In the beginning God created the heaven and the earth. And the earth was without forme and voyde, and darkeness was upon the depe, and the Spirit of God moved upon the waters. Then God said, "Let there be light" and there was light.
Alkitab Jenewa (Geneva Bible) adalah salah satu terjemahan dari Alkitab ke dalam bahasa Inggris yang paling signifikan dalam sejarah, sebelum terbitnya King James Version 51 tahun kemudian.[1] Terjemahan ini menjadi Alkitab utama di Inggris pada abad ke-16 bagi umat Protestan dan merupakan Alkitab yang digunakan oleh William Shakespeare,[2]Oliver Cromwell, John Knox, John Donne, dan John Bunyan, penulis Pilgrim's Progress (1678).[3] Juga adalah salah satu Alkitab yang dibawa ke Amerika naik Mayflower (Pilgrim Hall Museum dan Dr. Jiang telah mengumpulkan beberapa Alkitab dari para penumpang Mayflower). Alkitab Jenewa digunakan oleh banyak Pembangkang Inggris, dan masih dihormati oleh para tentara Oliver Cromwell pada saat Perang Saudara di Inggris, dalam buku kecil "Alkitab Saku Tentara Cromwell".[4]
Terjemah
Seperti kebanyakan terjemahan bahasa Inggris pada waktu itu, Alkitab Jenewa diterjemahkan dari edisi ilmiah Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani dan Perjanjian Lama dari Alkitab Ibrani. Terjemahan bahasa Inggris itu secara substansial didasarkan pada karya William Tyndale dan Myles Coverdale (lebih dari 80 persen dari Tyndale).[5] Namun, Alkitab Jenewa adalah versi Inggris pertama di mana semua bagian Perjanjian Lama diterjemahkan langsung dari bahasa Ibrani (bandingkan dengan Alkitab Coverdale, Alkitab Matthew).
Format
Geneva Bible adalah Alkitab bahasa Inggris pertama untuk menggunakan penomoran ayat berdasarkan karya Stephanus (Robert Estienne dari Paris). Juga memiliki sistem komentar rumit di marjinal glosses. Penjelasan ini dilakukan oleh Laurence Tomson, yang menerjemahkan (untuk Geneva Bible tahun 1560) catatan L'Oiseleur mengenai Injil, yang berasal dari Camerarius. Pada tahun 1576 Tomson menambahkan catatan L'Oiseleur untuk Surat-surat para rasul yang berasal dari naskah bahasa Yunani Beza dan Alkitab bahasa Latin (edisi tahun 1565 dan kemudian). Awal tahun 1599 catatan Franciscus Junius mengenai Kitab Wahyu ditambahkan, menggantikan catatan asli yang berasal dari John Bale dan Heinrich Bullinger. Image of both churches (Citra kedua gereja) karya Bale memiliki efek yang besar pada catatan ini sebagaimana Book of Martyrs karya Foxe. Baik penjelasan Junius dan Bullinger-Bale secara eksplisit bersifat anti-Katolik Roma dan mewakili banyak apokaliptisisme Protestan yang populer selama Reformasi.
Breeches Bible
Salah satu variasi yang menarik dari Geneva Bible adalah yang disebut "Breeches Bible", yang pertama muncul pada tahun 1579. Pada Breeches Bible, kitab Kejadian 3:7 berbunyi: "Maka mata mereka berdua terbuka, dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang, lalu mereka menyemat daun pohon ara bersama-sama, dan membuat sendiri celana (=breeches)." Dalam Versi King James tahun 1611, "breeches" ("celana") diubah menjadi "aprons" ("celemek"). Alkitab Jenewa yang memuat "breeches" terus dicetak sampai zaman Alkitab Raja James tahun 1611.
Raja James I dan Geneva Bible
Pada 1604, setahun setelah mengklaim tahta Inggris pada 1603, Raja James I menyelenggarakan dan memimpin sebuah konferensi yang berkaitan dengan hal-hal keagamaan, Konferensi Hampton Court. Meskipun Geneva Bible adalah Alkitab hyang disukai umat Anglikan dan Protestan Puritan selama era Elizabethan, King James I tidak menyukai Geneva Bible dan membuat pandangannya jelas diketahui pada konferensi: "Saya berpikir bahwa di antara semua [Alkitab bahasa Inggris], yang dari Jenewa adalah yang terburuk." Rupanya, ketidaksukaannya kepada Geneva Bible itu bukan pada semua terjemahan dari banyak ayat-ayat ke dalam bahasa Inggris, tapi sebagian besar penjelasan di margin. Ia merasa sangat banyak penjelasan yang "sangat parsial, tidak benar, durhaka, dan membiarkan terlalu banyak kebohongan yang berbahaya dan menyesatkan..." Dalam semua kemungkinan, ia melihat interpretasi ayat-ayat Alkitab Jenewa sebagai anti-klerikal "republikanisme", yang bisa menyiratkan bahwa hierarki gereja itu tidak perlu. Secara hipotetis, hal ini dapat diteruskan bahwa kebutuhan untuk seorang raja sebagai kepala gereja dan negara bisa dipertanyakan juga. Ia telah berurusan dengan isu-isu serupa dengan pemimpin agama Presbyterian-Calvinist di Skotlandia, dan dia tidak ingin ada kontroversi yang sama di Inggris. Juga, jika penjelasan itu dicetak, pembaca mungkin percaya ini adalah interpretasi yang benar dan tetap, sehingga lebih sulit untuk mengubah pikiran rakyatnya tentang makna ayat-ayat tertentu.