Syamsul Ma'arif
Mayor Jenderal TNI (Purn.) Syamsul Maarif (lahir 27 September 1950) adalah seorang purnawirawan TNI AD yang menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana pertama (2008-2015). Syamsul lahir dari pasangan orangtua Bapak H. Imam Suhadi dan Ibu Hj. Rusminah. Syamsul Maarif menikah dengan Hj. Nanik Kadariyani, seorang gadis dari Kauman Gg. 4, Pare, Kediri, Jawa Timur. Hj. Nanik Kadariyani lahir pada 24 Agustus 1955 dari pasangan orangtua Bapak H. Kasan Pratikno dan Hj. Daliyani. Mengawali karier militer di TNI Angkatan Darat, Syamsul Maarif yang lulus dari Akabri Tahun 1973, menjabat sebagai Danton STTB Kiban Yon 743 Kupang. Syamsul Maarif merupakan alumni Akademi Militer lulus tahun 1973. Jabatan terakhir beliau sebagai perwira tinggi adalah sebagai Aster Kasum TNI (2005-2006) dengan pangkat Mayor Jenderal. Selain pendidikan militer, pria ini juga menempuh pendidikan S1 Administrasi Negara diambil di FISIP Universitas Terbuka (1995), pendidikan S2 Ilmu-Ilmu Sosial diambil di FISIP Universitas Airlangga (2002) dan pendidikan terakhirnya adalah Doktor (S3) Sosiologi Militer yang diambil di FISIP Universitas Indonesia (UI) Jakarta (2007). BiografiSyamsul Maarif dipercaya oleh Presiden Sebelum dilantik sebagi Kepala BNPB, alih status dari anggota TNI aktif menjadi PNS (IV e) dan dilantik sebagai Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana (Bakornas PB) dari tahun 2006-2008,dibawah Wapres yg bertindak sebagai Ketua (ex officio) Bakornas PB. untuk mengisi posisi kosong sebagai Kepala Pelaksana Harian Bakornas sebagai eselon I hingga ketika BNPB terbentuk tahun 2008 dia diangkat sebagai Kepala BNPB dengan posisi setingkat menteri, sesuai UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, adalah jabatan setingkat Menteri, yang berkedudukan langsung di bawah Presiden. Syamsul Maarif dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang dipimpinnya berkerja keras mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan yang terjadi di Indonesia secara terpadu dan juga melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada saat, dan setelah terjadi bencana yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan darurat, dan pemulihan. Pada saat kejadian bencana di Aceh akhir tahun 2004, Syamsul Maarif terlibat langsung dalam penanganan tsunami, saat itu pria yang pernah menjadi Danrem Bhaskara Jaya Surabaya, Kasdam V/Brawijaya dan Kapuspen TNI di era reformasi ini sudah menjabat Aster Kasum TNI. Syamsul Maarif juga terlibat dalam penanganan gempa di Jogja tahun 2006. Pada tahun yang sama Syamsul Maarif juga berperan aktif mengendalikan bencana asap saat terjadi kebakaran hutan, di Kalimantan maupun di Sumatra tahun 2006. Tak terhitung berapa kali terjadi bencana alam di Indonesia, Kinerja BNPB di bawah kepemimpinan Syamsul Maarif cukup menonjol dan berhasil melakukan penanganan serta evakuasi korban serta menyelesaikan pemulihan pasca bencana, juga memberikan informasi pencegahan dan melatih kesigapan masyarakat akan bencana alam. Atas jasa dan peran sertanya dalam penanggulangan bencana gunung Gunung Merapi, Universitas Gajah Mada dalam Malam Anugerah Insan Berprestasi dalam rangkaian kegiatan Dies Natalis ke-61 UGM di Balai Senat, memberikan penghargaan Nusa Reksa Pratama pada tahun 2010. Penghargaan tersebut diberikan secara langsung oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., selain Prof. Dr. Syamsul Maarif, M.Si. Penghargaan juga diberikan kepada Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Dr. Ir. Surono, Syamsul Maarif, dan kepada 17 alumni, termasuk di antaranya lima orang senior yang berjasa sebagai pengerah tenaga mahasiswa, 18 mahasiswa berprestasi, 15 dosen berprestasi, dan 28 pegawai di lingkungan universitas negeri tertua di Indonesia ini. Tahun 2011 Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden Republik Indonesia juga memberikan penghargaan Bintang Mahaputera Utama. Syamsul Maarif beserta istri juga menerima gelar adat Sangsako yang diberikan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Padang Pariaman dan Kota Pariaman, Tahun 2012. Gelar yang diterima Syamsul Maarif, Yang Dipertuan Raja Maulana Pagar Alam, dan Nanik Kadaryani diberi gelar Puti Reno Anggun Suri sebagai penghargaan atas peran serta jasanya pada penanganan pasca gempa bumi Sumatera Barat tahun 2009. Selama berkarier di dunia militer dan penanggulangan bencana, Syamsul Maarif telah melakukan penugasan di luar negeri. Penugasan pertama di Program Sus Tactical Intellegence Officer di Amerika Serikat pada tahun 1985 – 1986. Beberapa penugasan lain antara lain di negara – negara ASEAN, Selandia Baru, Kamboja, Australia, Turki, Spanyol, Belanda, dan Mesir. Selain itu pada tahun 2003 – 2006 juga sebagai Ketua Delegasi Indonesia dalam Pokja Sosek Malindo, serta menjadi keynote speaker pada World Reconstruction Conference di kantor PBB Jenewa, Swiss. Pada tahun 2010, Syamsul Maarif sebagai Ketua Delegasi Pemerintah Indonesia pada 4th Asian Ministerial Conference for Disaster Risk Reduction di Incheon, Korea Selatan. Pada tahun 2011 ditunjuk oleh Presiden RI, Dr. Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai focal point dan hadir pada 3rd Global Platform for Disaster Risk Reduction di Jenewa, Swiss sebagai ketua delegasi Indonesia dan Presiden RI mendapat penghargaan “Global Champion for Disaster Risk Reduction” pada acara ini. Pada tahun 2012 bertindak sebagai Chairman 5th Asian Ministerial Conference for Disaster Risk Reduction di Yogyakarta yang dihadiri ± 3.000 peserta dari 62 negara. Mengenai seni, ternyata Syamsul Maarif juga hobi dengan musik beraliran jazz, bahkan sudah menciptakan beberapa lagu. Tidak hanya lagu beraliran jazz yang diciptakan oleh Syamsul Maarif, Hymne Bhakti Pertiwi dan Mars Tangguh adalah lagu yang diciptakan sebagai perenungan kepada penggiat kemanusiaan. Bahkan selain lagu, Syamsul Maarif juga mengarang puisi yang berjudul ''SENANDUNG KENANGAN''. Puisi tersebut dipersembahkan Prof. Dr. Syamsul Maarif untuk mengenang rekan-rekan Cadaka Dharma, PuncakTidar yang gugur sebagai Kusuma Bangsa. Pendidikan
Militer
Penugasan MiliterOperasi Intelijen di perbatasan Timor Timur pada Tahun 1974
KarierSejak Tahun (1974 – 1988) Danton hingga Wadanyon di Kodam IX/Udayana, Bali, dan Nusa Tenggara. Selanjutnya selama periode (1989 – 1997) menjabat sebagai Danyon, Dandim, Danrem, serta Kasdam di lingkungan Kodam V/Brawijaya, Jawa Timur.
Penghargaan
Gelar kehormatan
Buku
Jurnal ilmiah
Seminar internasional
Referensi |