Scrapple atau nama lainnya pon haus atau pan rabbit adalah semacam lumatan dari sisa-sisa potongan daging babi, seperti kepala, otak, hati, dan kulit, dipadu dengan tepung jagung dan gandum. Lumatan ini kemudian dibentuk menjadi batangan seperti roti dan diiris tipis lalu digoreng sebelum dimakan. Resep ini dibuat untuk mengurangi pembuangan secara sia-sia sisa daging di penjagalan.[1]
Scrapple terutama banyak di negara-negara bagian Amerika Serikat bagian mid-atlantik, seperti Delaware, Maryland, New Jersey, Pennsylvania, dan Virginia. Makanan ini bahkan dianggap khas etnis keturunan di Pennsylvania Dutch, terutama di Mennonites dan Amish.
Variasi yang lebih sehat seperti scrapple dari daging kalkun atau sapi juga tersedia.[1]
Sejarah
Scrapple yang memilliki nama lain pon haus kemungkinan turunan dari kata dalam Bahasa Jerman untuk sosis darah yang diberi nama panhas. Para etnis keturunannya di Amerika Serikat membuat variasinya dengan tepung jagung. Resep yang mirip juga sudah diketahui ada di Inggris sejak tahun 1390-an.[2]
Nama pon haus atau panhas masih digunakan setidaknya hingga tahun 1820-an. Nama ini telah ditelusuri William Woys Weaver hingga ke tahun 1500-an. Ia memperkirakan nama panhas adalah turunan dari panna, yang merupakan nama wahana transportasi dari bangsa Keltik.[2]
Scrapple dalam bentuk komersial dimulai sejak 1863 oleh Habberset.
William Woys Weaver, however, has traced panhas back to the 1500’s and thinks that the term may be derived from the word panna which is a type of Celtic vessel. In this way the name of the dish would refer to the vessel it is cooked in, similar to chowders or terrines.[2]
Penyajian
Scrapple biasanya dimakan sebagai sarapan, ditemani mentega apel, saus, mustard, madu, atau sirup mapel.[1]
Pembuatan
Bahan utama pembuatan scrapple adalah jeroan babi, yaitu bagian kepala, jantung, hati, dan potongan-potongan yang terbuang lainnya. Semua bagian ini kemudian direbus dengan masih menempel ke tulang. Setelah direbus, bagian tulang dan lemak dibuang. Daging yang masih tersisa disimpan untuk digiling. Tepung jagung ditambahkan untuk membuat makin kental. Daging yang sudah digiling sampai halus dimasukkan kembali, bersama bumbu-bumbu seperti daun sage, thyme, savory, dan lada hitam. Lumatan yang ada dibentuk batangan seperti roti lalu dibiarkan dingin.
Budaya
Scrapple begitu populernya di Delmarva Peninsula sehingga dibuatkan acara rutin khusus bernama Apple Scrapple Festival. Acara ini diadakan pada akhir minggu kedua bulan Oktober, dan tentunya menjual scrapple di dalamnya.[2]
Variasi
Dalam banyak kebudayaan, makanan mirip scrapple juga ditemukan, antara lain Balkenbrij dari Belanda dengan resep yang mirip, faggot dari Inggris yang menggunakan remahan roti ketimbang tepung jagung, goetta dalam bentuk sosis dari Cincinnati, Haggis dari Skotlandia namun dari jeroan kambing, hingga sosis Weckewerk dari Jerman.
Nutrisi
Setiap porsi saji scrapple berkisar di angka 56 gram. Kalori yang dikandung cukup tinggi, antara 119.3 hingga 120 kalori, atau sekitar 6 persen kebutuhan kalori harian. Lemak yang dikandung juga agak berlebihan, 7,8 - 8 gram per porsi, atau sekitar 17 - 20 persen dari kebutuhan harian yang disarankan Mayo Clinic. Sementara karbohidrat yang dihasilkan per porsi penyajian adalah 7,9 sampai 8 gram. Protein yang dihasilkan makanan ini kurang memadai, yaitu hanya 4,5 sampai 5 gram.[3]
Vitamin A adalah hasil terbaik yang bisa didapatkan makanan ini. Seporsi penyajian scrapple bisa menghasilkan 1/4 kebutuhan vitamin A harian.[3]
Yang harus diwaspadai dari scrapple adalah kadar kolesterol dan garam yang cukup tinggi.[3]
Risiko kesehatan
Dengan kandungan kolesterol dan garam tinggi, memperbesar kemungkinan tekena kanker colorectal, Namun memakan daging dengan batasan disiplin yang ketat, bisa diperbolehkan.[4]
Pranala luar
Referensi
- ^ a b c What The Heck is Scrapple?. dari situs farmersalmanac.com
- ^ a b c d What is Scrapple and What Does it Contain?. dari situs berita culinarylore.com
- ^ a b c Scrapple Nutrition. dari situs healthfully.co
- ^ Killer scrapple! Health authorities are on the attack. dari situs inquirer.com