Ade Armando lahir dari keluarga perantau Minangkabau pasangan Mayor Jus Gani dan Juniar Gani. Ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Ayahnya adalah seorang diplomat yang terpaksa harus turun setelah terkena dampak runtuhnya pemerintahan Soekarno.
Jus Gani pernah menjadi atase di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Maroko[3][4][5] dan Filipina.[6] Setelah dipecat dari militer, ia merantau membawa keluarganya ke Malaysia untuk berdagang. Di sana, Ade Armando sempat dipermalukan oleh seorang guru keturunan Cina di depan teman-temannya karena tidak lancar berbahasa Inggris. Hal itu memacunya untuk belajar hingga bisa berbahasa Inggris dengan lancar.
Pada 1968, keluarganya kembali ke Indonesia dan menetap di Bandung dalam keadaan pailit.[4]
Pendidikan
Ade Armando mengenyam pendidikan di SD Banjarsari I Bandung (tamat 1973), SMP Negeri 2 Bogor (tamat 1976), dan SMA Negeri 2 Bogor (tamat 1980). Ia menderita kerusakan mata rabun jauh dan saat SMP kerusakannya mencapai minus enam.[4]
Sesuai saran ayahnya, setamat SMA ia mendaftar kuliah di FISIP UI untuk menjadi diplomat. Namun, karena nilai mata kuliah ilmu pengantar politiknya rendah, ia pindah ke jurusan ilmu komunikasi. Di kampus, ia aktif dalam pers mahasiswa di Warta UI. Ia mengaku berjualan rempeyek di kampus untuk menutupi uang kuliahnya. Ia belajar menjadi wartawan dari Rosihan Anwar dan Masmimar Mangiang.[butuh rujukan] Ia lulus sarjana komunikasi dan meraih gelar doktorandus pada 1988.
Ia pernah menjadi wartawan majalah Prisma (1988–1989) dan Redaktur Penerbit Buku LP3ES (1991–1993). Pada 1993, Ade menjadi redaktur Republika, surat kabar Islam, sesuai obsesinya. Karena tekanan politik Orde Baru, ia lantas keluar dari koran itu.[4]
Selanjutnya, ia beralih menjadi peneliti dan Manajer Riset Media Tylor Nelson Sofres pada 1998–1999. Ia diajak bergabung oleh Marwah Daud Ibrahim menjadi Direktur Media Watch & Consumer Center pada 2000–2001 yang dianggapnya independen dan tidak memihak Habibie.[4]
Ade Armando ikut dalam kelompok diskusi Jaringan Islam Liberal (JIL) yang dibangun melalui milis sejak 2001. Kegiatan diskusi JIL membahas seputar Islam, kenegaraan, dan kemasyarakatan. JIL mengklaim diskusi itu diikuti oleh 200 orang anggota.[13]Adian Husaini mencatat bahwa Ade Armando adalah salah satu akademisi yang bekerja sama menjadi kontributor JIL.[14]
Ade Armando menuliskan pernyataan, "Allah kan bukan Orang Arab. Tentu Allah senang kalau ayat-ayat-Nya dibaca dengan gaya Minang, Ambon, China, Hiphop, Blues" di media sosial Facebook dan Twitternya pada 20 Mei 2015.[15] Ia dilaporkan kepada kepolisian oleh Johan Khan pada 23 Mei 2015 setelah Ade menolak meminta maaf. Pada 25 Januari 2017, Ade ditetapkan oleh penyidik Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya sebagai tersangka UU ITE. Namun, penyidik menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada 20 Februari 2017. Johan mendaftarkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim tunggal Aries Bawono Langgeng menerima permohonan praperadilan pada 4 September 2017 dan Ade kembali berstatus tersangka. Namun, sampai saat ini kasusnya belum dilanjutkan oleh kepolisian.[16][17][18][19][20]
Penolakan terhadap Penegakan Syariat Islam di Indonesia
