Urbanus Pardede (lahir pada ca 1903) adalah seorang penyunting surat kabar dan tokoh komunis Simalungun. Urbanus pernah menjabat sebagai BupatiSimalungun mulai tanggal 5 Maret hingga 9 April 1946.
Kehidupan awal
Urbanus Pardede lahir pada sekitar tahun 1903 di Simalungun, Sumatera Timur, Hindia Belanda.[1] Pada masa kecilnya, dia pernah bersekolah di sekolah berbahasa Belanda.[2]
Bersama Partai Komunis Indonesia
Urbanus bergabung dengan Partai Komunis Indonesia yang berdiri pada tahun 1920. Dia aktif sebagai bagian dari Partai Komunis di Pematang Siantar. Selain itu, Urbanus juga berperan aktif sebagai penyunting surat kabar Pertjatoeran.[3]
Pada tahun 1925, Urbanus meninggalkan Pertjatoeran dan kemudian mendirikan surat kabar berbahasa Melayu bernama Soeara Kita bersama Mangkoeto Sulaiman.[4][5] Surat kabar ini terbit tiga kali seminggu. Beberapa laporan menyebut bahwa Soeara Kita adalah surat kabar komunis, sementara yang lain menggambarkannya sebagai surat kabar nasionalis dengan kecenderungan kiri.[4]Soara Kita sendiri menjelaskan bahwa surat kabar mereka ditujukan untuk semua kalangan, bukan hanya untuk pembaca dari kelompok etnis tertentu.[6]
Urbanus Pardede kemudian menjadi komisioner dari subseksi (bahasa Belanda: ondersectie) baru dari Partai Komunis Indonesia di daerahnya.[1] Berdasarkan laporan kepolisian belakangan, anggota subseksi tersebut mencapai 3000 orang pada tahun 1927.[7] Mereka berhasil terhindar dari deteksi kepolisian karena hanya berkomunikasi secara lisan dan tidak memiliki struktur organisasi yang resmi.[7]
Barulah pada Juli 1927, Urbanus Pardede bersama 8 rekan konspiratornya ditahan tanpa dakwaan di Medan. Mereka dituduh merencanakan aksi terorisme kepada para pekerja kontrak dari sekitar 20 perkebunan di Simalungun.[2][7][8] Setelah penahanan Urbanus, percetakan surat kabarnya diambil alih oleh Asisten Residen Sia Marinus Simanjuntak.[4] Surat kabar tersebut sebelumnya dirazia oleh kepolisian untuk memeriksa bahan-bahan komunis. Redaksi yang baru sampai harus mengeluarkan pernyataan bahwa aktivitas komunisme Urbanus Pardede adalah urusan pribadi yang tidak mereka ketahui. Redaksi menegaskan bahwa surat kabar tersebut benar-benar nasionalis dan tidak terlibat dalam aktivitas komunisme.[9]Soeara Kita berhenti terbit pada pertengahan tahun 1927 karena kekurangan dana.[4][10]
Setelah beberapa bulan penahanan tanpa dakwaan dan telah memohon untuk dipersangkakan atau dibebaskan, Urbanus Pardede bersama tahanan lain mencoba untuk kabur dari penjara. Namun, upaya tersebut tidak berhasil.[11]
Pengasingan ke Boven Digoel
Pada Maret 1928, seorang anggota Volksraad, Mangaraja Soangkupon, mempertanyakan pemerintah alasan penahanan Urbanus Pardede dan rekan-rekan kirinya dengan tanpa dakwaan di akhir tahun 1926.[12][13] Pemerintah kemudian menuntaskan putusan kasus mereka dan mengasingkan mereka ke Kamp Konsentrasi Boven Digoel, tempat para tokoh komunis lainnya juga diasingkan.[14][1]
Meskipun Urbanus Pardede dan rekan-rekannya akhirnya diasingkan, kasus mereka sampai ke Dewan Perwakilan Belanda, yang kemudian mengkaji penanganan terhadap Urbanus Pardede dan orang-orang yang ditahan bersamanya di Medan. Dewan Perwakilan Belanda memutuskan bahwa penahanan yang dilakukan lebih dari enam bulan tanpa melalui proses interogasi tidak sesuai dengan norma hukum Barat. Dewan Perwakilan Belanda juga membawa persoalan tersebut kepada pejabat menteri untuk diuji dan mendorong ganti rugi terhadap Urbanus Pardede dan rekan-rekannya atas ketidakadilan yang mereka alami.[15] Ketika berita tersebut sampai ke Hindia Belanda, para nasionalis seperti Abdoel Rivai, mempublikasikannya sebagai bentuk ketidakadilan yang dialami pribumi di Hindia Belanda.[16]
