Situs Pesanggrahan Gumbirowati secara administratif terletak di dusun Watugajah, Desa Girijati, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi daerah Istimewa Yogyakarta. Bangunan ini diduga oleh masyarakat sekitar sebagai reruntuhan candi, tetapi sebenarnya adalah sebuah pesanggrahan yang dibangun pada zaman Mataram Islam. Oleh karena itu, penamaan kompleks bangunan ini sebenarnya lebih cocok ke Situs Gembirowati karena bangunan ini merupakan bangunan peninggalan masa Islam bukan masa Hindu-Buddha.
Lokasi
Secara astronomis Situs Gembirowati terletak pada 110” 20’ 20,4” BT dan 8” 1’ 3,24” LS, serta berada pada ketinggian 123-130 mdpl yaitu di daerah ujung karst bagian barat dari Pegunungan Sewu dekat dengan pesisir selatan. Situs ini terletak diatas Pantai Parangtritis dan bisa ditempuh beberapa menit dari Pantai Parangtritis, Situs Gembirowati terletak di Kec. Panggang.
Pesanggrahan Gembirowati adalah salah satu tempat yang digunakan sebagai pesanggrahan oleh Sultan Hamengkubuwono II yang memerintah selama tiga periode pada kurun waktu 1792-1828 M. Pembangunan fisik yang dilakukan oleh Sultan Hamengkubuwono II, hampir semuanya berada di luar kraton berupa pesanggrahan. Rujukan atas keberadaan tempat ini adalah Serat Rerenggan Kraton, yang menyebutkan pesanggrahan hasil seni bangun karya Sultan Hamengkubuwono II berjumlah tiga belas buah, tetapi yang masih dapat dilacak keberadaan fisiknya tinggal empat buah, yaitu Pesanggrahan Ngarjokusumo, Wonocatur, Purwokusumo, dan Jowinangun.
Cerita rakyat
Berdasarkan cerita rakyat setempat, situs Gembirowati merupakan tempat tinggal Jogobiro yang mempunyai saudara bernama Bambang Sumantri. Jogobiro mempunyai keadaan fisik menyerupai raksasa sedangkan Bambang Sumantri mempunyai keadaan fisik sebagai kesatria. Karena Jogobiro iri terhadap keadaan fisik saudaranya, maka terjadilah peperangan di tempat tersebut.
Cerita lainnya adalah Dewi Citrowati yang menikah dengan kakak kandungnya karena mereka berpisah sejak kecil. Sang kakak yang bernama Sri Dipo Kusumo adalah seorang pertapa yang terpesona saat melihat kecantikan Dewi Citrowati. Hubungan perkawinan satu darah tersebut ternyata diketahui oleh orang tua mereka, sehingga mereka diasingkan di daerah pesisir selatan Pulau Jawa. Putri yang dibuang oleh ayahnya ini kemudian mendirikan pesanggrahan di Gembirowati. Anak dari hasil perkawinan tersebut setelah dewasa mendirikan istana dan menjadi penguasa di Bukit Boko.
Deskripsi bangunan
Bangunan pesanggrahan Gembirowati ini berbentuk teras yang membujur ke arah barat – timur dengan penyimpangan ±20˚ dan menghadap ke arah selatan. Arah hadap bangunan yang menuju kearah selatan serta keberadaan situs pada tempat yang cukup tinggi ini memberikan pandangan yang cukup leluasa ke arah Lautan Hindia.
Sisa bangunan teras pertama yang berada di bawah berukuran panjang 22,70 m, lebar 0,5 m dan tinggi 1,04 m, sedangkan sisa bangunan kedua yang terletak diatas teras pertama berukuran panjang 16,82 m, lebar 0,5 m dan tinggi 1,20 m. Kedua teras yang terpisah pada jarak 2,10 m dihubungkan oleh tangga berujungkan angkolade dan hiasan palang yunani.
Kedua teras mempunyai bagian depan yang berbingkai–bingkai, berpelipit, berpilar, serta mempunyai hiasan yang berbeda. Unsur-unsur hiasan pada situs Gembirowati mempunyai kemiripan dengan unsur hiasan pada bangunan–bangunan masa Klasik dan masa Islam.
Penelitian dan Pemugaran
Situs Gembirowati pernah dikunjungi oleh ahli purbakala berkebangsaan Belanda pada tahun 1902. F.D.K. Bosch menyatakan bahwa dari arsitektur bangunan, bentuk pilar, dan hiasan yang ada diperkirakan peninggalan ini dibangun sekitar abad ke-16. Pernyataan Bosch tersebut ditulis dalam OV atau Oudheidkundige Verslag (yaitu laporan arkeologi Pemerintah Hindia Belanda) pada tahun 1925.
Penelitian selanjutnya diadakan pada tahun 1982 berupa studi pengumpulan data situs dan tahun 1984/1985 melalui studi kelayakan oleh Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) DIY. Kegiatan studi pengumpulan data disertai pula wawancara dengan sumber-sumber yang diperkirakan mengetahui riwayat keberadaan situs tersebut. Kegiatan pengumpulan data dan studi kelayakan dilanjutkan dengan penggalian pemugaran yang dilaksanakan oleh kantor SPSP DIY pada tahun 1991 dan Kantor SPSP DIY bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada pada tahun 1992. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan, SPSP DIY tahun 1992 dilakukan pemugaran situs tersebut.
Objek lain di dekat situs
Di dekat situs ini juga terdapat Gua Cerme yang indah karena mempunyai bagian batu stalaktit dan stalagmit, sehingga banyak dikunjungi oleh wisatawan asing. Gua yang berada di desa Ploso, kalurahan Giritirto ini, memiliki sungai bawah tanah di dalam bagian dalam gua sepanjang 1,5 km. Selain Gua Cerme, tidak jauh dari sini juga terdapat Gua Suracala, yang banyak dikaitkan dengan sejarah dan legenda Sunan Amangkurat III.
Objek wisata lain yang juga dekat dengan situs ini adalah Sendang Beji, yang menurut legenda warga sekitar sebagai tempat bertemunya Joko Tarub dan Dewi Nawangwulan.
Referensi