Suleiman Kabalan Frangieh (nama belakang juga dieja Frangié, Franjieh, atau Franjiyeh ; bahasa Arab : سليمان فرنجية ; 15 Juni 1910 – 23 Juli 1992) adalah seorang Politikus Lebanon pro-Suriah yang menjabat sebagai Presiden Lebanon dari tahun 1970 hingga 1976.
Suleiman Frangieh adalah keturunan salah satu keluarga Maronit terkemuka di Zgharta, dekat Tripoli ; nama keluarga tersebut berasal dari Bahasa Yunani Φρὰγκοι (diucapkan "Frangi"), yang diambil dari nama suku Frank.
Frangieh lahir di Zgharta pada 15 Juni 1910.[1] Ia adalah putra kedua dari seorang politikus, Kabalan Suleiman Frangieh. Ibunya adalah Lamia Raffoul. Kabalan Frangieh adalah gubernur distrik Ehden (1908–1913) dan anggota Parlemen (1929–1932). Kakeknya, Suleiman Ghnatios Frangieh, adalah gubernur distrik Ehden (1904–1908). Saudara laki-laki Suleiman Frangieh, Hamid menjabat sebagai menteri luar negeri di bawah mandat Prancis pada tahun 1939. Meskipun keluarga Frangieh adalah pemilik tanah di masa Ottoman, mereka mungkin memperoleh sebagian besar kekayaan mereka melalui kegiatan perdagangan dan bisnis.
Suleiman Kabalan Frangieh menerima pendidikan di Antoura, dekat Beirut.[2] Ia juga dididik di Tripoli dan Beirut.[3]
Perang Saudara Lebanon
Perang saudara di Lebanon dimulai pada 13 April 1975. Frangieh sebagai Presiden Lebanon mendeklarasikan Dokumen Konstitusi pada 14 Februari 1976 yang merupakan inisiatif serius pertama untuk mengakhiri konflik dan mencapai konsensus. Dokumen tersebut memberdayakan Perdana Menteri Lebanon dan menyarankan "kesetaraan antara Kristen dan Muslim di Parlemen", mengurangi kekuatan Maronit.[4] Meskipun didukung oleh politisi besar dan pemimpin Agama, hal itu tidak dapat mencapai tujuannya.
Kemudian Frangieh mengundang Pasukan Suriah ke Lebanon pada bulan Mei 1976 pada tahap awal Perang Saudara Lebanon.[5] Dia mendapat dukungan penuh dari orang Kristen Lebanon dalam hal ini, karena mereka berpikir bahwa Suriah akan mampu memaksakan Gencatan senjata dan melindungi orang Kristen. Dia dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas jatuhnya Lebanon ke dalam perang pada pertengahan tahun 1970-an.[6]
Ketika Perang Saudara Lebanon dimulai, Frangieh membentuk Milisi, Brigade Marada, di bawah komando putranya Tony Frangieh. Awalnya ia berpartisipasi dalam Front Lebanon, koalisi politikus dan pemimpin milisi Sayap kanan yang sebagian besar beragama Kristen, tetapi pada awal tahun 1978 ia memutuskan hubungan dengan mereka karena kecenderungannya sendiri yang pro-Suriah. Pada bulan Juni 1978, Tony, bersama istri dan bayi perempuannya, dibunuh oleh milisi dengan tuduhan bahwa milisi Phalangis merencanakan pembunuhan tersebut. Pembunuhan tersebut dikenal sebagai pembantaian Ehden yang menyebabkan kekuatan keluarga Frangieh menurun.[7] Sejak saat itu, Suleiman Frangieh dilaporkan mengalami depresi. Ia bersumpah untuk membalas dendam, dan dalam sebuah wawancara ia menyatakan bahwa "keluarga akan membalas dendam."[8] Menurut beberapa sumber, ia kemudian merencanakan pembunuhan ratusan anggota Phalangis.[9]
Kematian
Suleiman Frangieh meninggal pada usia 82 tahun di rumah sakit Universitas Amerika di Beirut, setelah tiga minggu dirawat di rumah sakit, pada tanggal 23 Juli 1992.[10] Ia dilaporkan meninggal karena Pneumonia akut dan menderita Penyakit jantung dan perut. Ia dimakamkan di Ehden di samping putranya Tony.[11]