Terakoya (寺子屋code: ja is deprecated , terako-ya, terj. har. "temple schools, private elementary schools"[1]) merupakan institusi pendidikan swasta yang mengajarkan cara membaca dan menulis kepada anak-anak dari rakyat jelata di Jepang pada masa Zaman Edo.
Sejarah
Terakoya muncul pertama kali diawal abad ke-17 sebagai pengembangan dari fasilitas edukasi yang didirikan di Kuil Budha. Sebelum Zaman Edo, institusi pendidikan publik didedikasikan kepada anak-anak keturuan samurai dan keluarga penguasa, karena kenaikan kelas pedagang pada pertengahan Zaman Edo meningkatkan popularitas dari terakoya, di mana tempat itu banyak ditemukan di kota-kota besar seperti Edo dan Osaka, begitu juga di regional pedalaman dan pesisir.
Tingkat kehadiran terakoya mencapai 70% di ibukota Edo pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Terakoya kemudian dihilangkan pada masa Zaman Meiji, ketika pemerintah Education System Order (学制code: ja is deprecated , Gakusei) pada 1872, ketika menghadiri sekolah umum menjadi kewajiban untuk memberikan pendidikan dasar kepada seluruh populasi.
Kurikulum
Terakoya memfokuskan diri kepada pelajar membaca dan menulis, tetapi mereka juga mengajarkan mata pelajaran dan subjek lainnya, seperti menghitung dengan swipoa (soroban), sejarah, dan geografi. Mereka juga mengajari wanita untuk menjahit, ritual upacara teh, teknik Ikebana serta seni dan kerajinan lainnya.
Kelas biasanya berlangsung di rumah pribadi dari samurai, pendeta Budha, atau bahkan masyarakat biasa. Para instruktur, yang disebut shishō (師匠) atau te-narai-shishō (手習い師匠) kebanyakan adalah warga biasa tetapi samurai dan pendeta Budha juga mengajar di terakoya. Tugas-tugas administrasi sering kali dikerjakan oleh guru sendirian. Beberapa terakoya dikelola oleh pendeta Shinto dan dokter medis.
Tidak seperti pusat-pusat pendidikan popular yang mengajarkan kemampuan untuk kehidupan sehari-hari, terakoya menawarkan pendidikan tingkat tinggi. Kurikulum dimulai dengan pelajaran kaligrafi, di mana murid meniru contoh yang diberikan guru, hal ini disebut sebagai tehon (手本). Setelah kemampuan dasar menulis dikuasai, murid-murid mulai mempelajari pendidikan tingkat lanjut berupa buku teks yang dikenal dengan ōrai-mono (往来物), yang berasal dari Zaman Heian yang pada umumnya digunakan untuk pendidikan Samurai. Buku salinan ini dikumpulkan oleh orang Jepang yang terdiri dari huruf yang ditulis menggunakan aksara Kanji yang dikombinasikan dengan Aksara kana. Buku ini memuat informasi berguna mengenai kehidupan sehari-hari, seperti ajaran rumah tangga, kemampuan berbicara dan nilai-nilai moral, serta konten sejarah dan geografi, yang menunjukan ruang lingkup yang lebih luas mengenai kehidupan sosia kepada para murid.
Walaupun hanya beberapa terakoya yang menawarkan pendidikan komersial untuk anak-anak pedagang, berhitung dengan abakus menjadi populer pada akhir Zaman Edo.
Melalui sistem terakoya dan sekolah han (han schools), populasi Jepang meraih tingkat melek huruf yang tinggi pada akhir Zaman Edo. Tidak terdapat stastistika yang dapat diandalkan tetapi diestimasi 50% pria dan 20% wanita secara nasional melek huruf dan memiliki kemampuan dasar berhitung.