, Johanna, dan Maria.
Referensi
- ^ a b (Indonesia) Slamet Wiyono, 13 Mei 2009, August Theis Sebarkan Injil di Simalungun, diakses 25 September 2009.
- ^ A. Munthe, Pandita August Theis, Missionar Voller Hoffnung, Kolportase GKPS, 1987.
- ^ Saragih, Hisarma (31 Juli 2019). Zending di Tanah Batak: Studi Tentang Konversi di Kalangan Masyarakat Simalungun 1903–1942. Yogyakarta: Penerbit Ombak. hlm. 76. ISBN 978-602-258-538-1.
- ^ Limantina Sihaloho, Pendeta Agustheis dan Masuknya Injil di Urung Panei (Sejarah yang Hampir Terlupakan), Situs Resmi GKPS, 2005.
- ^ (Indonesia) GKPS.or.id, 9 Juli 2004, - Dana August Theis GKPS.html Dana August Theis GKPS[pranala nonaktif permanen], diakses 25 September 2009.
|
---|
Sejarah | | |
---|
Distrik | |
---|
Tokoh Penting | |
---|
Organisasi | |
---|