Yūjirō Motora
Yūjirō Motora (5 Desember 1858 – 13 Desember 1912), dikenal juga dengan nama Yuzero Motora, adalah salah satu dari psikolog Jepang generasi pertama. Dia dikenal karena melakukan penelitian tentang masalah atensi (perhatian) yang dimiliki oleh anak usia sekolah dan atas usahanya untuk mendirikan laboratorium psikologi pertama di Jepang. Motora merupakan pemuda kelahiran Sanda, Hyōgo. Motora meraih gelar dokternya di Boston University dan menyelesaikan gelar Ph.D. dalam bidang filosofi di Johns Hopkins University. Kontribusinya yang terkenal adalah penelitian dalam bidang psikologi fisiologi yang dilakukannya bersama Granville Stanley Hall. Motora kembali ke Jepang setelah meraih gelar Ph.D. dan bekerja di fakultas kedokteran Tokyo Imperial University, yang kini dikenal dengan nama Universitas Tokyo. Di universitas ini Motora mengajar sejumlah mahasiswa yang akan menjadi psikolog dan cendekiawan yang berpengaruh di Jepang. Motora adalah seorang Zen meditation yang memiliki keyakinan bahwa pemahaman meditasi harus didasarkan pada interpretasi oleh pelaku meditasinya sendiri dan bukan berasal dari ide seorang ahli Zen. Motora juga menerjemahkan teori psikolog Barat yang terkenal ke dalam bahasa Jepang. Motora meninggal dalam usia 54 karena menderita penyakit erisipelas fatal. Jabatan tertingginya adalah sebagai profesor dan peneliti di Tokyo Imperial University. Awal kehidupanMotora lahir dari pasangan Yutaka Sugita dan Suga Sugita (nama gadisnya Suga Motoyama) di Sanda, pada tanggal 5 Desember 1858[1] sebagai anak bungsu dari dua bersaudara. Motora memiliki seorang kakak laki-laki.[2][3] Sejak kecil, Motora telah menunjukkan minat yang besar terhadap pelajaran bahasa Inggris.[4] Lewat bukunya tentang fisiologi, William Benjamin Carpenter membuat Motora tertarik pada bidang fisiologi kedokteran.[2] Motora yang bekerja sebagai guru di Tokyo Eiwa School[4] menikah dengan Yone Motora pada tahun 1981. Pernikahan mengubah beberapa hal dalam hidup Motora. Dia yang tadinya terlahir dari kasta samurai (kasta tertinggi di Jepang), turun kasta menjadi rakyat biasa. Motora juga mengikuti agama istrinya. Motora tadinya merupakan pengikut Gereja Kongregasional berpindah menjadi pengikut Gereja Metodis.[5] Dua tahun setelah pernikahannya, Motora menempuh pendidikan di bidang filosofi dan teologi di Amerika.[4] Motora memilih untuk berkuliah di Universitas Boston karena Tokyo Eiwa School, sekolah tempatnya mengajar, merupakan sekolah yang dijalankan oleh misionaris dari universitas tersebut.[3] Menurut surat kabar The Decatur, dua gereja di Decatur, Illinois, mengumpulkan sumbangan dari jemaatnya untuk membiayai sekolah Motora. Hal ini terjadi setelah Motora berbicara di kedua gereja tersebut dan menyatakan keinginannya untuk kembali ke Jepang dan menyebarkan agama Kristen.[6] Penelitian dengan Granville Stanley HallSetelah lulus dari Universitas Boston, Motora melanjutkan pendidikannya di Johns Hopkins University, Baltimore, Maryland, di bawah bimbingan G. Stanley Hall[3] bersama dengan beberapa orang yang merupakan akademisi yang terkenal seperti Edmund Sanford, Clifton F. Hodge, dan James H. Hyslop.[7] Motora yang awalnya melanjutkan pendidikan karena tertarik dalam bidang psikologi fisiologi[3] berubah haluan dengan mengambil mata kuliah utama tentang filosofi.[8] Namun, hal ini tidak menghalanginya untuk membahas atau melakukan percobaan di bidang psikologi fisiologi. Saat seorang psikolog asal Jepang, Sho Watase, mengunjungi Motora di Amerika, Motora mencoba melakukan percobaan yang berhubungan dengan psikologi fisiologi. Dalam percobaan itu, Motora meminta Watase dan dua orang rekannya untuk menggunakan helm yang dilengkapi dengan kabel listrik setiap malam saat mereka tidur. Hipotesis awalnya adalah dengan mengenakan helm ini, Watase dan dua rekannya akan saling berbagi sinyal listrik otak satu sama lain. Dari proses ini diharapkan ketiganya akan mengalami mimpi yang sama. Percobaan yang dilakukan selama beberapa malam itu, tidak menunjukkan hasil yang diinginkan. Watase mengatakan bahwa kegagalan tersebut timbul bukan karena kesalahan pada teori awal Motora, tetapi dari prosedur percobaan yang tidak tepat, seperti seringnya helm-helm tersebut lepas saat ketiganya tertidur lelap. Namun, penjelasan Watase tidak mampu menutupi kekecewaan Motora. Dia tidak pernah lagi melakukan percobaan yang berhubungan dengan psikologi fisiologi.