Theophano (bahasa Yunani: Θεοφανώ, Theophano; skt. tahun 955 - 15 Juni 991), juga dieja Theophania (Θεοφάνια), Theophana atau Theophano, adalah keponakan Kaisar Bizantium, Ioannes I Tzimiskes. Oleh pernikahannya dengan Kaisar Romawi Suci Otto II, ia menjadi Permaisuri Kekaisaran Romawi Suci dan menjadi pemangku takhta sebagai ibu suri setelah kematian suaminya pada tahun 983. Namanya berasal dari abad Pertengahan YunaniTheophaneia (Θεοφάνεια), "penampakan Allah" (Teofani).
Keluarga
Menurut surat nikah yang dikeluarkan pada tanggal 14 April 972—karya Renaisans Ottonian—Theophano diidentifikasi sebagai neptis (keponakan atau cucu) Kaisar Ioannes I Tzimiskes (925–976) yang berasal dari keturunan armenia. Ia tetap merupakan keturunan bangsawan yang mulia: Vita Mahthildis mengidentifikasinya sebagai agusti de palatio dan Annales Magdeburgenses menggambarkan dirinya sebagai Grecam illustrem imperatoriae stirpi proximam, ingenio facundam.[1] Penelitian terakhir cenderung setuju bahwa ia kemungkinan besar adalah putri saudara ipar Tzimiskes (dari pernikahan pertamanya) Konstatinus Skleros (skt. 920–989), dan Sophia Phokaina, yang merupakan sepupu Tzimiskes sebagai putri Kouropalatēs Leo Phokas, saudara Kaisar Nikephoros II (skt. 912–969).[2][3][4][5]
Kaisar Romawi suci Otto I meminta seorang putri Bizantium untuk putranya, Otto II, untuk menutup sebuah perjanjian antara Kekaisaran Romawi dan Kekaisaran Romawi Timur. Sebuah referensi oleh Paus kepada Kaisar Nikephoros II sebagai "Kaisar bangsa Yunani" dalam sepucuk surat [6] sementara duta besar Otto, Uskup Liutprando dari Cremona, berada di istana Bizantium, telah menghancurkan perundingan putaran pertama.[7] Dengan kenaikan Ioannes I Tzimiskes, yang sebelumnya tidak secara pribadi disebut sebagai Kaisar Romawi, negosiasi perjanjian dapat dilanjutkan. Namun, sampai delegasi ketiga yang dipimpin oleh Uskup agung Gero dari Köln tiba di Konstantinopel, berhasil diselesaikan.
Menurut penulis kronik Sachsen, Uskup Thietmar dari Merseburg, Theophano bukanlah virgo desiderata, putri kaisar yang dinanti, karena Wangsa Ottonian telah menandai Anna Porphyrogenita, putri mendiang Kaisar Romanos II. Namun demikian, ketika Uskup agung Gero membawanya ke Roma, Kaisar Otto tahu bahwa ia tidak dapat menolak tawaran itu. Putri muda itu sepatutnya tampil dengan gaya megah pada tahun 972, dengan pendamping yang luar biasa termasuk seniman Bizantium, arsitek dan pengrajin, dan membawa harta karun besar.
Menikah dan keturunan
Theophano dan Otto dinikahkan dengan Paus Yohanes XIII pada tanggal 14 April 972 di Santo Petrus dan ia dinobatkan sebagai ratu pada hari yang sama di Roma. Keturunan mereka adalah sebagai berikut:
Adelheid dan Gandersheim, lahir tahun 973/974, meninggal tahun 1045.
Sophia, kepala biarawati Gandersheim dan Essen, lahir Oktober 975,[8] meninggal tahun 1039.
Mathilde, lahir di musim panas tahun 978, meninggal tahun 1025; menikah dengan Ezzo, Comte Pfalz, Lotharingia.
Seorang putri, kembar Otto, yang meninggal sebelum tanggal 8 Oktober 980.
Kehidupan sebagai permaisuri
Otto II menggantikan ayahandanya pada tanggal 8 Mei 973. Theophano menemani suaminya dalam seluruh perjalanannya, dan ia disebutkan di sekitar seperempat dokumen resmi kaisar, bukti posisi istimewa, pengaruh dan ketertarikannya dalam urusan kerajaan. Diketahui bahwa ia sering berselisih dengan ibu mertuanya, Adelheid, yang menyebabkan kerenggangan antara Otto II dan Adelheid. Menurut Abbas Odilon dari Cluny, Adelheid sangat senang ketika "wanita Yunani itu" meninggal.
