Yurisprudensi Schubert
Mahkamah Federal merupakan pengadilan tertinggi di Swiss, tetapi tidak memiliki wewenang untuk membatalkan undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Swiss ataupun dengan hukum internasional. Kemunculan praktik Schubert merupakan bagian dari upaya untuk menyesuaikan kehendak legislatif dengan kewajiban hukum internasional. Praktik Schubert menuai kritikan dari para pakar hukum, tetapi putusan-putusan Mahkamah Federal setelahnya telah melengkapi doktrin Schubert, terutama sehubungan dengan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia. Pada permulaan tahun 2010-an, yurisprudensi ini tampaknya sudah tidak diterapkan lagi, meskipun Mahkamah Federal tidak pernah membatalkannya secara resmi. KonteksMonisme di SwissSehubungan dengan kedudukan hukum internasional dalam sistem hukum nasional, Swiss menganut sistem monisme.[1][2][3][4] Oleh sebab itu, di mata hakim-hakim Swiss, hukum nasional dan hukum internasional membentuk suatu kesatuan,[5] yang berarti bahwa hukum internasional merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tatanan hukum nasional.[6][a] Pasal 5(4) Undang-Undang Dasar Federal Swiss tahun 1999 juga menegaskan bahwa "Konfederasi dan kanton-kanton di Swiss menghormati hukum internasional".[7][b] Di tingkat internasional, Pasal 26 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian tahun 1969 (Konvensi Wina 1969) menyatakan bahwa "Tiap-tiap perjanjian yang berlaku mengikat negara-negara pihak dan harus dilaksanakan dengan iktikad baik" (asas pacta sunt servanda). Selain itu, menurut Pasal 27 Konvensi Wina 1969, "pihak-pihak perjanjian tidak boleh mengemukakan ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya sebagai alasan untuk membenarkan tindakan suatu negara tidak melaksanakan perjanjian internasional." Maka dari itu, apabila Swiss telah meratifikasi suatu perjanjian dengan negara lain atau turut serta dalam suatu konvensi internasional (seperti Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia atau Konvensi HAM Eropa), Swiss telah berkomitmen untuk menghormati dan melaksanakan ketentuan-ketentuan perjanjian yang telah diratifikasinya.[8][9][10]. Pengujian undang-undang oleh Mahkamah FederalSwiss adalah negara yang menganut sistem federal. Pengadilan tertinggi di tingkat federal, yaitu Mahkamah Federal,[11] tidak memiliki wewenang untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar.[12] Oleh sebab itu, tidak seperti Mahkamah Konstitusi di Indonesia, Mahkamah Federal tidak dapat menyatakan bahwa suatu undang-undang tidak memiliki kekuatan hukum karena bertentangan dengan undang-undang dasar. Selain itu, Undang-Undang Federal Swiss menitahkan bahwa Mahkamah Federal harus menerapkan hukum federal dan hukum internasional.[13] Sejarah perkaraPraktik dari tahun 1875 hingga 1933Dari tahun 1875 (tahun mulai berlakunya Undang-Undang Federal tahun 1874 dan pembentukan Mahkamah Federal)[14] hingga tahun 1933, Mahkamah Federal menganut asas keutamaan hukum internasional atas hukum nasional, dan hal ini dianggap sebagai suatu hal yang sudah jelas.[15] Sebagai contoh, dalam Perkara Spengler, Mahkamah Federal menyatakan bahwa suatu perjanjian internasional "mengikat negara-negara pihak sesuai dengan asas-asas hukum bangsa-bangsa yang diterima secara universal, dan tanpa memedulikan perundang-undangan nasional masing-masing."[16] Perkara SteenwordenPada tahun 1923, setelah diputuskannya Perkara Lepeschkin,[17] beberapa pakar mengamati bahwa asas keutamaan hukum internasional atas hukum nasional mulai ditinggalkan secara perlahan.[18][19] Kemudian, pada tahun 1933, Mahkamah Federal mulai mengubah paradigmanya[20] dalam Putusan Steenworden. Dalam putusan ini, Mahkamah Federal dipengaruhi oleh pemikiran dualisme.[15] Perkara ini sendiri terkait dengan Henri Steenworden, seorang pemilik kafe dari Jenewa. Setiap hari ia memainkan rekaman-rekaman gramofon di kafenya.[21] Rekaman-rekaman ini tidak diproduksi di Swiss (dan perkaranya sendiri tidak menjelaskan negara asal rekaman tersebut). Lembaga Société des auteurs, compositeurs et éditeurs de musique (SACEM) dari Prancis melayangkan tuntutan kepada Steenworden karena ia dianggap telah melanggar hak cipta.[22] Setelah diputuskan bersalah oleh Pengadilan Kehakiman Perdata Jenewa, Steenworden mengajukan banding ke Mahkamah Federal. Dalam Perkara Steenworden, Mahkamah Federal mempertimbangkan Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra tahun 1886, tanpa ada keterangan pihak mana yang menggunakan konvensi ini sebagai landasan hukum ("Secara sia-sia kami mengasumsikan..."[23]). Setelah mengulang isi dari putusan Lepeschkin tahun 1923, Mahkamah Federal menegaskan bahwa:
Dengan dikeluarkannya putusan ini, Mahkamah Federal menerapkan asas lex posterior derogat legi priori (hukum yang terbaru mengesampingkan hukum yang mendahuluinya) dalam menyelesaikan pertentangan antara hukum internasional dengan hukum nasional, dan sesudah itu mahkamah juga terkadang menerapkan asas lex specialis derogat legi generali (hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum).[15] Perkara Lang dan kembalinya keutamaan hukum internasional pada 1950Lang dan Legler adalah dua pilot amatir Swiss yang melakukan penerbangan secara berkala di atas Danau Konstanz. Pada akhir November 1947 di Swiss, diselenggarakan perburuan burung di atas kapal yang berada di antara Triboltingen (kini Ermatingen), kawasan Ried Konstanz (sisi Jerman), dan Reichenaustrasse (di pusat kota Konstanz, Jerman). Dua serangkai pilot ini kemudian berupaya menakut-nakuti para pemburu dengan melakukan penerbangan berketinggian rendah (hingga 10 m di atas permukaan laut)[24]. Keterangan
Referensi
|