Alevisme Kurdi[2] (bahasa Kurdi: Rêya Heqî, har.''Jalan Tuhan/Kebenaran'')[2] mengacu pada praktik ritual unik, tempat suci, wacana mitologis, dan organisasi sosial-keagamaan di antara suku Kurdi yang menganut Alevi.[2] Penganut Alevi Kurdi pada umumnya menganggap garis keturunan suci mereka sebagai sosok semi-dewa,[2] memiliki kepercayaan lebih berakar pada konsep pemujaan alam,[3][2] dan lebih menekankan pada Pir Sultan Abdal sebagai simbol agama mereka, tidak seperti Alevis Turki yang lebih menekankan pada Haji Bektasy Veli.[4] Alevi Kurdi berpendapat bahwa keyakinan mereka terkait dengan Yarsanisme dan Yazidisme.[5]
Penganut Alevi Kurdi telah mengalami diskriminasi agama dan etnis, serta penindasan dan asimilasi paksa yang secara signifikan mempengaruhi identitas mereka.[2] Dua pemberontakan Alevi Kurdi dihancurkan oleh pasukan Turki pada abad ke-20. Pemberontakan-pemberontakan tersebut antara lain adalah pemberontakan Koçgiri pada tahun 1921 dan pemberontakan Dersim pada tahun 1937–1938.[3] Suku Alevi Kurdi juga menjadi korban utama pembantaian Maraş pada tahun 1978.[6]
Jantung dan tanah suci Alevis Kurdi adalah wilayah Dersim.[2]
Populasi
Di Turki, jumlah populasi Alevi Kurdi masih menjadi perdebatan. Sementara Dressler dan beberapa akademisi lainnya menyatakan bahwa sekitar sepertiga[3] atau seperlima[7] dari populasi Alevi adalah orang Kurdi, Hamza Aksüt berpendapat pada tahun 2015 bahwa mayoritas penduduk Alevi adalah orang Kurdi. [8]
Alevisme Kurdi tidak dimasukkan dalam Vilayetname abad ke-13 oleh Haji Bektash Veli, yang menunjukkan bahwa akar Alevisme Kurdi bukanlah Alevisme Turki (juga dikenal sebagai Alevisme Bektashi atau Alevisme Anatolia).[10] Pada abad ke-16, Kurdi Alevis dari Dersim hidup di bawah Keamiran Çemişgezek dan otonomi emirat ini membuat komunitas tersebut semakin meluas dan berkembang. [11]
Setelah selamat dari upaya penghapusan Bektashi Alevisme oleh Kaisar Ottoman Mahmud II pada awal 1800-an, tarekat Turki Haci Bektasy berusaha muncul sebagai tarekat Alevi yang paling berpengaruh.[10] Alevi Turki memusatkan keyakinan mereka di sekitar dargah yang muncul sebagai institusi Utsmaniyah, tetapi Alevi Kurdi terus berpegang pada keyakinan pra-Ottoman mereka dan dengan demikian Alevi Kurdi tidak mengalami proses institusionalisme.[10] Pada akhir abad ke-19, Kaisar Abdul Hamid II tidak segan-segan menggunakan keyakinan Alevi Turki yang dilembagakan untuk mengonversi Alevi Kurdi.[10] Axûçan Ocax, seorang sayid terkemuka dari Alevi Kurdi adalah orang yang pertama yang tunduk pada kepercayaan Haji Bektash Veli dengan memperkenalkan kepercayaan Bektasyi ke upacara keagamaan Alevi Kurdi (lihat Jem).[10] Selama Perang Dunia I, misionaris Bektasyi yang bernama Mehmet Cemaleddin Efendi menyatakan bahwa suku Alevi Kurdi telah "menjauh dari jalan yang benar"[10] dan mencoba memengaruhi kepercayaan mereka melalui Axûçan Ocax atas nama Komite Persatuan dan Kemajuan.[10] Pada periode ini juga, Sunnifikasi orang-orang Alevi Kurdi dan suku-suku seperti Reşwan dan Şavak terjadi, sehingga membuat kedua suku tersebut memiliki anggota Alevi dan Sunni saat ini.[10]
Pada tahun 1921, pemberontakan Koçgiri terjadi dengan tujuan membentuk otonomi politik bagi Kurdi dan penarikan pasukan Turki di Kurdistan. Pemberontakan berhasil dipadamkan, tetapi penganut Alevi Kurdi memberontak lagi di Dersim pada tahun 1937, karena kebijakan sentralis dari republik Turki yang baru didirikan. Pemberontakan ini juga ditekan. Ribuan Alevi Kurdi dibantai dan kota Dersim hampir hancur total. Pada periode berikutnya selepas pemberontakan Dersim hingga tahun 1960-an, orang-orang Kurdi digambarkan "menjadi sangat diam".[12]
