Yohanes Yun Yu-il
Berdasarkan kesaksian putra dari Yohanes Yun Yu-il, sekitar tanggal 7 November sampai 6 Desember 1866, Yohanes sedang duduk di ruangannya, ketika polisi mendekati rumahnya. Dia tahu bahwa mereka datang. Dia bisa saja melarikan diri, namun dia memilih untuk tidak melakukannya. Kepada mereka yang memburu umat Katolik, Yohanes berkata bahwa dia seorang Katolik namun dia tidak tahu tentang umat Katolik lainnya di sekitar wilayahnya. Lebih dari 30 orang ditangkap bersama Yohanes pada hari itu, 8 orang dari rumah keluarga Yohanes. Mereka semua ditempatkan di penjara Mungyong. Karena gubernur tidak ada, maka tidak dilakukan interogasi, namun mereka yang menangkapnya menyiksa Yohanes dan menyita harta benda miliknya. Tiga hari kemudian, umat Katolik dikirimkan ke penjara Sangju. Di Sangju, Yohanes diinterogasi tiga kali. Setiap kali diinterogasi, Yohanes mengakui bahwa dia itu seorang Katolik namun tidak tahu tentang umat Katolik lainnya kecuali mereka yang ditangkap bersamanya. Pejabat pemerintah daerah itu memaksa Yohanes untuk menyangkal Allah, namun dengan tegas Yohanes bertahan dengan apa yang dia percayai. Pejabat itu menyelesaikan penyidikan dan membagi 70 orang Katolik menjadi tiga kelompok: kelompok pertama terdiri dari mereka yang memiliki anak dan yang sudah meninggalkan iman mereka, kelompok kedua yang berjumlah 20 orang yang menolak menyangkal Allah, dan kelompok ketiga terdiri dari para pemimpin umat Katolik seperti Yohanes. Pejabat dari Sangju, setelah berkonsultasi dengan Tuan Bupati di Seoul, menjatuhkan hukuman mati kepada mereka pada tanggal 4 Januari 1867. Umat Katolik disiksa lagi dan dikirimkan ke Taegu (Provinsi Kyongsang). Sebelum menuju ke Taegu, Yohanes merasa sangat bahagia dan dia berkata kepada anak-anaknya demikian, “Sekarang saya pergi untuk menjadi martir. Kalian kembalilah ke rumah, sembahlah Allah dengan setia dan ikutilah aku jika kalian sudah besar nanti.” Yohanes menunjukkan teladan baik kepada teman-teman satu selnya. Dia membaktikan dirinya dalam doa dan menyemangati teman-teman Katoliknya supaya mereka teguh dalam iman mereka. Pada tanggal 21 Januari 1867, dia dibawa menuju pinggiran kota Taegu, dia memakan makanan terakhirnya dan memberikan semua uangnya kepada para algojo. Akhirnya dia dipenggal pada usia 45 tahun.[1] Referensi
|