Suku Livonia
Livonia atau Liv (bahasa Livonia: līvlizt) adalah penduduk asli wilayah Latvia utara dan Estonia barat daya.[4] Mereka menuturkan bahasa Livonia yang tergolong dalam rumpun bahasa Ural; bahasa ini berhubungan erat dengan bahasa Estonia dan bahasa Finlandia. Penutur asli terakhir bahasa tersebut meninggal pada tahun 2013.[5] Pada tahun 2010, diperkirakan terdapat 30 orang yang telah mempelajari bahasa ini sebagai bahasa kedua. Faktor-faktor sejarah, sosial dan ekonomi dan populasi yang tersebar mengakibatkan penurunan jumlah orang Livonia, dan pada abad ke-21 hanya sedikit jumlah orang Livonia yang masih bertahan. Pada tahun 2011, terdapat 250 orang yang mengklaim sebagai orang Livonia di Latvia.[1] SejarahTahun pasti kedatangan orang-orang Ural ke wilayah Livonia masih diperdebatkan. Menurut perkiraan linguistik, nenek moyang orang Livonia modern tiba di pesisir timur Laut Baltik di sekitar Teluk Riga paling awal pada tahun 1800 SM,[6][7] sementara penelitian haplogrup kromosom Y menunjukkan bahwa mereka datang 5.000 tahun yang lalu, dan interaksi antara suku-suku Finn dengan Balt sesudahnya memicu konversi linguistik beberapa kelompok Uralik di sekitarnya seperti Lituania dan Estonia.[8] Secara historis, suku Livonia tinggal di dua wilayah yang terpisah di Latvia: satu kelompok di Livonia dan yang lainnya di pesisir utara Courland. Orang-orang Livonia menjuluki diri mereka rāndalist ("penghuni pesisir") dan bermata pencaharian dalam bidang perikanan, agrikultur dan peternakan. Mereka mengendalikan rute perdagangan yang penting di Sungai Daugava (Livonia: Väina), sehingga budaya mereka berkembang melalui perdagangan dengan orang-orang Gotland, Rusia, Finn, dan semenjak akhir millenium pertama dengan orang-orang Jerman, Swedia, dan Denmark. Namun, dengan berkembangnya perdagangan datang pula misionaris dari Eropa Barat yang ingin mengkristenkan orang-orang Livonia yang pagan. Ketika upaya ini kurang berhasil, ordo Fratres militiæ Christi Livoniae didirikan untuk memaksa mereka menjadi Kristen. Akibatnya, Perang Salib Livonia meletus dan ordo tersebut berhasil menundukan orang-orang Livonia. Pada tahun 1208, Paus Innosensius III menyatakan bahwa semua orang Livonia telah menjadi Kristen.[9] Namun, perang tersebut mengakibatkan kehancuran wilayah Livonia dan banyak penduduk yang tewas. Suku-suku Latvia kemudian datang ke wilayah lembah Daugava pada tahun 1220 dan mengisi kekosongan yang diakibatkan oleh perang. Beberapa abad berikutnya, akibat peperangan antara kekuatan-kekuatan besar Eropa di wilayah Livonia (seperti Perang Livonia yang melibatkan Ketsaran Rusia melawan koalisi Denmark, Persemakmuran Polandia-Lituania, dan Swedia) dan bercampurnya pengungsi, orang-orang Livonia pada akhirnya terasimilasi dalam kelompok Latvia. Pada pertengahan akhir abad ke-19, bahasa dan budaya Livonia telah menghilang sepenuhnya. Catatan kaki
Pranala luar |