Syafiuddin Kartasasmita, S.H. (5 Desember 1940 – 26 Juli 2001) adalah Hakim Agung / Ketua Muda Bidang Pidana Mahkamah Agung Republik Indonesia yang menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara dan denda Rp 30,6 miliar kepada Tommy Soeharto dalam kasasi kasus tukar guling tanah milik Bulog dengan PT Goro Batara Sakti. Ia tewas dalam perjalanan menuju kantornya. Ia dibunuh oleh empat orang yang mengendarai dua sepeda motor Yamaha RX King yang melepaskan empat tembakan ke tubuh Hakim Agung tersebut.[2]
Untuk kasus penembakan Syafiuddin, Tommy diganjar dengan hukuman 15 tahun, tetapi setelah peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung, ditambah dengan berbagai pengurangan hukuman (remisi), Tommy akhirnya hanya mendekam selama 4 tahun di penjara.[3]
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.
Kasus Tommy Soeharto
Pada April 1999, Tommy Soeharto bersama rekan bisnisnya, Ricardo Gelael, disidang atas penipuan lahan senilai $11 juta.[6] Mereka dinyatakan tidak bersalah pada Oktober 1999 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada September 2000, panel tiga Hakim Agung yang dipimpin Syafiuddin Kartasasmita membatalkan putusan tersebut dan menjatuhkan hukuman penjara selama 18 bulan kepada Tommy dan Gelael atas tindak pidana korupsi. Tommy menolak dipenjara dan bersembunyi.[7] Istri Kartasasmita kemudian menduga bahwa suaminya menolak suap sebesar $20.000 dari Tommy.[8]
Pada Juli 2001, Tommy membayar Rp100 juta kepada dua pembunuh bayaran untuk membunuh Kartasasmita. Kartasasmita ditembak mati di tengah perjalanan ke kantor.[9] Mahkamah Agung Indonesia yang dikenal sangat korup[10] menanggapi kasus pembunuhan ini dengan membatalkan putusan korupsi Tommy pada Oktober 2001. Tindakan ini dinilai sebagai bagian dari kesepakatan agar ia keluar dari persembunyian. The Jakarta Post menulis bahwa putusan tersebut "melenyapkan remah-remah kredibilitas yang tersisa dari penegak hukum tertinggi di negara ini".[11]
Pada tanggal 26 Juli 2002, Tommy dihukum 15 tahun penjara atas pembunuhan, kepemilikan senjata api ilegal, dan menghindari penahanan. Kasus pembunuhan sebenarnya diganjar hukuman mati, tetapi jaksa hanya menuntut kurungan 15 tahun.[12] Tommy jarang menghadiri sidang, mengaku sakit, dan absen saat putusannya dibacakan. Para pendukung bayarannya hadir di luar ruang sidang.[13]