Yano Kenzo
Yano Kenzo (矢野兼三 , Kenzo Yano, 13 September 1896 – 19 Februari 1981) adalah seorang birokrat Jepang yang mengabdi untuk kepolisian dan Angkatan Darat Kekaisaran Jepang. Ia menjabat sebagai Gubernur Prefektur Toyama dari 1938 hingga 1941. Sebelumnya, ia sempat menduduki beberapa jabatan di Prefektur Kyoto, Chiba, Aomori, dan Okayama. Sebagai birokrat, karier Yano terentang sejak 1921. Pada 1 Agustus 1942, ia ditugaskan menjadi Gubernur Sumatera Barat, yang ketika itu diduduki oleh Jepang. Namun, karena sikapnya yang menentang kebijakan Jepang di daerah pendudukan, ia mengundurkan diri sekaligus mengakhiri kariernya sebagai birokrat pada akhir Maret 1944. KarierYano Kanzo berasal dari keluarga Osaka, putra ketiga dari Yabou Risaburo. Setelah menamatkan kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Kansai pada 1919, ia bekerja di Taiheiyo Cement. Pada Oktober 1920, ia lulus Ujian Pegawai Sipil. Pada 1921, ia ditempatkan sebagai pegawai di Biro Sosial, Kementerian Dalam Negeri Jepang. Setelah itu, ia berpindah-pindah menduduki beberapa jabatan birokrasi dan kepolisian di Prefektur Kyoto, Chiba, Aomori, dan Okayama. Pada April 1938, ia diangkat sebagai Gubernur Prefektur Toyama. Namun, ia mengundurkan diri pada Januari 1941.[1] Gubernur Sumatera BaratPada Agustus 1942, Yano ditunjuk oleh Angkatan Darat Kekaisaran Jepang sebagai Gubernur Sumatera Barat, ketika daerah itu berada di bawah kekuasaan Angkatan Darat Divisi ke-25. Ia menjadi satu-satunya pemimpin sipil yang ada di daerah pendudukan Jepang di Indonesia (daerah lainnya dipimpin oleh panglima militer setempat).[2] Melalui kebudayaan, Yano Kenzo melakukan pendekatan terhadap penduduk Minangkabau.[1] Ia bersimpati pada aspirasi rakyat untuk merdeka dan menentang kebijakan pemerintah pendudukan yang tidak sesuai dengan pandangannya. Akan tetapi, karena perbedaan sikapnya, ia mengundurkan diri pada akhir Maret 1944.[3] Ia digantikan oleh Hattori Naoaki pada bulan berikutnya. Salah satu peninggalan Yano saat menjabat adalah Kerukunan Minangkabau (Gui Gan), badan yang diinisiasi untuk mengkonsolidasi kekuatan para elite Minangkabau.[4][a] Anggotanya berasal dari setiap distrik dan subdistrik, terdiri dari kepala nagari, kepala adat, para ulama, pemuda, dan kelompok terpelajar. Mereka mengadakan pertemuan secara teratur dan bertindak sebagai dewan penasihat informal bagi gubernur.[1] Sejarawan Gusti Asnan mencatat Kerukunan Minangkabau merupakan bentuk awal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang kelak dibentuk oleh pemerintahan pendudukan di setiap shu atau provinsi Indonesia. Setelah tidak menjabat gubernur dan kembali ke negara asalnya, Yano bekerja sebagai auditor untuk perusahaan Nagata Seiki. Ia menuliskan pandangannya saat menjadi gubernur dalam sebuah artikel pada 1967. Karya tulisPublikasi
Lihat pulaCatatan kaki
|