Red Planet Indonesia
PT Red Planet Indonesia Tbk adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia (IDX: PSKT) yang bergerak sebagai perusahaan investasi, terutama di perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan. Berkantor pusat di Sona Topas Tower, Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan,[1] perusahaan ini tercatat sempat mengganti namanya sejak awal berdiri. Manajemen
Kepemilikan
Anak usaha
Mayoritas perusahaan di atas bergerak di bidang perhotelan, terkecuali pada beberapa perusahaan seperti PT Solusi Bintang Cemerlang. PT Red Planet Indonesia Tbk memiliki hotel budget bermerek "Red Planet" di Jakarta (2 buah), Bekasi, Surakarta, Palembang, Pekanbaru dan Makassar;[1] serta memiliki "Hotel Pusako" di Bukittinggi.[3] SejarahPusako TarinkaPerusahaan ini didirikan pada 10 April 1989 dengan nama PT Mustika Manggilingan dan berganti nama menjadi PT Pusako Tarinka pada 3 Februari 1990.[4] Dimiliki oleh Nasroel Chas, operasional dari perusahaan ini awalnya adalah membangun dan kemudian menjalankan Hotel Pusako (Pusaka) di Bukittinggi, Sumatera Barat yang dibuka pada tahun 1991.[5] Saat itu, hotel berbintang empat (pertama di Bukittinggi) yang memiliki 200 kamar tersebut dibangun dengan modal US$ 13 juta.[6][7] Mulai 29 September 1995, Pusako Tarinka telah menjadi perusahaan publik dengan melepas 82 juta sahamnya di Bursa Efek Surabaya dengan harga penawaran Rp 650/lembar,[8] menggunakan kode emiten PSKT dari singkatan namanya yang saat ini masih digunakan. Hingga 2012, Pusako Tarinka masih dikuasai oleh Nasroel Chas sebanyak 33% dan bisnisnya hanya sekedar mengoperasikan hotel ini, dengan pada tahun 2008 memiliki aset Rp 28 miliar dan keuntungan Rp 618 juta.[9][10] Belakangan, kondisi perusahaan hotel ini sempat merugi selama 6 tahun, dengan terakhir pada September 2013 mencapai Rp 878 juta.[11] Red Planet IndonesiaDi bawah PT Tune Hotels Regional Services Indonesia, pada pertengahan 2009 Tune Hotels (perusahaan hotel budget yang dimiliki oleh Air Asia Malaysia) membuka jaringan hotelnya yang pertama di Indonesia yaitu di Kuta dan Legian, Bali.[12] Hotel ini diklaim mendapat respons yang baik, dengan pada 2011 mencapai occupancy rate 90% dan direncanakan akan diperluas ke Bandung, Yogyakarta dan Jakarta baik secara waralaba atau milik sendiri.[13] Hotel ketiga itu akhirnya diresmikan di Pasar Baru, Jakarta (dari sebelumnya direncanakan di Malioboro, Yogyakarta) yang memiliki 168 kamar pada 12 Juli 2012.[14] Diperkirakan, ada 5 hotel lagi yang akan dibangun yang memakan investasi US$ 4-5 juta.[15] Di akhir tahun 2013, hotel ini telah memiliki 6 cabang di beberapa daerah.[16] Belakangan, hotel-hotel Tune itu dioperasikan oleh PT Red Planet Hotel Indonesia,[17] yang memiliki kerjasama waralaba dengan Tune Hotels sejak 2012.[18] Melalui skema rights issue, kemudian induk Red Planet Hotels Indonesia, Red Planet Holdings Indonesia bersama PT Crio Indonesia (milik Ng Suwito)[19] kemudian mengakuisisi 93% saham PT Pusako Tarinka Tbk dengan total biaya Rp 635 miliar dari para pemilik lama.