Ketika Wabah virus Ebola di Afrika Barat merebak tahun 2013-2016, remdesivir segera didorong untuk menjalani uji klinis, yang akhirnya digunakan setidaknya kepada satu pasien manusia, meskipun remdesivir baru dalam tahap awal pengembangan pada saat itu. Hasilnya cukup menjanjikan, dan digunakan secara darurat ketika merebak Wabah Ebola Kivu 2018–2019 sambil dilakukan uji klinis lebih lanjut, hingga Agustus 2019, ketika pejabat kesehatan Kongo mengumumkan bahwa remdesivir tidak efektif dibandingkan dengan obat lainnya seperti mAb114 dan obat dari Regeneron Pharmaceuticals yang memproduksi REGN3470-3471-3479 (kemudian disebut REGN-EB3).[2][3][4][5][6][7][8][9] Remdesivir dapat membantu melindungi terjadinya infeksi akibat virus Nipah dan Hendra,[10][11] demikian juga terhadap koronavirus, SARS,[12] dan infeksi 2019-nCoV.[13]
^Warren T, Jordan R, Lo M, Soloveva V, Ray A, Bannister R, et al. (Fall 2015). "Nucleotide Prodrug GS-5734 Is a Broad-Spectrum Filovirus Inhibitor That Provides Complete Therapeutic Protection Against the Development of Ebola Virus Disease (EVD) in Infected Non-human Primates". Open Forum Infect Dis. 2. doi:10.1093/ofid/ofv130.02.
Goldman JD, Lye DC, Hui DS, Marks KM, Bruno R, Montejano R, et al. (November 2020). "Remdesivir for 5 or 10 Days in Patients with Severe Covid-19". The New England Journal of Medicine. 383 (19): 1827–37. doi:10.1056/NEJMoa2015301. PMID32459919.