Tarian rakyat Korea (민속무용) adalah jenis tarian Korea yang bersifat ceria dan dipopulerkan oleh rakyat.[1] Tari ini bermula dari berbagai ritual keagamaan dan upacara pemujaan kepada dewa-dewa shamanisme (gut) serta perayaan-perayaan rakyat.[2] Tarian rakyat yang lahir dari peristiwa-peristiwa ini dibentuk dan dipelihara oleh masyarakat sebagai hal yang penting dalam kehidupan mereka, sehingga lama-kelamaan berkembang menjadi pertunjukkan untuk hiburan dan kesenian.[3]
Tarian rakyat mengungkapkan emosi rakyat dan kehidupan yang apa adanya.[4] Rakyat dapat menarikannya secara bebas dan sedikit batasan dengan latar belakang musik yang bertempo cepat.[4] Tari ini kental pula dengan unsur Shamanisme dan Buddhisme.[4] Setiap daerah pun mempertahankan ciri khasnya masing-masing.[5]
Sejarah
Pada masa kerajaan Silla, para bangsawan secara aktif mengembangkan seni tari dan dapat dinikmati baik oleh rakyat jelata maupun kaum bangsawan.[3] Tradisi ini diturunkan ke masa Dinasti Goryeo, yang mengikutsertakan para penari dan penyanyi ke dalam perayaan-perayaan nasional.[3] Namun pada masa Dinasti Joseon, para bangsawan (yangban) menolak menggerakkan tubuh mereka untuk menari dan mulai pada periode ini para penari dikategorikan sebagai warga kelas bawah.[3] Karena kesempatan masyarakat untuk menari bebas sudah hilang, maka dimana mereka bisa menari adalah dalam perayaan gut atau pesta panen raya.[3]
Pada periode Dinasti Joseon, kelompok penghibur profesional dibentuk dan tarian yang mereka pentaskan membutuhkan keterampilan dan keahlian tinggi.[3] Sebagian besar penari profesional ini adalah anggota naryeodogam, lembaga pemerintah yang tampil di narye (ritual menolak bala), upacara di istana, dan hiburan untuk utusan asing.[3] Namun naryeodogam dihapuskan pada masa pemerintahan Raja Injo, jadi para penari ini memencar ke seluruh negeri. Mereka akhirnya dikenal sebagai jaein ("penghibur") dan sadangpae (kelompok penghibur yang mengembara) yang berkeliling negeri untuk menampilkan talchum, yang akhirnya ikut mengembangkan tari topeng di berbagai daerah. Mereka juga mengembangkan berbagai jenis tarian yang dinikmati oleh rakyat jelata.[3]
Pada tahun 1910, Aakbu atau "Kantor Musik Istana" dibubarkan, sehingga para pegawai istana seperti pelayan pesta dan anak laki-laki penari yang bekerja di istana mulai keluar.[3] Sistem perekrutan gisaeng milik pemerintah juga dibubarkan. Kelompok penghibur seperti penari laki-laki dan gisaeng mulai menghibur di teater gaya barat yang dibangun untuk pertama kalinya di Korea.[3] Mereka menarikan tarian tradisional dan tari topeng. Para gisaeng mulai melatih peminat dan mengajarkan berbagai kesenian tradisional.[3] Para penghibur ini berupaya mengubah tarian rakyat yang kasar dan sederhana menjadi bentuk pertunjukkan yang menarik dan indah untuk ditampilkan. Mereka juga berjasa dalam menggabungkan unsur-unsur estetika bangsawan dengan seni rakyat jelata yang sederhana.[3]
Kategori
Tarian rakyat secara luas dapat dikategorikan menjadi tarian populer dan tarian yang bersifat artistik.[3] Tarian populer adalah tari-tarian yang non-profesional khas daerah yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari seperti perayaan panen raya dan berbagai festival.[1] Tari-tari ini memiliki asal dari ritual shamanisme dan aktivitas pertanian.[1] Gerakan khas dari daerah asal memberi corak sederhana dan biasanya ditarikan secara berkelompok, seperti Ganggangsullae, Nodongchum ("tari memacul"), dan Deotbaegichum.[3]
Tari yang bersifat artistik bermula dari tarian yang dipentaskan untuk upacara keagamaan dan permainan tradisional.[3] Namun, seiring berjalannya waktu, kesenian tersebut kehilangan makna, tetapi gerakannya terus disempurnakan lewat keterlibatan para penghibur yang mementaskannya.[3] Tari ini khusus ditampilkan untuk tujuan profesional dan komersial yang mana telah mengalami pemolesan dan pengkonstruksian kembali.[3] Contohnya adalah Seungmu ("tari biksu"), Salpuri ("tari penyucian jiwa"), Geommu ("tari pedang"), nongak dan talchum.[3]