Didalam video channel Cokro TV yang berjudul “SAYA MENOLAK SYARIAT ISLAM AGAR INDONESIA SELAMAT | Logika Ade Armando”, Akademisi Ade Armando kembali mengeluarkan pendapatnya terkait penerapan syariat Islam di Indonesia. Meski mengakui Aceh berhasil memberlakukan syariat Islam di wilayahnya. Namun Ade Armando tetap konsisten menolak penegakan syariat Islam di Indonesia. “Contoh terbaik wilayah di Indonesia yang menerapkan syariah (syariat Islam) adalah Aceh. Saya sih tidak mau Indonesia menegakkan syariah,” kata Ade Armando. Menurutnya, syariat Islam tidak cocok diterapkan di Indonesia, terlebih di situasi saat ini. "Tentu saja bisa sangat dikritik dipersoalkan dan disanggah. Anda bisa saja tidak setuju dengan saya tapi saya juga bisa tidak setuju dengan anda dan adalah kewajiban saya menyampaikan pandangan bahwa kewajiban bagi umat Islam untuk menegakkan syariat Islam adalah sesuatu yang berbahaya bagi Indonesia," tegas Ade dikutip dari video yang diunggah di Youtube, CokroTV, Kamis, 28 Oktober 2021. Dalam konteks sejarah, penegakan syariat Islam di Indonesia hampir berhasil dengan memasukan 'Kewajiban untuk Menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.' Hanya, ini ditolak oleh para founding fathers, termasuk Hatta. Penegakan syariat Islam diyakini hanya akan menimbulkan banyak masalah, mengingat Indonesia adalah negara yang kaya keberagaman. “Buat saya, bila aturan-aturan dan hukum itu kini harus kita jalankan Indonesia pada abad ke-21, maka akan menimbulkan banyak masalah,” tutur Ade Armando. Dia menilai aturan dan hukum yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadis adalah sesuatu yang hanya bisa dipahami berdasarkan konteks sejarahnya. “Dengan kata lain, aturan dan hukum yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadits, banyak sekali yang tidak relevan dengan kondisi kita saat ini. Jadi tidak masuk akal bagi kita untuk memperjuangkan penegakannya di Indonesia,” katanya. Ade mengambil contoh yang agak ekstrem, yakni soal budak. Dalam Al-Qur’an, diterangkan bahwa seorang pria tidak perlu menjaga kemaluannya pada budak perempuannya. “Dan ini kemudian diartikan sebagai izin bagi pria untuk meniduri budak perempuannya tanpa harus dalam ikatan pernikahan,” lanjutnya.[21][22]
Ade Armando ikut dalam demonstrasi mahasiswa menolak wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi pada 11 April 2022 di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta. Dilaporkan, ia mengalami penganiayaan oleh sesama peserta demonstrasi.[26] Saat kejadian, Belmondo Scorpio[27][28][29] adalah salah satu peserta yang mecegah terjadinya persekusi.[30]
Sebelumnya, dalam wawancara dengan CNN Indonesia, Ade mengaku tidak ikut serta dalam unjuk rasa, tetapi mendukung aspirasi mahasiswa. Ia menilai penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tidak etis.[31]
Akibat dari aksi pengayiayaan ini, enam orang ditetapkan sebagai tersangka yakni Komar, Marcos Ismail, Fikri Hidayatullah, Abdul Latip, Dhia Ul Haq, dan Muhammad Bagja.[32] Berkas perkara tersangka dan barang bukti telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada 25 Mei 2022.[33]
Kehidupan pribadi
Pada 1991, Ade Armando menikahi Nina Mutmainnah, adik tingkatnya di kampus. Mereka sama-sama aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (HMIK) dan Senat Mahasiswa.[4] Nina adalah seorang akademisi, yang pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI.[34] Mereka memperoleh dua orang anak bernama Yasmin Rifdaniar dan Feisal Irfansyah.[4]
Karya tulis
Televisi Jakarta di Atas Indonesia (2011)
Televisi Indonesia di Bawah Kapitalisme Global (2016)
Penghargaan
Wakil Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat (Februari 2005)
Terpilih sebagai salah satu dari 106 Nama Pemimpin Muda Indonesia oleh Partai Keadilan Sejahtera (November 2008)[35]