Theodoros Roy Marten (lahir 1 Maret 1952) adalah pemeran dan model Indonesia.
Kehidupan awal
Roy merupakan anak ketiga dari enam bersaudara, dari pasangan Abdul Salam dan Johanna Nora van Daatselaar (1930—2006).[2] Kakak pertamanya adalah Rudy Salam, yang juga berprofesi sebagai aktor; Melani Kusuma, yang bekerja sebagai wiraswata katering di Jakarta); Eri Salam, notaris di Semarang; Ronny Sarsono, wiraswata koperasi simpan pinjam[3]; serta Chris Salam, pengacara dan aktor.[4]
Sebelum terjun di dunia hiburan, ia adalah seorang simpatisan Partai Nasional Indonesia yang tergabung ke dalam organisasi Banteng Merbabu. Ketika terjadi peristiwa Gerakan 30 September, Ia pernah menyerbu rumah penulis Bre Redana, yang ternyata merupakan korban salah sasaran.[5]
Karier
Salah satu hal yang memicunya untuk berkarier di dunia hiburan adalah kekagumannya terhadap Sophan Sophiaan. Roy pernah memenangkan kontes King Boutique di Jawa Tengah.
Pada tahun 1977, ia dikenal sebagai salah satu dari kelompok bintang "The Big Five", yang terdiri dari dirinya sendiri dan sejumlah pemeran lain, seperti Yati Octavia, Robby Sugara, Doris Callebaute, dan Yenny Rachman. Mereka disebut demikian karena kelimanya menentukan honor terbesar pada saat itu, yakni 5 juta rupiah per film.[6]
Kehidupan pribadi
Roy pernah menikah dengan Farida Sabtijastuti yang telah memberinya 4 orang anak, seperti Monique,[7] Alinie,[8] Galih[9] dan Gading Marten.[10] Pernikahan mereka kandas.[11]
Kemudian, ia menikah dengan model Anna Maria pada 1 April 1985 yang memberinya 2 orang anak lagi, yaitu Merari Sabati[12] dan Gibran Marten.[13]
Pengalaman merasakan sembilan bulan di penjara karena kasus penyalahgunaan narkoba pada 2006, membuatnya sempat aktif dalam penyuluhan pencegahan narkoba dengan harapan agar orang lain tidak merasakan apa yang pernah ia alami. Bahkan, Roy kerap kali di undang oleh Badan Narkotika Nasional sebagai pembicara kampanye anti narkoba.[14] Sebelum ditangkap akibat kasus penyalahgunaan narkoba untuk kedua kalinya, Roy sempat memberikan testimoni di acara penandatanganan nota kesepahaman antara Badan Narkotika Nasional dengan sebuah perusahaan surat kabar yang digelar di lantai 5 Ruang Semanggi, Graha Pena, Surabaya, Jawa Timur, pada hari Sabtu, 10 November 2007, yang dibuat dalam rangka pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.[15]
Kasus
Perseteruan dengan Anwar Fuady
Di awal tahun 2006, Roy pernah berseteru dengan aktor Anwar Fuady. Kasus itu diawali dengan bantahan Roy yang merupakan mantan ketua Persatuan Artis Sinetron Indonesia, terhadap pernyataan Ketua Persatuan Artis Sinetron Indonesia saat itu, Anwar Fuady, yang mengatakan bahwa sisa hasil produksi serial televisi bertajuk Kutemukan Cinta, yang disponsori oleh Dekopin, telah dimasukkan ke kas Persatuan Artis Sinetron Indonesia, sebagai dana kegiatan organisasi keartisan itu.[16]
Kasus narkoba
Roy ditangkap pada 2 Februari 2006, sekitar pukul 16.00, karena terbukti membawa narkoba jenis sabu-sabu seberat 3 gram, di sebuah rumah di kawasan Ulujami, Jakarta Selatan.[17] Setelah melalui sidang yang penuh dengan dugaan rekayasa[18] dan dugaan bahwa ia dijebak,[19] Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhi vonis 9 bulan dengan subsider 3 bulan.[20] Setelah mendapat remisi, Roy keluar dari penjara pada tanggal 1 Oktober 2006.[21]
Sayangnya, ternyata ia belum lepas dari jeratan pesona narkoba. Pada tanggal 13 November 2007, Roy tertangkap dengan ketiga temannya di Hotel Novotel, Surabaya, Jawa Timur karena mengonsumsi sabu-sabu. Pada saat penangkapan, polisi menemukan barang bukti berupa 1 gram dan 1 ons shabu-shabu di kamar 364. Di kamar yang berbeda, yaitu 465, polisi juga mendapati seperangkat alat hisap bong dan sisa aluminium foil SS 0,5 ons.
Roy akhirnya dijatuhi vonis tiga tahun penjara serta denda 10 juta rupiah dengan subsider tiga bulan kurungan. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yakni tiga tahun enam bulan dan denda 10 juta rupiah dengan subsider tiga bulan kurungan.[22] Roy merasa tak puas dengan keputusan itu. Bahkan, ia menolak disamakan dengan pengedar atau bandar.[23] Sedangkan terkait teman-temannya yang ditangkap pada waktu bersamaan, masing-masing mendapatkan hukuman yang bervariasi, yaitu antara satu hingga lima tahun penjara.[24]