Pada zaman kerajaan Mataram terjadi paceklik di kerajaan tersebut. Sang raja memerintahkan seseorang yang dianggap mampu melaksanakan tugas untuk memohon kepada Sang Hyang Widhi bagaimana mengatasi paceklik yang sedang terjadi. Beliau bernama Ki Kriyo Menggolo yang sedang bersemedi di kaki gunung Wilis.
Sesampainya di lereng gunung Wilis, sang utusan melaksakanan topo broto. Ki Kriyo mengalami sakit hingga lemas dan tidak mampu berjalan. Dalam keadaan lemas, Ki Kriyo merangkak menyusuri lereng Gunung Wilis dan menemukan sumber air. Kemudian beliau meminum air yang berasal dari sumber. Secara tiba-tiba beliau merasa badannya kembali sehat. Keberadaan sumber air yang membuat Ki Kriyo sehat, diberi nama Sumber Waras yang sekarang dikenal dengan sebutan Moro Sido.
Kemudian beliau melanjutkan perjalanan ke arah timur hingga tiba di sebuah pohon besar. Pohon tersebut adalah pohon Pakel. Berteduhlah beliau di bawah pohon tersebut. Udara yang sejuk membuat beliau nyaman hingga akhirnya memetik buahnya. Disitulah Ki Kriyo merasakan kejadian yang menurutnya aneh. Buah pakel tersebut tidak sama rasanya. Di ranting sebelah rasanya manis, sedangkan di ranting lainnya terasa asam. Dari kejadian tersebut, Ki Kriyo menganggap pohon pakel sebagai batas wilayah atau pathok perbatasan.
Dengan demikian beliau menamakan tempat tersebut Tugu dan memilih untuk menetap disana. Setiap pohon pakel berbuah, Ki Kriyo akan mengirim buah yang rasanya manis ke Kediri dan yang rasanya asam akan dikirim ke Tulungagung.