Ahmad Hudori
KH Ahmad Hudori atau dikenal sebagai Guru Hudari (lahir 8 April 1937 di Martapura) adalah seorang ulama Indonesia yang berasal dari Banjar, Kalimantan Selatan. Beliau dikenal karena kontribusinya dalam pendidikan dan dakwah di wilayah tersebut.[1] Kehidupan Awal dan PendidikanKH Ahmad Hudori, yang akrab disapa Guru Hudari, lahir di Martapura pada 8 April 1937. Ayahnya, Ali Tuah, dan ibunya, Husnah, memberikan pondasi keluarga yang kuat bagi perjalanan hidupnya. Guru Hudari merupakan keturunan ke-6 dari Datu Kalampayan, yang menghubungkannya dengan Syekh M Zaini bin Abdul Ghani. Meski hitungannya sebagai keponakan dari Guru Zaini, keduanya terkait dalam satu garis keturunan yang menjadikan hubungan kekeluargaan mereka kuat. Sejak kecil, Ahmad Hudori menunjukkan minat dalam bidang pendidikan dan agama. Guru Hudari mendapatkan pendidikan awalnya di sekolah Belanda (Volksch School) selama 3 tahun sebelum memutuskan untuk fokus pada pendidikan agama. Dia memilih untuk melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Darussalam, Martapura, yang dipimpin oleh KH Kasyful Anwar al Banjary. Setelah 10 tahun menjadi santri, Guru Hudari lulus pada tahun 1959. Pengabdian sebagai Pengajar dan UlamaSetelah lulus, Guru Hudari diberi tanggung jawab untuk membantu mengajar di Pondok Pesantren Darussalam. Mengajar di tingkat tahdiri, dia memberikan kontribusi besar dalam mendidik generasi muda. Meskipun pada masa itu jenjang pendidikan di Darussalam berbeda dengan sekarang, Guru Hudari dengan penuh dedikasi menjalankan tugasnya sebagai pengajar.Tidak hanya sebagai pengajar, namun Guru Hudari juga aktif dalam dunia dakwah. Dia menggelar majelis taklim di rumahnya dan di Makam Syekh M Arsyad al Banjary, memberikan wawasan keagamaan kepada masyarakat Martapura dan sekitarnya. Kembali ke Akar Kebudayaan dan PengabdianMeskipun pernah mencoba meniti karier sebagai pengusaha, Guru Hudari mengalami kendala pelik. Namun, setelah menemukan jalan keluar, beliau memilih pulang ke kampung halaman untuk merajut kembali pengabdian yang sempat terabaikan. Keputusannya untuk kembali ke akar kebudayaan dan agama menjadi langkah penting dalam memperkuat nilai-nilai keislaman di lingkungannya. Penghargaan dan PengakuanGuru Hudari, dengan pengabdian dan kontribusinya dalam bidang pendidikan dan dakwah, telah mendapatkan pengakuan dari masyarakat Martapura dan sekitarnya. Meskipun tanpa penghargaan formal yang tercatat, warisan ilmu dan nilai-nilai keagamaan yang ditinggalkan oleh Guru Hudari tetap menjadi bagian penting dalam sejarah keislaman di Banjar. Referensi
|