Pada awal tahun 1929, muncul berita tentang seorang perempuan Batak, pacar Urbanus Pardede, yang hendak berangkat ke Digoel untuk hidup bersamanya.[17][18] Urbanus mengirimkan surat kepada keluarganya pada tahun itu juga untuk mengabarkan bahwa dia akan bisa kembali dua bulan kemudian, meskipun sebenarnya dia baru bisa kembali setidaknya setahun kemudian.[19] Di Digoel, Urbanus tinggal di Kamp Tanah Merah.[19]
Pada tahun 1929 dan 1930, pemerintah kolonial mengaku telah menahan terlalu banyak orang dan memutuskan untuk memberi amnesti kepada ratusan interniran di Boven Digoel, termasuk Urbanus.[20][2][21] Kebanyakan dari antara interniran yang dibebaskan itu, termasuk Urbanus, dianggap kooperatif oleh Belanda dan tidak bergabung dengan kelompok interniran pemberontak yang dipimpin oleh pimpinan PKI, Aliarcham.[22] Tambahan lagi, diketahui bahwa pada tahun 1926 dan 1927, para pejabat rendah kolonial sedang ditekan untuk menemukan para komunis yang berbahaya dan kemungkinan menjerat orang-orang seperti Urbanus Pardede tanpa dasar.[23]
Sekembalinya ke Simalungun, Urbanus melanjutkan rutinitas jurnalistiknya. Dia memimpin beberapa publikasi sepanjang tahun 1930-an. Pada tahun 1932, Urbanus mendirikan majalah Berita Siantar. Setahun kemudian, dia mendirikan majalah Zaman Kita. Keduanya terbit dua kali seminggu di Pematang Siantar.[24]Pada, akhir tahun 1930-an, Urbanus menjadi direktur surat kabar mingguan Batak bernama Oemoem di Pematang Siantar dengan I.M.S. Napitupulu sebagai kepala penyunting.[25]
Pasca Perang Dunia II
Setelah Perang Dunia II, Urbanus Pardede tampil kembali sebagai tokoh Partai Komunis Indonesia di Sumatera Timur. Pada revolusi sosial Sumatera Timur tahun 1946, dia bergabung dengan kelompok pimpinan Luat Siregar. Urbanus terpilih sebagai perwakilan PKI, dan kemudian menjadi Bupati Simalungun.[26][27][28] Dia juga kembali terlibat mengorganisasi para buruh perkebunan, seperti yang pernah dilakukannya pada tahun 1920-an. Pada tahun 1950, Urbanus menjadi juru bicara dari Serikat Buruh Perkebunan. Pada tahun 1955, Urbanus mengadvokasi rehabilitasi dan penanganan yang benar untuk para mantan pejuang Republik Indonesia.[29][30] Kematian Urbanus Pardede tidak diketahui.
^ abcReid, Anthony (2014). The blood of the people: revolution and the end of traditional rule in northern Sumatra (edisi ke-2). Project Muse. hlm. 70. ISBN9789971696375.
^"PERTJATOERAN". Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers. (dalam bahasa Belanda). 1925 (34): 381. 19 February 1925.
^ abcdSaid, Mohammad (1976). Pertumbuhan dan perkembangan pers di Sumatera Utara. Waspada.
^T. W. H., Muhammad (1996). Perlawanan pers Sumatera Utara terhadap gerakan PKI. Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI. hlm. 8.
^Reid, Anthony (2014). The blood of the people: revolution and the end of traditional rule in northern Sumatra (edisi ke-2). Project Muse. hlm. 71. ISBN9789971696375.
^"Bintang Timoer". Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers. (dalam bahasa Belanda). 1931 (1): 20. 1 January 1931.
^"De Sumatra-Pers". Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers. Geraadpleegd op Delpher op 10-11-2023 (dalam bahasa Belanda). 1932 (41): 248. 15 October 1932.
^Reid, Anthony (2014). The blood of the people: revolution and the end of traditional rule in northern Sumatra (edisi ke-2). Project Muse. hlm. 262. ISBN9789971696375.
^Omar, Ariffin (1999). Revolusi Indonesia dan bangsa Melayu: runtuhnya kerajaan-kerajaan Melayu Sumatera Timur pada tahun 1946 (dalam bahasa Melayu). Pulau Pinang: Penerbit Univ. Sains Malaysia. hlm. 76. ISBN9789838611930.