[7] Selama berada di Baltimore, Motora menerjemahkan teori psikologi Barat seperti teori James-Lange dan teori tiga dimensi tentang perasaan milik Wilhelm Wundt untuk dipublikasikan di Jepang.[9] Meskipun telah menerjemahkan teori Wundt, Motora meyakini bahwa emosi hanya memiliki satu dimensi yaitu tentang perasaan menyenangkan atau tidak menyanangkan.[9] Sebelum lulus dari Johns Hopkins University pada tahun 1888[2] dengan tesis berjudul Exchange: Considered as the Principles of Social Life,[8] Motora dan pembimbingnya, Granville Stanley Hall, melakukan penelitian bersama. Penelitian tentang perubahan sensitifitas kulit terhadap tekanan itu, dipublikasikan dalam kumpulan jurnal American Journal of Psychology edisi pertama. Di mata Hall, Motora adalah murid yang pendiam dan memiliki beberapa ketertarikan dalam bidang selain filosofi dan psikologi yang menjadi mata kuliah utamanya.[7] Karier akademisSetelah meraih gelarnya dari Johns Hopkins University, Motora kembali ke Jepang dan menduduki posisi sebagai kepala sekolah di Tokyo Eiwa School, tempatnya dahulu mengajar. Di samping itu, dia juga mengambil pekerjaan paruh waktu di Tokyo Imperial University. Satu insiden di sekolahnya, membuat Motora mengundurkan diri dan sepenuhnya mengajar di universitas. Hal ini terjadi pada tahun 1889 saat Motora memberikan kuliah tentang sejarah pemikiran evolusi yang bertentangan dengan tradisi Gereja Metodis.[4] Saat mengajar di Tokyo Imperial University, Motora menulis buku dengan judul Psychology, yang merupakan buku tentang psikologi yang pertama kali diterbitkan di Jepang. Di tahun yang sama, Motora diangkat menjadi profesor untuk departemen psikologi (meskipun saat itu psikologi bukanlah merupakan departemen yang berdiri sendiri secara mandiri) lalu menjadi ketua departemen psikologi, etika, dan logika tiga tahun kemudian.[4] Pemikiran yang memberikan pengaruh besar terhadap psikologi di Jepang yang dikembangkan oleh Motora timbul ketika dia mendalami meditasi Zen atau zazen di Engaku-ji, salah satu kuil Budha di Tokyo. Saat itu Motora mempraktikkan zazen selama seminggu. Untuk menilai progres meditasi dalam zazen, pelaku meditasi akan diberikan kōan. Kōan adalah pertanyaan, dialog atau pernyataan yang digunakan oleh praktisi Zen untuk membangkitkan keraguan dalam diri pelaku meditasi. Kōan Motora adalah pertanyaan "Bagaimana bunyi tepukan yang menggunakan satu tangan?". Motora membutuhkan 16 kali usaha memberi jawaban dan bantuan petunjuk dari master Zen sebelum jawaban yang dia berikan memuaskan sang master. Dalam jurnal yang Motora buat sehubungan dengan meditasinya itu, dia menggarisbawahi bahwa usaha pencarian yang sesungguhnya seharusnya didapatkan melalui pemahaman personal dan bukan dari pemikiran atau petunjuk dan bantuan seorang master Zen.[10] Motora membangun laboratorium untuk psikologi eksperimental pertama di Jepang dengan bantuan muridnya, Matatarō Matsumoto, pada tahun 1903.[3] Awalnya laboratorium itu menempati ruangan yang sama dengan kantor Motora, tetapi Motora menyadari bahwa kondisi tersebut tidak memadai untuk sebuah laboratorium karena adanya gangguan dalam bentuk suara. Laboratorium psikologi Motora akhirnya menggunakan gabungan 12 ruangan yang sebelumnya merupakan ruangan departemen patologi.[3] Salah satu penelitian Motora yang paling penting melibatkan anak usia sekolah yang mengalami retardasi mental. Dari pengamatannya, Motora meyakini bahwa anak-anak tersebut tidak menderita retardasi mental meskipun mereka mengalami kesulitan dalam bidang akademik. Yang sebenarnya terjadi adalah anak-anak tersebut mengalami kesulitan untuk memusatkan dan mempertahankan perhatian terhadap satu hal untuk jangka waktu tertentu.