Swietenia Puspa Lestari (lahir 23 Desember 1994) adalah seorang penyelam bawah laut, lulusan teknik lingkungan, dan aktivis lingkungan berkebangsaan Indonesia.[1]
Kehidupan
Swietenia Puspa Lestari, seorang aktivitas yang aktif untuk bidang kebersihan laut melalui Yayasan Penyelam Lestari Indonesia atau Divers Clean Action (DCA), ia telah dianugerahi banyak penghargaan baik di tingkat nasional maupun internasional. Ketertarikannya pada perlindungan lingkungan dimulai ketika ia mulai belajar tentang sistem pengelolaan sampah pada tahun 2015 saat masih menjadi mahasiswa Teknik Lingkungan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Pengalaman ayahnya di Kepulauan Seribu antara tahun 2003-2007 memperkenalkan Tenia pada laut, di mana dia sering menyelam di sekitar utara pulau Jakarta.[2]
Tenia yang merupakan wanita kelahiran Bogor tersebut mulai menunjukkan ketertarikannya terhadap laut sejak ayahnya ditugaskan di Pulau Pramuka, sebuah pulau yang terletak di dalam gugusan Kepulauan Seribu, yang sejak kecil sudah giat menyelam dan sangat menyukai hal tersebut. Ia menempuh studi teknik lingkungan di Institut Teknologi Bandung dan diwisuda pada tahun 2017.[3] Tenia merupakan salah satu pendiri sekaligus menjabat sebagai direktur eksekutif dari Divers Clean Action, sebuah komunitas aksi peduli lingkungan yang bermarkas di Jakarta.[4][5]
Dari situ, dia menyadari tantangan serius dari jumlah sampah yang mengancam ekosistem laut di Kepulauan Seribu. Untuk mengatasi masalah ini, dia mulai mendorong masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik dan mengelola sampah plastik dengan lebih baik. Pada tahun 2015, dia mendirikan Divers Clean Action (DCA) dengan fokus utama pada membersihkan sampah di lautan, terutama di Kepulauan Seribu, Jakarta.
Waktu itu, perhatian terhadap masalah sampah laut belum sebesar sekarang. Namun, dengan banyaknya pembicaraan tentang sampah darat, tempat pembuangan akhir (TPA), tempat pembuangan sementara (TPS), dan sungai, dia memutuskan untuk mendirikan komunitas di bidang pelestarian lingkungan tersebut. Komunitas ini mulai terbentuk ketika Tenia dan kedua sahabatnya mengadakan acara bersih-bersih untuk mengumpulkan data sebelum menentukan langkah-langkah selanjutnya.
Selain itu, pada waktu yang sama, penelitian oleh Jenna Jambeck menyoroti bahwa Indonesia adalah peringkat kedua dalam penyumbang sampah laut di dunia. Hal ini mendorong komunitasnya untuk melakukan kegiatan pembersihan secara rutin setiap satu atau dua bulan sekali.
Sebagai seorang penyelam, Lestari sering menemukan sampah tersebar di pantai atau permukaan laut. Indonesia sering disebut sebagai produsen sampah plastik di laut terbesar kedua setelah China, dengan jumlah sampah plastik yang masuk ke laut mencapai sekitar 1,29 juta ton per tahun menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).[6]
Program DCA
Salah satu program pertama DCA adalah Marine Debris Research, yang melibatkan kegiatan bersih-bersih oleh warga di pinggir pantai dan bawah laut, termasuk di daerah-daerah perumahan, untuk mengumpulkan data. Data dari riset ini dapat diakses oleh publik melalui situs web mereka, yang bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Data ini digunakan untuk mendukung program-program DCA, termasuk kampanye dan pelatihan secara online dan offline yang ditujukan untuk pemuda, seperti INA-Youth Marine Debris Summit.
Salah satu dari tiga program yang dijalankan adalah Pembangunan Komunitas atau Community Development. Tenia menjelaskan bahwa program ini dilaksanakan dengan upaya membina daerah selama periode waktu yang beragam, mulai dari enam bulan hingga tiga tahun. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi sampah yang mencemari laut dari daerah tersebut.
Sementara itu, program keempat dari DCA adalah berkolaborasi dengan perusahaan swasta. Biasanya ini dilakukan dalam bentuk kerja sama CSR atau EPR Facilitator, di mana perusahaan-perusahaan swasta diminta untuk secara sistematis mengubah proses bisnis mereka agar dapat membantu mengurangi sampah di laut.
Tenia juga mencatat bahwa pandemi Covid-19 telah membatasi aktivitas relawan dari segi sosialnya. Namun, program-programnya tetap berjalan meskipun ada penyesuaian di awal masa pandemi. Selain itu, komunitasnya juga mengurangi promosi wisata.
Sebelum pandemi, Tenia dan komunitasnya aktif dalam kegiatan berkelompok. Mereka juga mengembangkan program perjalanan ekologis masyarakat, namun hal ini belum dapat dilanjutkan selama pandemi. Tenia merasa memiliki pengetahuan dan pengalaman langsung tentang kesulitan mengelola sampah di daerah pesisir. Saat itu, Tenia merasa belum ada pihak yang berhasil memberikan solusi atas kegelisahannya. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk mencoba membantu daerah pesisir yang menjadi perhatiannya.
Saat ini, DCA telah berkembang ke provinsi-provinsi lain di Indonesia dengan lebih dari seribu relawan yang melakukan pembersihan laut dan memberikan edukasi kepada warga pesisir tentang pentingnya memilah sampah. Cita-cita Tenia adalah untuk memiliki laut Indonesia yang bersih dari sampah plastik. Menurut Tenia, DCA sekarang juga mencapai daerah di Jakarta Utara dan Jakarta Timur yang berdekatan dengan sungai, karena menurutnya, masalah sampah laut dan sampah dari darat saling terkait.
Berkat kontribusnya terhadap lingkungan, Tenia menjadi salah satu perempuan yang berpengaruh dalam aktivitas lingkungan di dunia. Dia bahkan diakui sebagai salah satu dari 100 Wanita Paling Menginspirasi oleh BBC[7], menjadi peserta termuda dalam Obama Leader, dan termasuk dalam daftar 30 under 30 Forbes Asia.[8]
Tenia tidak pernah menyangka bahwa dia akan mendirikan sebuah yayasan yang memiliki dampak besar. Awalnya, dia hanya mencari cara terbaik untuk mengatasi kegelisahannya tentang sampah di laut dan pesisir pantai. Dampak dari program tersebut sangat besar, dengan banyak anak muda yang telah dilatih oleh mereka dan meneruskan karya mereka hingga ke Norwegia. Bahkan ada yang telah mendirikan yayasan dan bisnis mereka sendiri berdasarkan pelatihan yang diterima dari program-program tersebut.
Referensi
Pranala luar