Pada pemilihan umum 1950 dan 1954, orang-orang Alevi Kurdi memilih Partai Demokrat, meskipun pada pemilu berikutnya pada tahun 1960-an suara penganut Alevi Kurdi akan terbagi antara Partai Rakyat Republik (CHP), Partai Turki Baru, Partai Keadilan, dan Partai Buruh Turki. Partai Buruh Turki (TIP) akan menargetkan suara Alevi dan secara terbuka menyebutkan hak-hak orang-orang Alevi dalam program 1964 mereka yang berpuncak dengan mereka memenangkan kursi di Provinsi Malatya pada pemilu 1965. Sementara dukungan nasional untuk TIP menurun pada pemilu 1969, mereka meningkatkan jumlah suara mereka di antara Alevi Kurdi. Namun, karena asosiasi yang kuat antara partai sayap kanan dan Muslim Sunni dan ketidakmampuan CHP untuk menantang partai konservatif, para penganut Alevi membentuk Partai Persatuan yang berhalauan sayap kiri dan mengutamakan hak minoritas pada tahun 1966. Namun, karena fokusnya pada Kemalisme dan nasionalisme Turki, partai tersebut tidak mendapat banyak dukungan dari Alevi Kurdi. Pada tahun 1970-an, politisasi Islam mendorong penganut Alevi Kurdi memilih CHP, tetapi partai tersebut kemudian ditutup setelah kudeta Turki tahun 1980. Penganut Alevi Kurdi kemudian memberikan dukungannya kepada Partai Kerakyatan Sosial Demokrat, hingga CHP didirikan kembali pada tahun 1992.[13] Orang-orang Alevi Kurdi tidak hanya mengambil bagian dalam pembentukan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) tetapi banyak dari mereka juga menjadi tokoh terkemuka. termasuk Mazlum Doğan, Sakine Cansız, Ali Haydar Kaytan, Mustafa Karasu, Rıza Altun dan Bese Hozat.[13] PKK berusaha untuk menampilkan dirinya sebagai pembela Alevi Kurdi dan menargetkan kaum nasionalis Turki yang mengambil bagian dalam Pembantaian Çorum. Dukungan Alevi Kurdi untuk PKK meningkat sepanjang tahun 1980 karena dampak yang menghancurkan partai sayap kiri Turki akibat kudeta Turki tahun 1980.[13] Pada tahun 2010-an, Partai Rakyat Demokratik mendapat dukungan dari mayoritas Alevi Kurdi yang menjadi perwakilan politik utama mereka.[13] Peristiwa penting lainnya adalah terpilihnya seorang penganut Alevi Kurdi yang bernama Gültan Kışanak sebagai wakil walikota kota Kurdi terbesar Diyarbakır pada tahun 2014.[13]
Struktur
Secara tradisional, struktur sosial-keagamaan Kurdi Alevis terdiri dari dua posisi sosial turun-temurun, yaitu ocax dan taliw. Pada akhir abad ke-20, fenomena kehancuran budaya mempengaruhi struktur tersebut dan taliw telah mendapatkan pengaruh dalam politik agama dan identitas. [2]Taliw sejak kekerasan anti-Alevi pada 1990-an memperkuat identitas budaya Alevi Kurdi.[3]
Ocax
Ocax mengacu pada berbagai garis keturunan suci di Alevisme Kurdi. Nama-nama garis keturunan yang termasuk ocax antara lain adalah: Axûçan, Babamansûr, Sînemîllî, Celal Abbas, Kurêsû, Cemal Avdel, Dewrêş Gewr, Dewrêş Cemal, Seyit Sabun, Sari Saltik, Ûryan Xizir, Şeyh Çoban dan Şix Delîlê Berxêcan.[14] Karena garis keturunan suci dan peringkat agama ditentukan oleh afiliasi kesukuan, cukup mudah untuk mengidentifikasi individu mana yang memiliki posisi keagamaan tertentu di antara ocax.[15]
Taliw dan sayyid
Taliw adalah istilah yang digunakan untuk mencakup setiap orang Alevi Kurdi yang menerima layanan keagamaan. Dalam Alevisme Kurdi, kebanyakan orang hanya menerima layanan, sementara sebagian kecil lainnya dapat menerima dan memberi layanan keagamaan. Orang yang dapat menerima dan memberi layanan keagamaan disebut sayyid. Agar penduduk taliw dapat melaksanakan ibadah, sayyid harus pergi ke tempat tinggalnya. Oleh karena itu, menurut tradisi, sayyid harus melakukan perjalanan dari desa ke desa untuk menawarkan jasa mereka.[15]
Rawyer