Penulis sejarah Benediktin, Alpert dari Metz menggambarkan Theophano sebagai wanita yang tidak menyenangkan dan banyak bicara. Theophano juga dikritik karena dekadensinya, yang diwujudkan dalam pemandiannya sehari sekali dan memperkenalkan pakaian dan perhiasan mewah ke Jerman. Ia dikreditkan dengan memperkenalkan garpu ke Eropa Barat - para kronolog menyebutkan keheranan yang ia sebabkan saat ia "menggunakan sebuah cabang ganda emas untuk makan" daripada menggunakan tangannya seperti norma." Teolog Petrus Damianus bahkan menegaskan bahwa Theophano memiliki hubungan cinta dengan Ioannes Philagathos, seorang biarawan yunani yang memerintah secara singkat sebagai Antipope Yohanes XVI.
Otto II meninggal tiba-tiba pada tanggal 7 Desember 983 pada usia 28 tahun, mungkin dari malaria. Putranya yang berusia tiga tahun, Otto III, yang telah ditunjuk Raja Romawi di dalam sebuah parlemen yang berlangsung pada hari Pentakosta tahun itu di Verona. Pada hari Natal, Theophano memahkotainya oleh uskup agung Mainz Willigis di gereja Katedral Aachen, dengan dirinya memerintah sebagai pemangku takhta atas namanya. Setelah kematian Kaisar Otto II, Uskup Folcmar dari Utrecht melepaskan sepupunya, adipati Bayern, Heinrich II dari tahanan. Adipati Heinrich bersekutu dengan Uskup agung Warin dari Köln dan menculik keponakannya Otto III pada musim semi tahun 984, saat Theophano masih di Italia. Meskipun demikian ia terpaksa menyerahkan anak itu kepada ibundanya, yang didukung oleh Uskup agung Willigis dari Mainz dan Uskup Hildebald dari Worms.
Sebagai pemangku takhta
Theophano secara resmi mengambil alih kepemimpinan pada tahun 985 dan memerintah Kekaisaran Romawi Suci sampai kematiannya pada tahun 991, termasuk tanah Italia dan Lotharingia. Dengan kebijakannya yang hati-hati, ia juga dapat menyimpulkan perdamaian dengan mantan pendukung Adipati Heinrich, Mieszko I dari Polandia dan menjaga kepentingan putranya. Namun, kemampuannya untuk memerintah terhalang oleh penyakit yang serius dan mengancam jiwa di musim panas tahun 988. Penyakit tersebut merusak kesehatannya dalam jangka panjang. Seperti permaisuri Bizantium yang memerintah, Irene dari Athena (752-803) dan Theodora (815-867), yang juga telah memerintah untuk putra mereka yang masih bocah, ia mengeluarkan ijazah atas namanya sendiri sebagai imperator augustus, "Kaisar", tahun pemerintahannya dihitung dari aksesi suaminya pada tahun 972.
Pada musim dingin tahun 990, kesehatan Theophano telah memburuk secara signifikan. Ia akhirnya meninggal di Nijmegen dan dimakamkan di Gereja St. Pantaleon di dekat Wittum, Köln. Penulis sejarah Thietmar memujinya sebagai berikut: "Meskipun [Theophano] adalah jenis kelamin yang lemah, ia memiliki sikap moderat, dapat dipercaya, dan sopan santun. Dengan cara ini ia melindungi dengan kewaspadaan pria kekuatan kerajaan untuk putranya, bersahabat dengan semua orang yang jujur, tetapi dengan superioritas yang mengerikan terhadap pemberontak."
Karena Otto III masih bocah, neneknya Adelheid mengambil alih pemerintahan sampai Otto III cukup usia untuk memerintah sendiri.
Davids, Adelbert. The Empress Theophano: Byzantium and the West at the turn of the first millennium, 2002. ISBN0-521-52467-9
Hlawitschka, Eduard, Die Ahnen der hochmitteralterlichen deutschen Konige, Kaiser und ihrer Gemahlinnen, Ein kommentiertes Tafelwerk, Band I: 911-1137, Teil 2, Hannover 2006. ISBN978-3-7752-1132-1
Hans K. Schulze, Die Heiratsurkunde der Kaiserin Theophanu, Hannover 2007 ISBN978-3-7752-6124-1
Schwab, Sandra (2009). Theophanu: eine oströmische Prinzessin als weströmische Kaiserin (dalam bahasa German). GRIN Verlag. ISBN978-3-640-27041-5.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
Settipani, Christian, Continuité des élites à Byzance durant les siècles obscurs. Les princes caucasiens et l'Empire du VIe au IXe siècle, Boccard, Paris 2006. ISBN978-2-7018-0226-8
Sotiriades, Moses, "Theophanu, die Prinzessin aus Ost-Rom" in: von Steinitz, Peter (Editor), Theophanu, Regierende Kaiserin des Westreichs, Freundeskreis St. Pantaleon 2000. ISBN3980519716
Paul Collins. The Birth of the West: Rome, Germany, France, and the creation of Europe in the tenth century. Public Affairs, 2013. ISBN978-1-61039-013-2
Pranala luar
(Inggris)Theophano di Find a Grave, although falsely claiming that we know that she was a Skleraina, when this is just speculation