Sobron lahir di Purbalingga. Setelah lulus dari Sekolah Dasar, dia melanjutkan pendidikannya di SMP 1 Purbalingga, dan SMA 1 Purbalingga. Namun, dia berhenti saat masih duduk di kelas satu SMA, dan menjadi santri di pondok pesantren. Dia kemudian pamit kepada keluarganya, dan berkata bahwa dia akan pergi ke Kalimantan.[1]
Setelah itu, keberadaannya tidak diketahui, hingga akhirnya dia diketahui bergabung dengan kelompok teroris pimpinan Santoso, Mujahidin Indonesia Timur. Identitasnya kemudian terungkap setelah polisi merilis 31 foto DPO yang baru.[3]
Pada 19 September 2016, Satuan Tugas Operasi Tinombala Charlie 16, sedang berpatroli di wilayah perkebunan Tombua dan secara tiba-tiba bertemu dengan Sobron. Sobron kemudian terpojok dan mengambil granat dari sakunya dan berteriak, "Allahu Akbar!" dalam bahasa Arab setelah dia diminta untuk menyerah oleh satgas. Belum sempat melempar granat, satgas kemudian menembaknya di kepala karena dia tidak mau menyerah. Di tubuhnya ditemukan empat buah granat dan dua machete.[2]
Pada 20 September 2016, sehari setelah kematiannya, Kapolres Purbalingga, AKBP Agus Heru Setiawan, mengkonfirmasi bahwa Sobron adalah warga Purbalingga.[1]
Pada 27 September 2016, dia dimakamkan di kampung halamannya di dusun Kedungjampang, desa Karangreja, Kutasari, Kabupaten Purbalingga. Sekitar 200 mengiringi pemakamannya sambil meneriakkan Takbir.[4]
Dengan kematian Sobron, MIT hanya tersisa 11 orang untuk diburu oleh Satgas Tinombala.[5]