Tari KiamatTari kiamat adalah tarian penutup dari prosesi pernikahan Keratuan Darah Putih di Lampung yang disebut nuhot, yang diadakan selama tujuh hari tujuh malam, sebagai rasa syukur. Tarian tiga puluh tahun sekali ini biasanya ditampilkan oleh lima penari putri, dengan gerak dan kostum yang sama. Hanya ratu saja yang menginjak talam atau nampan yang melambangkan Penari tersebut untuk mewakili marga ratu.[1] Prosesi Tari KiamatTari kiamat dibawakan oleh lima penari yang mengenakan kostum yang mirip dengan tari-tari daerah Lampung pada umumnya, yaitu kebaya putih, bertapis, dan mengenakan siger. Yang khas dari tarian ini adalah, kehadiran seorang penari (sebagai representasi dari "sang ratu") yang berdiri di atas talam atau nampan. Sembari menari, ia harus berdiri menjaga keseimbangan agar tidak jatuh dari talam yang bulat dan tipis itu. Talam tersebut terbuat dari tembaga berwarna kuning berupa lempengan dengan tinggi sekitar setengah meter. Tarinya sendiri tergolong lambat dan lemah gemulai. Pertunjukan yang berdurasi sekitar tujuh menit ini nyaris tanpa gerakan hentak kaki dan badan. Penari hanya berputar ke kanan dan ke kiri, sambil sesekali membentangkan kipas putih di kedua tangannya. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan sifat sang ratu yang lemah lembut, tetapi berwibawa. Sejarah dan FilosofiKiamat sebenarnya identik dengan hari akhir kehidupan manusia dan semesta. Namun, dalam tari ini, yang dimaksud hanyalah akhir dari serangkaian seremoni adat. Diperkirakan, tari kiamat sudah digunakan di kalangan Keratuan Putri Darah Putih sejak 1.500 tahun silam.[2] Tari kiamat ditampilkan paling banyak satu kali saja dalam 30 tahun, karena hanya untuk pernikahan keturunan Keratuan Darah Putih. Sejauh catatan yang berhasil dihimpun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2018,[3] tari kiamat diselenggarakan:
Meskipun tidak semua orang bisa menyelenggarakan tari eksklusif ini, terutama dalam bentuk resmi, tetapi pergelaran tari kiamat sarat akan hikmah bagi umumnya manusia. Antara lain:
Resmi Menjadi Warisan Budaya Takbenda 2018Pada malam puncak Apresiasi Penetapan Warisan Budaya Takbenda Tahun 2018, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy menyerahkan sertifikat hak cipta 13 item budaya kepada Gubernur Lampung, Muhammad Ridho Ficardo (diwakili oleh Kepala Bidang Kebudayaan, Arie Mardi Efendi).[4] Ketiga belas item tersebut meliputi Tari Kiamat, Sastra Lisan Dadi, Siger Lampung, Ketaro Adat Lappung, Nyuncun Pahakh, Tari Bedana Lampung, Sebambangan, Nyubuk Majeu, Cangget Agung Lampung, Sastra Lias Kias, Piil Pesenggiri, Badik Lampung, dan Mekhatin. Dengan demikian, Lampung telah memiliki hak cipta dari total 32 item budaya. Referensi
|