Akibat tindakan Sultan Sayyid Ismail yang bekerjasama dengan Belanda, Mangkubumi Tengku Putra acuh tak acuh terhadap tindakan sultan. Ia melalukan pengacauan di dalam kesultanan. Ditambah lagi pemberontakan yang dilakukan oleh ipar sultan, yaitu Tengku Do di negeri Tanah Putih. Untuk mematahkan usaha itu, sultan memecat Tengku Putera dan menunjuk saudaranya Tengku Syarif Kesuma[1] sebagai mangkubumi. Tengku Putera pun akhirnya berkelana di daerah Kampar.[2]
Syarif Ismail semakin lama semakin sering bekerjasama dengan pihak-pihak penentang Belanda, hingga membuat Belanda kecewa. Akhirnya pada tahun 1864, Belanda menunjuk mangkubumi Tengku Syarif Kesuma sebagai Yang Dipertuan Besar Siak. Baginda pun naik tahta dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin. Tak lama setelah itu, Syarif Ismail meninggal dunia dan dimakamkan di Koto Tinggi.[2]
Rujukan
^ abOK Nizami Jamil (2011), Sejarah Kerajaan Siak, CV Sukabina Pekanbaru & LAM Kab. Siak.
^ abMuchtar Luthfi, dkk (1999), Sejarah Riau, Biro Bina Sosial Setwilda Tk I Riau.