Sutan Pangurabaan Pane
Sutan Pangurabaan Pane adalah seorang guru, penulis, wartawan, dan seniman Batak. Atas kemampuannya dalam bahasa Batak, Melayu, Arab, dan Belanda, Sutan Pangurabaan pernah menjadi juru tulis Belanda. Ia menjembatani komunikasi antara Belanda dengan Si Singamangaraja XII selama Perang Toba II.[1] Ia juga merupakan salah satu pendiri dan tokoh Muhammadiyah di Sipirok, Angkola.[2] Kehidupan awalSutan Pangurabaan Pane merupakan lulusan kweekschool (sekolah guru) di Padang Sidempuan. Sekolah itu awalnya bernama Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers Tano Bato, yang dirintis oleh Willem Iskander Nasution. Di sekolah itu, Sutan Pangurabaan dididik oleh Charles Adrian van Ophuijsen. Setelah lulus dari sekolah guru, Sutan Pangurabaan ditempatkan di Muara Sipongi. Ia ditugaskan untuk mengelola sekolah formal yang baru didirikan Belanda di tempat itu. Karena tidak setuju dengan penjajahan Belanda di Muara Sipongi, Sutan Pangurabaan memutuskan meninggalkan profesinya sebagai guru di sekolah Belanda. Ia memilih pindah ke Sibolga dan menjadi wartawan. KarierSejak tahun 1914, ia menjadi wartawan untuk surat kabar Poestaha. Pada tahun 1921, ia mendirikan organisasi Muhammadiyah di Sipirok. Pada tahun 1927, ia mendirikan dan memimpin surat kabar berbahasa Batak Angkola, Sipirok-Pardomoean. Pada tahun 1931, ia mendirikan dan memimpin surat kabar berbahasa Indonesia Surya di Sibolga. Pada 1 Januari 1937, ia mendirikan perusahaan transportasi bus Sibualbuali, mengambil nama Gunung Sibualbuali di desa kelahirannya. Bus ini melayani rute pulang pergi dari Sipirok menuju Padang Sidempuan, Sibolga, Tarutung, Pematang Siantar, Medan, Pekanbaru, Palembang, Jambi, dan Lampung.[3] Pergerakan politikSutan Pangurabaan pernah memimpin Partai Indonesia (Partindo) cabang Tapanuli (1913-1936) dan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) (1937-1942). Karya
Referensi
|