Revolusi Nepal 2006Gerakan Demokrasi 2006 (bahasa Nepali: लोकतन्त्र आन्दोलन, diromanisasi: Loktantra Āndolan) adalah nama yang diberikan untuk perlawanan politik terhadap pemerintahan Raja Gyanendra dari Nepal yang dianggap tidak demokratis. Gerakan ini juga kadang disebut "Jan Andolan II" ("Gerakan Rakyat II"), yang menyiratkan bahwa gerakan ini adalah tahap lanjutan dari Jana Andolan tahun 1990.[1] Pemulihan ParlemenDalam pidato yang disiarkan televisi nasional, Raja Gyanendra mengangkat kembali anggota Dewan Perwakilan Rakyat Nepal yang lama pada tanggal 24 April 2006, yang sebelumnya dibubarkan.[2][3] Raja meminta Aliansi Tujuh Partai (SPA) untuk memikul tanggung jawab menuntun bangsa di jalan menuju persatuan dan kemakmuran nasional sambil memastikan perdamaian abadi dan mengawal demokrasi multipartai. Restorasi Parlemen diterima oleh SPA. Girija Prasad Koirala dinyatakan akan memimpin pemerintahan baru. SPA menyatakan bahwa parlemen baru akan mengadakan pemilihan umum untuk badan yang akan membuat undang-undang baru.[4] Langkah itu ditolak oleh kalangan Maois. Pemimpinnya, Baburam Bhattarai menyatakan bahwa pemulihan parlemen tidak akan menyelesaikan masalah dan pemberontak berencana untuk terus berperang melawan pemerintah.[5] Mereka terus menuntut pembentukan Majelis Konstituante dan penghapusan monarki. Namun pada 28 April, pemberontak Maois menyetujui keputusan Girija Prasad Koirala dan mengumumkan gencatan senjata sepihak selama tiga bulan dalam Perang Saudara Nepal.[6][7] Selain itu, pada tanggal 1 Mei, Bhattarai mengumumkan bahwa jika “pemilihan [untuk Majelis Konstituante] berlangsung bebas dan adil, maka hasil pemilihan harus dihormati. Serta tentu saja kami akan mematuhi keputusan rakyat."[8] Hal ini dipandang sebagai kemajuan karena menunjukkan Maois menerima upaya demokrasi. Pada 2 Mei, Koirala dari Kongres Nepal mengumumkan kabinet pemerintah baru termasuk dirinya dan tiga menteri lainnya: K.P. Sharma Oli dari CPN (UML), Gopal Man Shrestha dari Kongres Nepal (Demokrat) dan Prabhu Narayan Chaudhari dari Front Kiri Bersatu.[9] Hal ini segera diikuti pada 12 Mei dengan penangkapan empat menteri dari pemerintah royalis yang telah digulingkan dan penyelidikan atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia oleh tentara selama unjuk rasa.[10] Undang-undang 18 MeiLangkah paling dramatis dari pemerintahan pasca-Loktantra Andolan terjadi pada tanggal 18 Mei 2006, ketika Parlemen dengan suara bulat memilih untuk melucuti kekuasaan Raja.[11] Tuntutannya mencakup:
Undang-undang tersebut menggantikan Konstitusi 1990, yang ditulis mengikuti Jana Andolan dan disebut sebagai Magna Carta ala Nepal. Menurut Perdana Menteri Koirala, "Proklamasi ini mewakili perasaan semua orang."[11] 18 Mei diperingati sebagai Hari Loktantrik (Hari Demokrasi) oleh beberapa orang.[12] Namun, konstitusi itu hanya akan berlaku sementara, meski telah disetujui. Dan pada 29 Mei 2008, sebuah konstitusi baru disahkan oleh Parlemen Nepal, yang menggulingkan monarki dan sistem republik parlementer akan menjadi sistem pemerintahan Nepal.[13] Referensi
|