Topeng Betawi

Pertunjukan Topeng Betawi di masa kolonial

Topeng Betawi merupakan salah satu kesenian tradisional masyarakat Betawi yang berkembang di Jakarta dan sekitarnya.[1] Kesenian ini meliputi pertunjukan tari, musik, komedi, serta drama. Pertunjukan Topeng Betawi menampilkan kisah-kisah kehidupan masyarakat Betawi yang disampaikan melalui bentuk tari dan drama. Disebut tari topeng karena dalam beberapa bagian pertunjukan, penarinya mengenakan topeng saat menari, dan masyarakat Betawi dahulu percaya bahwa topeng memiliki kekuatan magis.[2][3]

Sejarah

Topeng Betawi pertama kali diciptakan oleh Mak Kinang binti Kinin dan Kong Djiun bin Dorak pada tahun 1918,[1][4][5] yang terinspirasi dari tari Topeng Cirebon.[1] Bentuk teatrikal drama tari ini awalnya berkembang di kawasan masyarakat Betawi pinggiran Jakarta (Betawi Ora).[1] Mak Kinang dan Kong Djiun mempunyai tiga anak, yaitu Bokir, Dalih, dan Kisam yang kemudian mendirikan sanggar Topeng Betawinya masing-masing: Setia Warga (Bokir), Kinang Putra (Dalih), dan Ratna Sari (Kisam).[1] Hingga kini, para anggota dari sanggar-sanggar Topeng Betawi yang masih ada pada umumnya masih berhubungan kerabat satu sama lain.[1]

Bagian pertunjukan

Tari Topeng Betawi versi modern (2017)

Pertunjukan Topeng Betawi tradisional dahulu terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama dimulai dengan lagu instrumental dan nyanyian, kemudian dilanjutkan dengan tari Topeng Kedok yang ditarikan oleh penari yang mengenakan Kembang Topeng (mahkota penari),[2] yang kadang dilanjutkan dengan lawakan (bodoran).[1] Dalam tari Topeng Kedok, seorang penari menampilkan tiga tokoh utama dengan mengganti-ganti topeng (kedok). Tiga tokoh tersebut adalah:[1][5][6]

  • Panji, tokoh bertopeng putih dengan gerakan tarian yang lemah lembut;
  • Sangga (atau Samba), tokoh bertopeng merah muda dengan gerakan tari yang lebih atraktif, lincah dan agresif; serta
  • Jingga, tokoh bertopeng raksasa merah tua dengan gerakan tarian mengepalkan tangan dan kaki yang memasang kuda-kuda.

Bagian kedua berupa drama (lakon) Topeng Betawi yang dapat berlangsung sepanjang malam. Cerita yang dibawakan seringkali menonjolkan kehidupan sehari-hari dan dipentaskan tanpa memakai topeng.[1] Bagian ketiga, atau bagian terakhir, adalah lakon tambahan yang menampilkan tokoh bernama Jantuk, yang memakai topeng hitam, biasanya memberi nasihat-nasihat tentang perkawinan dan kehidupan rumah tangga.[1]

Alat musik

Dalam pertunjukan Topeng Betawi, alat-alat musik yang biasa dimainkan antara lain rebab, gong, kendang, kempul, kulanter, dan kecrek.[1][5]

Fungsi sosial

Topeng Betawi dahulu memiliki beberapa fungsi sosial dalam masyarakat Betawi. Masyarakat meyakini bahwa pertunjukan Topeng Betawi dapat menjauhkan diri mereka dari mara bahaya, penyakit, atau musibah.[2] Namun, saat ini Topeng Betawi lebih sering ditampilkan sebagai hiburan untuk mengisi berbagai acara Betawi, seperti pernikahan, khitanan, sedekah bumi, maupun Lebaran.[5]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k "Di Balik Topeng Betawi". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2022-09-27. Diakses tanggal 2025-01-20. 
  2. ^ a b c Raap, Olivier Johannes (2021-06-09). Potret Pendoedoek di Djawa Tempo Doeloe. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-602-481-437-3. 
  3. ^ Azmin, Gres Grasia (2023-03-16). Memori Kolektif Orang Betawi dalam Maen Pukulan Beksi Tradisional H. Hasbullah. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 978-623-321-210-6. 
  4. ^ "Belajar Tari Betawi di Setu Babakan". Kompas.com. 2008-12-09. Diakses tanggal 2025-01-20. 
  5. ^ a b c d Pati Herin, Fransiskus (2013-12-18). "Kartini Kisam, Penjaga Tari Topeng Betawi". Kompas.com. Diakses tanggal 2025-01-20. 
  6. ^ Santosa, Lia Wanadriani (2024-06-25). "Mengenal topeng Betawi yang terkadang disangka lenong". Antara News. Diakses tanggal 2025-01-20. 

 

Prefix: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Portal di Ensiklopedia Dunia