Tabungan Pembangunan Nasional

Tabungan Pembangunan Nasional atau yang disingkat Tabanas, adalah produk perbankan tabungan yang identik dengan Bank Tabungan Negara dan Pos Indonesia pada era 1970-an.

Sejarah

Di era 1970-an minat masyarakat Indonesia untuk menabung di bank sangat rendah dikarenakan animo masyarakat pada saat itu belum terlalu mengenal produk perbankan dan rasa khawatir akan keamanan aset mereka.

Karena itulah, untuk mengajarkan kebiasaan menabung sekaligus menarik dana masyarakat bagi kegiatan pembangunan, Radius Prawiro yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia meluncurkan program Tabungan Berhadiah pada Februari 1969 yang dilaksanakan oleh bank-bank pemerintah dan swasta.

Sayangnya, program ini tidak berumur panjang karena minat masyarakat masih kecil. Selain karena tabungan ini terikat jangka waktu (6 bulan dan 12 bulan), masyarakat juga hanya tergiur untuk menabung ketika suku bunga yang ditawarkan besar. Saat suku bunga tabungan turun, berkurang pula jumlah penabungnya.

Akhirnya, pada 1 Agustus 1971, pemerintah menghentikan program ini dan menggantikannya dengan Tabungan Pembangunan Nasional (Tabanas) dan Tabungan Asuransi Berjangka (Taska). Berbeda dengan Tabungan Berhadiah 1969, Tabanas tidak terikat jumlah dan jangka waktu penyetoran atau pengambilan.

Untuk menyukseskan program ini, pemerintah melibatkan semua bank pemerintah serta beberapa bank swasta yang memenuhi syarat. Diantara bank yang bisa menghimpun dana masyarakat melalui Tabanas dan Taska adalah Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor Indonesia (Eksim), Bank Negara Indonesia (BNI) 1946, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN) dan beberapa bank swasta nasional lainnya.

Kampanye gerakan menabung juga kian gencar dilakukan pemerintah. Selain untuk menyasar masyarakat umum, pemerintah juga mendorong Tabanas ini sebagai salah satu unsur pendidikan menabung bagi anak-anak muda. Untuk menyosialisasikan gerakan menabung di kalangan anak sekolah dan anak muda, pemerintah menyelenggarakan sayembara mengarang bacaan anak tingkat nasional. Hasilnya, terbit buku Tabanas Membawa Bahagia yang ditulis Jauhari Iskak pada 1977. Dalam buku ini Jauhari mengisahkan seorang anak yang gemar menabung mendapat undian berhadiah sehingga mendorong orangtuanya untuk menabung pula.

Dari semua bank yang dilibatkan pemerintah dalam program Tabanas dan Taska ini, BTN mendapat perlakuan khusus yang istimewa. BTN diperbolehkan menggandeng Kantor Pos Indonesia sebagai kantor kas tempat penyetoran dan pengambilan dana tabungan. Dengan demikian, masyarakat bisa lebih mudah untuk menabung karena tidak harus datang ke bank yang saat itu jumlah kantor kasnya terbatas. Karena itu, di buku Tabanas dari BTN, ada kolom validasi yang ditandatangani oleh Pegawai Pos.

Dukungan dan kolaborasi BTN dengan Kantor Pos membuat buku Tabanas dari BTN menjadi lebih populer dibanding bank-bank penyelenggara Tabanas lainnya. Hingga kemudian nama Tabanas seolah menjadi identik dengan Kantor Pos dan BTN. Jika ditanyakan pada anak-anak muda saat itu, kemana mereka menabung, meluncur jawaban otomatis, "Kantor Pos atau Bank Tabungan Negara!"

Tabanas kemudian menjelma menjadi tabungan favorit masyarakat. Ini karena Tabanas bebas biaya administrasi dan sangat terjangkau terutama bagi para pelajar karena saldo minimalnya sangat kecil sehingga para pelajar bisa menyisihkan sedikit uang sakunya untuk ditabung.

Sayangnya, program Tabanas harus berakhir riwayatnya seiring pemberlakuan kebijakan liberalisasi dan deregulasi perbankan. Pada 1 Desember 1989, Bank Indonesia di bawah Gubernur Adrianus Mooy, mengeluarkan SK Direksi BI No 22/63/KEP/DIR yang isinya mencabut sejumlah Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia yang menjadi dasar dan terkait dengan penyelenggaraan Tabanas dan Taska.

Pada tanggal yang sama, terbit pula Surat Edaran Bank Indonesia No. 22/133/UPG yang menyebutkan bahwa jaminan Bank Indonesia terhadap Tabanas dan Taska juga dicabut. Ini artinya setiap bank tidak lagi diwajibkan menjalankan Tabanas, meskipun masih diperkenankan menggunakan nama Tabanas dengan menambahkan identitas bank yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap bank diperbolehkan menerbitkan jenis tabungan sendiri-sendiri. Secara perlahan, Tabanas pun hilang dari peredaran.[1]

Rujukan