[8] Dari penelitiannya ini, Motora menciptakan alat bantu yang dapat membantu anak-anak yang mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi.[3] Penelitian dan pengamatan yang dicatat oleh Motora ini merupakan dokumentasi pertama dalam literatur Jepang yang konsisten dengan gambaran diagnosis gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas.[11] Atas hasil yang didapatkan oleh Motora dari penelitiannya tersebut, dia dianugerahi keanggotaan oleh Imperial Academy of Sciences dan penghargaan Order of the Rising Sun kelas dua.[2] Motora mempresentasikan hasil penelitiannya itu di depan anggota Kongres Psikologi Internasional pada tahun 1905.[12] Murid bimbinganMotora memiliki beberapa orang di bawah bimbingannya yang kemudian menjadi akademisi terkenal di Jepang. Salah satunya adalah Matsumoto yang membantunya membangun laboratorium psikologi di Tokyo Imperial University. Matsumoto adalah orang di balik berdirinya laboratorium psikologi formal kedua di Jepang dan pendiri Asosiasi Psikologi Jepang. Laboratorium kedua itu dibentuk oleh Matsumoto pada tahun 1906 di Universitas Kyoto.[13] Matsumoto jugalah yang menggantikan posisi Motora di Tokyo Imperial University nantinya.[14] Salah seorang mahasiswa bimbingan Motora yang kemudian mendirikan laboratorium psikologi dan menerbitkan buku psikologi pertama di Cina adalah Chen Daqi.[15] Yoshihide Kubo adalah orang yang mengadaptasi tes intelegensia Binet-Simon untuk digunakan di Jepang. Kubo menjadi murid Motora di Tokyo Imperial University sebelum dia melanjutkan pendidikannya di Universitas Clark. Setelah lulus, Kubo bergabung dengan Universitas Hiroshima dan memfokuskan diri dalam penelitian tentang intelegensia. Penelitian Kubo ini dilanjutkan oleh Tohru Watanabe yang juga merupakan murid Motora sekaligus orang yang menciptakan tes intelegensia kolektif pertama di Jepang.[13] Murid Motora yang lain adalah Hiroshi Hayami yang membawa paham behaviorisme ke Jepang dan menjadi rektor di Universitas Keijō Imperial.[3] Selain di bidang psikologi, Motora juga memiliki murid yang akhirnya lebih dikenal di bidang parapsikologi yaitu Tomokichi Fukurai. Fukurai adalah seorang dosen yang mengajarkan mata kuliah psikologi abnormal di Tokyo Imperial University.[9] Namun, Fukurai kemudian lebih tertarik untuk mempelajari fenomena fisik seperti kewaskitaan atau dunia ramal-meramal,[3] padahal hal semacam ini tidak lagi dianggap di Amerika Serikat. Ketika pada tahun 1910 Fukurai bersikeras bahwa dia telah bertemu dengan tiga peramal wanita, Motora mengingatkannya untuk tidak lagi berkecimpung di bidang parapsikologi. Demi menghormati gurunya, Fukurai tidak memublikasikan penelitiannya tersebut. Baru setahun setelah Motora meninggal, Fukurai menerbitkan buku yang sangat kontroversial tentang peramal. Matsumoto yang menggantikan posisi Motora, berusaha menghentikan kerusakan di departemen psikologi akibat perbuatan Fukurai. Dia meminta Fukurai meninggalkan departemen psikologi. Matsumoto juga menghapus semua hal yang berhubungan dengan parapsikologi dari kurikulum pendidikan psikologi dan hanya fokus terhadap fenomena psikologi yang penilaiannya dapat diukur.[16] Skandal Fukurai ini menyebabkan hambatan dalam perkembangan psikologi klinis di Jepang.[3] Selain berkecimpung di bidang psikologi, beberapa murid Motora juga menekuni bidang seni rupa. Di bidang kaligrafi, ada Mantaro Kido yang juga melakukan penelitian tentang aplikasi seni terhadap psikologi pendidikan. Selain itu ada Naoteru Ueno yang merupakan pemimpin Osaka Municipal Museum of Art dan presiden Tokyo University of the Arts. Pengganti posisi Motora di Tokyo Imperial University juga merupakan presiden Kyoto Prefectural School of Arts and Crafts.[17][18] KematianSebelum kematiannya pada tanggal 13 Desember 1912 di Tokyo, Motoro menderita penyakit erisipelas selama beberapa bulan.[19] Motora meninggalkan seorang istri dan lima orang anak.[2] Referensi
|