[11] Hotel-hotel Tune di bawah PT Red Planet Hotels Indonesia kemudian diakuisisi oleh perusahaan tersebut, yang mencapai 13 buah dan diperkirakan akan ditambah 20 buah lagi, khususnya di wilayah Jabodetabek.[20][21] Pembangunan 20 hotel ini diperkirakan memakan biaya Rp 400 miliar.[22] Akan tetapi, hotel di Bukittinggi sendiri masih dipertahankan oleh pemilik barunya.[23] Pasca right issue yang tuntas dilakukan pada 19 Mei 2014 dan pengambilailihan 13 hotel Tune pada 30 Juni 2014,[24] nama perusahaan berganti nama menjadi PT Red Planet Indonesia Tbk mulai 22 Mei 2014.[25] Dalam perkembangannya, Red Planet Hotels (berbasis di Bangkok, Thailand) kemudian mengalami pecah kongsi dengan Tune Hotels akibat perbedaan strategi,[18][26] sehingga sejak 2015 hotel-hotel Tune di Indonesia diganti namanya menjadi Red Planet Hotels.[27] Perubahan nama ini juga diklaim untuk lebih dapat berinovasi dengan brand milik Red Planet sendiri.[28] Namun, dalam perkembangannya, Red Planet Indonesia sendiri mengalami kondisi yang tidak terlalu baik. Meskipun tercatat hendak membangun hotel baru sebanyak 3 buah dan mengakuisisi sebuah hotel pada 2017, di tahun itu juga, jumlah hotel Red Planet sudah merosot menjadi 7 buah.[29][30][31] Malahan, laporan keuangan perusahaan ini seakan sulit dari kerugian, dimana pada 2014 mencapai Rp 38 miliar, 2015 Rp 80 miliar,[32] 2016 sebesar Rp 53 miliar, 2017 sebesar Rp 33 miliar,[33] kuartal ketiga 2018 sebesar Rp 21 miliar, dan periode yang sama di tahun 2019 sebesar Rp 10 miliar.[34] Hal ini karena okupansi hotel-hotelnya hanya sebesar 65-68%, jauh dari target yang mencapai 80-90%.[35] Hal tersebut terjadi meskipun perusahaan menyatakan sudah melakukan inovasi seperti penggunaan aplikasi, media sosial, ditambah kepuasan pelanggan yang tinggi serta sejumlah penghargaan.[36] Akibatnya, harga saham perusahaan sejak beberapa lama tidak lepas dari harga terendah, yaitu Rp 50 di bursa saham. Pandemi COVID-19 yang ada pun membuat pendapatan perseroan merosot menjadi hanya Rp 42 miliar dan laba kotor sebesar Rp 21,52 miliar, setelah melakukan berbagai efisiensi pada 2020.[37] Di tahun 2021 pun, pendapatan naik menjadi 47,26 miliar, namun masih merugi Rp 12,13 miliar.[38] Tekanan dan kondisi keuangan yang tidak kunjung membaik, akhirnya membuat induk perusahaan, Red Planet di Thailand lewat Red Planet Holdings (Indonesia) Ltd., melepas seluruh sahamnya di perusahaan ini. Sejak akhir 2020, masuk pemegang saham baru bernama PT Basis Utama Prima,[39] yang dimiliki oleh Happy Hapsoro, istri Puan Maharani.[40] Setelah Red Planet melepas seluruh sisa sahamnya sebesar 9,53% pada 9 Februari 2022, kepemilikan saham menjadi PT Basis 40,77%, Arsjad Rasjid 29,77% dan sisanya pemegang saham lain ditambah publik.[41][42] Sempat muncul kabar bahwa pemegang saham baru akan mengalihkan usaha PSKT menjadi berhubungan dengan mobil listrik,[43] namun dibantah manajemen yang menyatakan Red Planet Indonesia Tbk akan tetap mengoperasikan hotel lewat skema waralaba bersama Red Planet.[19][44] Dengan lepasnya Red Planet, pengendali perusahaan yang awalnya dilakukan bersama PT Crio Indonesia (Ng Suwito) dan Red Planet, menjadi hanya oleh PT Crio saja.[19] Rujukan
Pranala luar |