Secara etimologis, nama "Saragih" berasal dari frasa bahasa Batak Simalungun, yakni "simada ragih". "Ragih" berarti "aturan, susunan, atau tatanan", sehingga "simada ragih" berarti "pemilik aturan, pengatur, penyusun, atau pemegang undang-undang".
Asal
Terdapat beberapa versi mengenai asal marga Saragih. Versi pertama mengatakan bahwa leluhur marga Saragih berasal dari selatan India, yang melakukan perjalanan ke Sumatra Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara. Akibat desakan suku setempat, mereka kemudian bergerak ke daerah pinggiran Toba dan Samosir.[2] Marga Saragih pertama kemudian muncul saat salah seorang panglima dari kerajaan Nagur dijadikan menantu oleh Raja Nagur dan selanjutnya mendirikan satu kerajaan baru di Raya (di sekitar daerah yang kini disebut Pematang Raya, Simalungun).
Versi kedua mengatakan bahwa marga Saragih berasal dari negeri Tamba di Samosir, yang kemudian berpindah ke daerah Garingging, Karo hingga tiba di Raya.[1]
Perkembangan marga Saragih
Berdasarkan kesepakatan para raja di Simalungun, hanya boleh ada empat marga di Tanah Simalungun, yakni Sinaga, Saragih, Damanik, Purba. Oleh karena itu, beberapa marga pendatang, terutama marga-marga kelompok Raja Nai Ambaton, menambahkan marga Saragih di depan marga asli mereka.
Marga Batak Toba yang mengikat diri sebagai marga Saragih
Pada perkembangannya, ada pergerakan populasi marga Batak Toba yang menetap di Tanah Simalungun dan menyertakan marga Saragih di depan marga asli mereka. Mayoritas marga Toba ini adalah keturunan dari Raja Naiambaton atau sering disebut Parna. Namun, ini tidak terjadi pada semua keturunan marga tersebut, melainkan hanya pada keturunan marga tersebut yang berada di Tanah Simalungun. Marga-marga tersebut, di antaranya:
^ abPatunggung Adat Simalungun: Penyusunan dan Penyempurnaan Buku Adat Simalungun. Yayasan Kita Menulis. 2020. ISBN9786236761755.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Pdt Juandaha Raya P. Dasuha, STh, SIB (Perekat Identitas Sosial Budaya Simalungun) 22/10/2006