Rumpun Barito pertama kali diusulkan sebagai subkelompok oleh linguis Alfred Hudson (1967), dengan tiga cabang utama yaitu Barito Barat, Barito Timur, dan Barito-Mahakam (hanya mencakup bahasa Tunjung).[3]
Barito Timur Laut (Taboyan, Lawangan, Bentian, Pasir, Benuaq)
Barito-Mahakam (Tunjung)
Dalam sebuah artikel yang terbit pada tahun 2006, Robert Blust menunjukkan bahwa bahasa-bahasa Sama-Bajau tampaknya juga berbagi inovasi kosakata dengan bahasa-bahasa Barito pada umumnya, walaupun bukti yang ada tidak cukup untuk menyatukannya dengan salah satu dari tiga cabang versi Hudson.[4] Sementara, Smith (2017, 2018) menolak pengelompokan Barito Barat dan Barito Timur karena lemahnya inovasi bersama yang dijadikan dasar pengelompokan keduanya. Ia menaikkan cabang-cabang di bawah Barito Barat dan Timur satu tingkat ke atas dan mengusulkan hubungan beruntai atau linkage antara cabang-cabang ini.[5]
Barito Tenggara (Ma'anyan, Dusun Witu, Dusun Balangan, Malagasi)
Barito Tengah-Timur (Dusun Malang, Dusun Bayang, Paku, Semihim)
Barito Timur Laut (Taboyan, Lawangan, Bentian, Pasir, Benuaq)
Tunjung
Berbeda dari penggolongan konvensional sebuah rumpun yang didasarkan pada inovasi bersama, sebuah untaian menunjukkan pola inovasi bunyi yang saling berkaitan antarcabangnya, tanpa adanya inovasi bermutu tinggi yang dialami oleh seluruh cabang secara bersamaan. Cabang-cabang sebuah untaian diturunkan dari kesinambungan dialek kuno yang mengalami pemajemukan secara in situ, alih-alih sebagai akibat perpecahan populasi dan migrasi.[6] Smith menggambarkan pola persebaran beruntai untuk inovasi bunyi cabang-cabang Barito sebagai berikut (Sama-Bajau diwakilkan oleh bahasa Yakan):
Pola persebaran inovasi ini secara garis besar selaras dengan letak geografis wilayah tutur masing-masing cabang. Cabang yang wilayah tuturnya bertetangga akan berbagi satu atau lebih inovasi yang sama (Malagasi dapat dianggap berasal dari wilayah yang sama dengan bahasa-bahasa Barito Tenggara lainnya). Berdasarkan pola persebaran inovasi ini pula, dapat diperkirakan bahwa leluhur ragam-ragam Sama-Bajau dulunya bertetangga dengan leluhur Barito Barat Daya dan Barito Tenggara, kemungkinan lebih dekat dengan kawasan pesisirnya.[8]
Smith juga mengusulkan bahasa Basap yang dituturkan di timur laut Kalimantan sebagai kerabat bahasa-bahasa Barito yang terputus dari kesinambungan untaian, dan menyebut subkelompok gabungan ini sebagai rumpun Basap–Barito.[9]
Rujukan
Sitiran
^Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Barito Raya". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.Pemeliharaan CS1: Tampilkan editors (link)
^Hudson, Alfred B. 1967. The Barito isolects of Borneo: A classification based on comparative reconstruction and lexicostatistics. Data Paper no. 68, Southeast Asia Program, Department of Asian Studies, Cornell University. Ithaca, N.Y.: Cornell University,
^Blust, Robert. 2006. 'The linguistic macrohistory of the Philippines'. In Liao & Rubino, eds, Current Issues in Philippine Linguistics and Anthropology. pp 31–68.
Adelaar, Karl Alexander (2005). "The Austronesian languages of Asia and Madagascar: a historical perspective". Dalam Adelaar, Alexander; Himmelmann, Nikolaus. The Austronesian languages of Asia and Madagascar. London and New York: Routledge. hlm. 1–42. ISBN9780700712861.
Blust, Robert (2010). "The Greater North Borneo hypothesis". Oceanic Linguistics. University of Hawai'i Press. 49 (1): 44–118. JSTOR40783586.
Blust, Robert (2013). The Austronesian languages. Asia-Pacific Linguistics. 8. Canberra: Asia-Pacific Linguistics, Research School of Pacific and Asian Studies, The Australian National University. ISBN9781922185075.
Smith, Alexander D. (2017). The languages of Borneo: a comprehensive classification (Tesis Ph.D. Dissertation). University of Hawai‘i at Mānoa.