Siger

Siger (bahasa Sunda: ᮞᮤᮌᮦᮁ, translit. sigeur) adalah perhiasan kepala khas Indonesia (yang lazimnya dikenakan oleh wanita) yang umumnya dibuat dari bahan logam (emas, perak, tembaga, kuningan, dsb), berbentuk melekuk dan terkadang menyerupai fauna (terutama kerbau dan burung), dan terkadang dihiasi dengan batu permata.[1]

Mempelai wanita sedang mengenakan siger khas suku Sunda
Salah satu tipe siger khas suku Jawa

Terminologi

Istilah "siger" secara etimologinya merupakan sebuah kata serapan dalam bahasa Indonesia yang diserap dari pengistilahan bahasa bahasa Sunda: ᮞᮤᮌᮦᮁ, translit. siger (atau terkadang juga dieja sebagai sigeur), yang memiliki arti "batas" atau "pemosisian", yang mana sejatinya merupakan sebuah kata kependekan dari ᮞᮤᮔᮦᮌᮦᮁ (sineger), yang memiliki arti "sangkar", "jalan", "pengurung"; merujuk kepada siger yang 'mengurung' kepala, istilah tersebut sejatinya juga merujuk kepada sistem kearifan lokal masyarakat etnis Sunda dan Baduy[2]:1-17 yang menekankan kepada 'pengurungan' hawa nafsu duniawi (yang dimanifestasikan melalui pernikahan),[3]:57-73 jadi secara umum siger dapat dimaknai sebagai simbolisasi untuk 'mengurung' atau mencegah hawa nafsu seksual sembarangan (melalui perkawinan yang sah).[4]:106-116

Pengistilahan siger tersebut juga dapat ditemui dalam bahasa serumpunnya; yakni bahasa Jawa dan Bali (maupun Betawi), yang tentunya memiliki makna yang serupa. Dalam bahasa Jawa secara spesifik, ꦱꦶꦒꦼꦂ (siger) diturunkan dari istilah ꦱꦶꦤꦼꦁꦏꦼꦂ (sinengker) yang memiliki makna harfiah "tersembunyi", "tertutup", atau "rahasia" (pengistilahan untuk keris juga berhubungan dengan istilah ini),[5]:149-158 hal tersebut juga menjadikan siger terkadang dieja juga sebagai ꦱꦶꦁꦏꦼꦂ (singker) oleh masyarakat etnis Jawa, yang menariknya memiliki arti "sangkar" serupa dengan pengistilahan Sunda. Sedangkan, oleh masyarakat etnis Betawi lebih dikenali sebagai siangko dalam bahasa Betawi, yang juga memiliki makna serupa. Masyarakat etnis Lampung mengenalnya sebagai sigekh ataupun sigeh[6][7] dalam bahasa Lampung dan juga oleh masyarakat etnis Abung dikenali sebagai (sigokh) dalam bahasa Abung;[8] pemukiman masyarakat etnis Jawa di Lampung umumnya berkonsentrasi di Bandar Lampung dan Metro.

Jenis siger

Secara umum, siger dikenakan dalam berbagai acara sakral yang menonjolkan segi kebudayaan, salah satunya yakni lazim digunakan dalam pertunjukan kebudayaan dan prosesi seremonial pernikahan.


Suku Sunda

Mempelai wanita Sunda mengenakan siger

Siger memiliki peranan bagi masyarakat etnis Sunda, utamanya dalam ritus pernikahan. Pakaian adat tradisional Sunda secara umum dikarakterisasi dengan penggunaan siger bagi kaum wanita,.

Suku Jawa

Penggambaran penari Srimpi oleh Tyra Kleen dalam bukunya berjudul Het Serimpi Boek yang mengisahkan perjalanan studi antropologinya tentang tarian ritual keraton Surakarta pada tahun 1920-an
Sang penari sedang memperagakan tari srimpi.

Pada masyarakat etnis Jawa, siger biasanya digunakan dalam pertunjukan kebudayaan (salah satunya dalam bentuk tarian) yang umumnya ditampilkan di wilayah atau kawasan keraton dan sekitarnya. Selain itu, siger juga kerap digunakan dalam adat maupun ritus pernikahan khas Jawa Timur; diantaranya adalah adat Malang Keprabon,[9] Malang Keputren,[10] Sidoarjo Putri Jenggolo,[11] Blitar Kartika Rukmi, Blitar Kresnayana, dan lain sebagainya.[12] Dalam bahasa Jawa dialek timur, istilah siger (atau terkadang juga dieja sebagai singker ataupun singkar) juga memiliki sinonim; diantaranya yakni jamang (ꦗꦩꦁ) ataupun jamaus (ꦗꦩꦲꦸꦱ꧀).[13]

Suku Bali

Penari Bali mengenakan siger

Pada masyarakat etnis Bali, siger umumnya digunakan dalam pertunjukan tari-tarian, salah satunya yakni siger yang digunakan dalam tari Manuk Rawa yang memiliki karakteristik siger berbentuk burung air.

Referensi

  1. ^ Wibisana, Wahyu (1986). Arti Perlambang Dan Fungsi Tata Rias Pengantin Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Budaya Daerah Jawa Barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. 
  2. ^ Alfrianto, Kristoforus (2020). "Makna Nilai Silas dalam Perkawinan Katolik Sunda" (dalam bahasa Inggris and Bahasa Indonesia). 15 (1). Sineger tengah sendiri artinya adalah jalan tengah. Orang Kenekes (Baduy) juga menyebutnya sebagai Siger Tengah. 
  3. ^ Djunatan, Stephanus (2009). "The Nuance of Affirmation: The Epistemological Foundation of Sundanese Wisdom" [Nuansa Penegasan: Landasan Epistemologi Kearifan Sunda] (dalam bahasa Inggris and Bahasa Indonesia). 25 (1). The term siger tengah, or 'comprehensive awareness', is the third feature, which maintains both sides and simultaneously causes them to correlate. 
  4. ^ Sumardjo, Jakob (2018). "Revitalisasi Kearifan Lokal Sunda". Jurnal Budaya Nusantara (dalam bahasa Inggris and Bahasa Indonesia). 1 (2). 
  5. ^ "Pelestarian Budaya Keris di Surakarta pada Era Masa Kini". Jurnal Seni Rupa dan Desain. 2021. 
  6. ^ "Sigeh Pengunten - Pringsewu". Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2015. 
  7. ^ "Sigeh Penguten". Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2014. 
  8. ^ Handirzon, Mirzon (2017). "Makna Filosofis Sigokh Pada Masyarakat Adat Lampung Saibatin (Studi Pada Marga Pugung Penengahan Kecamatan Lemong Kabupaten Pesisir Barat)". Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung. 
  9. ^ "Pakaian Pengantin Malang Keprabon". kebudayaan.kemdikbud.go.id. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2016. 
  10. ^ "Keanggunan Dalam Busana Pengantin Malang Keputren". kebudayaan.kemdikbud.go.id. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2016. 
  11. ^ "Pengantin Putri Jenggolo, Tatacara Perkawinan di Sidoarjo". kebudayaan.kemdikbud.go.id. Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia. 2019. 
  12. ^ "Jarang Terekspos, 6 Riasan Pengantin Adat Jawa Timur Ini Keren Parah". idntimes.com. Jawa Timur: IDN TIMES. 2020. 
  13. ^ "Adat Kemanten Malang". jawatimuran.disperpusip.jatimprov.go.id. Malang: Dinas Perpustakaan & Kearsipan Jawa Timur. 2012.