Senjata termonuklir
Senjata termonuklir atau yang lebih dikenal dengan bom hidrogen adalah sebuah senjata nuklir yang memanfaatkan energi dari reaksi fisi nuklir utama untuk memadatkan dan membakar reaksi fusi nuklir kedua. Hasilnya adalah sebuah ledakan yang lebih dahsyat dibandingkan dengan ledakan yang dihasilkan oleh senjata-senjata fisi satu tahap. Senjata termonuklir ini biasa disebut bom hidrogen atau disingkat bom H (H-bomb dalam bahasa Inggris) karena senjata tersebut menggunakan reaksi fusi pada isotop hidrogen. Tahapan fisi diperlukan untuk memicu reaksi fusi pada senjata tersebut.[1] Uji coba pertama senjata termonuklir dilakukan oleh Amerika Serikat pada 1952 dengan konsep yang dikembangkan oleh sebagian besar negara yang menggunakan senjata nuklir.[2] Rancangan modern dari semua senjata termonuklir di negara tersebut dikenal dengan susunan Teller–Ulam yang disusun oleh Edward Teller dan Stanislaw Ulam pada 1951[3] untuk Amerika Serikat, dengan beberapa konsep disusun oleh John von Neumann. Bom termonuklir pertama yang siap digunakan adalah "RDS-6s" yang diuji pada 12 Agustus 1953 di Uni Soviet. Perangkat yang sama juga telah dikembangkan oleh Britania Raya, Prancis dan Republik Rakyat Tiongkok. Karena senjata-senjata termonuklir menunjukkan rancangan paling efisien dalam besarnya daya ledak dengan berat di atas 50 kiloton, sebenarnya semua senjata nuklir yang disebarkan oleh lima negara anggota NPT hari ini adalah senjata termonuklir dengan rancangan Teller-Ulam.[4] Ciri utama rancangan senjata termonuklir yang siap digunakan adalah sebagai berikut.
Mekanisme ledakan radiasi pada senjata tersebut disebut mesin kalor yang menggunakan perbedaan suhu antara tahap kedua yang bersuhu tinggi, saluran radiasi sekitar dan bagian dalam senjata yang dingin. Perbedaan suhu tersebut secara singkat dipertahankan oleh sebuah penahan panas kuat yang disebut "pendorong" yang juga berperan dalam melunakkan ledakan serta meningkatkan dan memperpanjang pemadatan pada tahap kedua. Jika dibuat dari uranium, pendorong tersebut dapat menangkap neutron yang dibuat pada reaksi fusi dan fisi yang sedang berjalan sehingga daya seluruh ledakan dapat meningkat. Banyak senjata dengan rancangan Teller–Ulam yang ledakannya didominasi oleh reaksi fisi pada pendorong dan menghasilkan lepasan hasil fisi nuklir radioaktif.[butuh rujukan] Perbedaan dengan Bom AtomDetonasiPerbedaan mendasar antara bom hidrogen dan bom atom adalah proses detonasinya. Bom atom, seperti yang dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima, kekuatan ledaknya merupakan hasil dari pelepasan energi yang tiba-tiba saat membelah inti unsur berat, seperti plutonium. Proses ini dikenal dengan istilah reaksi fisi.Beberapa tahun setelah bom atom pertama dikembangkan di New Mexico, pemerintah Amerika Serikat mengembangkan senjata yang bergantung pada teknologi bom atom tetapi proses detonasinya diperbanyak agar ledakannya lebih kuat. Senjata tersebut dinamakan bom termonuklir. Untuk bom termonuklir, proses detonasinya terdiri dari beberapa bagian. Diawali dengan detonasi sebuah bom atom. Ledakan pertama mewujudkan suhu panas jutaan derajat, sehingga tersedia cukup banyak energi untuk menggabungkan dua inti atom pada tahapan kedua yang dikenal sebagai fusi nuklir. BentukMenurut para pakar, senjata terbaru Korea Utara ini memiliki perbedaan dengan bom atom sebelumnya. Yakni, perangkat dengan bilik yang mengingatkan pada bom hidrogen dua tahap. "Gambarnya menampilkan bentuk yang lebih komplit dari sebuah bom hidrogen dengan bom fisi dan tahapan fusi yang terhubung dalam bentuk jam pasir," ujar Lee Choon-geun, peneliti Science and Technology Policy Institute di Korea Selatan. KekuatanBom termonuklir bisa ratusan hingga ribuan kali lebih kuat dari bom atom. Kekuatan ledakan bom atom seringnya diukur dalam kiloton atau ribuan ton TNT, sementara bom termonuklir biasanya diukur dalam megaton, atau jutaan ton TNT. Target
Lihat pulaReferensi
Daftar pustaka
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Teller-Ulam design.
|