Royani Shiddiq
Rama Kiai Haji Raden Royani Shiddiq atau yang lebih dikenal dengan Mama Royani adalah seorang ulama kharismatik dari Kabupaten Bogor, Jawa Barat pendiri Pondok Pesantren Riyadhul Aliyyah Cisempur.[1] Tidak ada keterangan pasti seputar waktu kelahirannya, namun salah seorang putranya, Mama KH. Raden Mukhtar Royani mengatakan bahwa ia wafat di Makkah pada usia sekitar 50-an tahun. Mama Royani berangkat ke Makkah bersama salah satu muridnya, Abuya Ahmad Widara Cidodol, Kabupaten Lebak, Banten, pada tahun 1950.[2] BiografiKehidupan awalMama Royani lahir di kampung Cisempur, desa Cinagara, kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tidak ada keterangan pasti seputar waktu kelahirannya, namun salah seorang putranya, Kiai Haji Mukhtar Royani mengatakan bahwa ia wafat di usia sekitar 50-an. PendidikanMama Royani memperoleh pendidikan keagamaan perdana dari ayahnya, Kiai Haji Shiddiq. Kiai Haji Shiddiq adalah seorang ulama pendiri dan pimpinan Pondok Pesantren Riyadul Aliyah Cisempur, Caringin, Bogor. Kiai Shiddiq memimpin pesantren ini selama 18 tahun, sejak tahun 1918 sampai dengan tahun 1936. Setelah memperoleh pendidikan keagamaan dari ayahnya, Mama Royani kemudian diberangkatkan ke Sukabumi untuk menuntut ilmu kepada kakeknya dari pihak ibu, yaitu Kiai Haji Hasan Basri di Babakan, Cicurug, Sukabumi. Selain berguru kepada ayah dan kakeknya, Mama Royani juga menuntut ilmu kepada Syekh Ahmad Syathibi al-Qonturi (Mama Gentur). AktivitasMemimpin pesantrenSetelah memuntut ilmu di beberapa tempat, Mama Royani kemudian kembali ke daerahnya hingga akhirnya ia mendapat mandat untuk memimpin pesantren sesudah ayahnya wafat tahun 1936. Mama Royani memimpin Pondok Pesantren Riyadul Aliyah selama 32 tahun, yaitu sejak tahun 1936–1968. TarekatSemasa hidupnya, Mama Royani berafiliasi pada gerakan Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah yang didirikan oleh Syekh Ahmad Khatib al-Syambasi. WafatMama Royani wafat dan dimakamkan di Mekkah. Ia wafat pada saat putra-putrinya masih kecil. Namun karena terinspirasi oleh ayahnya, semua putra-putri Mama Royani belajar di pesantren. Bahkan sepulang dari pesantren, sebagian besar putra-putrinya melanjutkan kiprah dan perjuangan ayahnya dengan mengabdi di pesantren peninggalan ayahnya. Di antara mereka bahkan mendirikan pesantren di daerah lain dan berkiprah di daerah tersebut[3][4] ReferensiCatatan kaki
|