Raywer atau rêber adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sayyid yang mempersiapkan dan melayani fungsi-fungsi keagamaan dan karena itu memimpin orang lain ke jalan yang benar. Raywer juga memiliki peran menjelaskan doktrin agama kepada anggotanya. Raywer dipilih dari sayyid ocax saat lahir dan gelar tersebut dapat dipegang seumur hidup. Meskipun demikian, orang tersebut selalu dapat memilih untuk tidak menggunakan gelar raywer-nya. [15]
Pîr
Beberapa anggota sayyid diyakini memiliki kekuatan spiritual melalui garis keturunan. Sementara raywer memandu anggota Alevisme pada tataran ritual, pîr membimbing secara spiritual.[2][15]
Murşîd
Murşîd adalah peringkat tertinggi dalam sistem ocax. Murşîd berada di atas elemen yurisprudensi sistem dan memiliki peran banding. Misalnya, jika seorang taliw merasa tidak adil terhadap keputusan seorang pîr, mereka dapat mengajukan banding kepada murşîd.[15]
Jiare
Jiare adalah tempat suci di mana penganut Alevi Kurdi melakukan persembahan. [2] Jiare dapat meliputi pohon, gunung, batu, gua, sungai, danau, air mancur, matahari dan bulan yang masing-masing terkait dengan sosok setengah dewa.[2] Tempat-tempat dan benda-benda ini dengan demikian disakralkan. Sebagian benda-benda tersebut juga dianggap keramat dan oleh karena itu disimpan oleh rawyer, pîr atau murşîd. Jiare dapat digunakan untuk mengobati orang yang menderita kelumpuhan atau masalah mental.[2] Dua jiare penting adalah Sungai Munzur dan Duzgin Bawo, keduanya terletak di Provinsi Tunceli.[16]
Sungai Munzur
Sungai Munzur terletak di dekat Ovacık dan merupakan tempat ziarah dan ritual penyembelihan. Orang-orang berdoa kepada Tuhan melalui berbagai jiare di wilayah tersebut. Munzur Bawa adalah nama seorang penggembala yang dipercaya bisa melakukan keajaiban.[4]
Xizir
Xizir adalah tokoh agama penting yang dianggap memiliki kekuatan spiritual dan pancaran Tuhan dan batin Ali. Diyakini bahwa Xizir melakukan perjalanan antara bumi dan surga dan selama perjalanannya telah membuat beberapa tempat menjadi suci sehingga membuatnya menjadi jiare. Jiare yang dibuat oleh Xizir bahkan meliputi oasis dan mata air dari tempat kakinya menyentuh tanah.[4]
Air Mancur Xizir adalah salah satu jiare yang terletak di Varto dan juga dikunjungi oleh Sunni Kurdi. [4]
Jiare lain yang terkait dengan Xizir adalah Gola Çeto di Pülümür yang merupakan lokasi di mana diyakini Xizir bertemu Elia setahun sekali dari 13 Februari dan tiga hari berikutnya. Selama periode ini, penganut Alevi Kurdi berpuasa dan diyakini pertemuan itu mengakhiri musim dingin di tempat penganut Alevi Kurdi berada. [4]
Aksüt, Hamza (2012), Aleviler: Türkiye, İran, İrak, Suriye, Bulgaristan : araştırma-inceleme (dalam bahasa Turki) (edisi ke-5), Ankara, ISBN978-975-9025-61-8
Aydin, Suavi (2020), "A Survey of the Roots and History of Kurdish Alevism: What are the Divergences and Convergences between Kurdish Alevi Groups in Turkey?", Kurdish Studies, CEEOL, 8 (1): 17–42, doi:10.33182/ks.v8i1.551
Deniz, Dilşa (2019), Kurdish Alevi Belief System, Rêya Heqî/Raa Haqi: Structure, Networking, Ritual, and Function, Lexington Books
Günes, Cengiz (2020), Political Representation of Alevi Kurds in Turkey: Historical Trends and Main Transformations, hlm. 71–90
van Bruinessen, Martin (2015), "Dersim and Dalahu: Some Reflections on Kurdish Alevism and the Ahl-i Haqq religion", Islamic Alternatives: Non-Mainstream Religion in Persianate Societies, ISBN9783447107792
Wakamatsu, Hiroki (2013), "Veneration of the Sacred or Regeneration of the Religious: An Analysis of Saints and the Popular Beliefs of Kurdish Alevis", 上智アジア学, Sophia University, 31
Sinclair-Webb, Emma (2003). White, Paul Joseph; Jongerden, Joost, ed. Turkey's Alevi Enigma: A Comprehensive Overview. Brill Publishers. hlm. 222–223. ISBN9789004125384.