Syarif Hasyim dari Siak
Yang Dipertuan Besar As-Sayyidi Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin adalah sultan ke-11 dari Kesultanan Siak Sri Inderapura dan rantau jajahannya.[1][2] Ia dinobatkan pada tanggal 25 Oktober 1889, dan bertahta selama 19 tahun, yaitu antara 1889-1908.[1] Ia bergelar Sayyid, sebab ia adalah keturunan dari Sayyid Ali bin Utsman bin Abdurrahman, atau gelarnya Sultan Ali Abdul Jalil Saifuddin, yaitu sultan pertama dari keturunan Arab dan keluarga kerajaan Melayu Siak.[3] PenobatanSultan Syarif Hasyim dinobatkan menjadi penguasa sebagai pengganti ayahnya, Sultan Syarif Kasim I.[4][5] Ia sebenarnya bukanlah putra yang tertua, namun saudara-saudaranya yaitu Tengku Muda dan Tengku Bagus melakukan perlawanan kepada Belanda, sehingga mereka ditangkap dan diasingkan oleh Belanda ke Bengkalis, Riau.[5][6][7] Beberapa saudara lainnya adalah Tengku Embung, Tengku Tanudi, Tengku Hasyim, Tengku Mah Bungsu dan Tengku Anum.[7] Masa pemerintahanPada masa kekuasaan Syarif Hasyim, Kesultanan Siak Sri Inderapura berkembang kemakmurannya, dengan wilayah yang terbentang sejak Langkat hingga Jambi.[8] Syarif Hasyim melakukan perubahan sistem pemerintahan kesultanan, menjadi sistem pemerintahan konstitusional, dengan menyusun kitab undang-undang dasar tertulis Kesultanan Siak Sri Indrapura, yang diberinya nama Babul Qawa'id (bahasa Arab, artinya 'pintu segala pegangan'), atau disingkat Al-Qawa'id saja.[9][10] Dalam sistem tatanegara dalam kitab tersebut, Sultan Siak menjadi pemangku tertinggi kekuasaan, yang dibantu oleh para pejabat kesultanan yang memimpin berbagai lembaga di pusat maupun daerah, serta dibahas pula tentang hukum adat-istiadat Kesultanan Siak.[9][11] Undang-undang setebal 90 halaman tersebut juga mengatur tentang hukum yang dikenakan terhadap orang Melayu serta bangsa-bangsa lain yang berhubungan dengan orang Melayu di Siak, serta bagaimana menegakkan hukum melalui proses pengadilan kesultanan atau pengadilan Belanda.[9][11] Sultan Syarif juga membangun istana kerajaan di hulu Sungai Siak, yang dinamakan Istana Asserayyah Alhasyimiyah atau disebut juga Istana Matahari Timur.[2][8][12][13] Istana tersebut dibangun dengan gaya arsitektur campuran Eropa, Arab, dan Melayu.[12][13] Sultan juga menjalin hubungan dengan luar negeri, bahkan melakukan lawatan ke Eropa pada tahun 1896.[2][6] KeluargaSyarif Hasyim menikah dengan Tengku Jok, dan memiliki anak yang kelak menggantikan kedudukannya, yaitu Syarif Kasim II.[4] Selain itu, Syarif Hasyim juga menikah dengan seorang istri lainnya, dan memiliki anak Tengku Long Putih.[4] WafatSyarif Hasyim wafat di Singapura pada 2 April 1908. Jasadnya diantar dengan kapal uap ke Siak dan dimakamkan di kompleks Makam Koto Tinggi, tidak jauh dari istananya.[1] Anaknya, Syarif Kasim II, naik tahta menggantikannya pada tahun 1915.[1][2] Saat ini, nama sultan juga diabadikan sebagai nama taman hutan raya di Provinsi Riau, yaitu Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim.[14] Lihat pulaReferensi
|