Ranga adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Lokasi Desa Ranga berada di hulu sungai Saddang dengan wilayah seluas 23,98 km2. Pada tahun 2023, jumlah penduduk Desa Ranga sebanyak 1.422 orang.
Penduduk di Desa Ranga membudidayakan kakao sebagai komoditas perkebunan. Panen kakao di Desa Ranga mulai mengalami kegagalan sejak terkena hama dan penyakit sejak dasawarsa 1990-an. Pada dasawarsa 2010-an, penduduk Desa Ranga mulai mengganti kakao dengan jagung. Pada dasawarsa 2020-an, penduduk Desa Ranga mulai memanfaatkan perhutanan sosial atas izin pemerintah dengan pembentukan kelompok tani hutan.
Wilayah administratif
Letak Desa Ranga berada di hulu sungai Saddang. Wilayah Desa Ranga termasuk bagian dari Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang.[2] Desa Ranga memiliki wilayah yang terbagi menjadi 3 dusun. Nama ketiga dusunnya yaitu Dusun Ranga, Dusun Lembong, dan Dusun Tirowali. Pada tahun 2023, luas wilayah Desa Ranga adalah 23,98 km2 atau 8,24% dari luas Kecamatan Enrekang.
Dusun Lembong
Dalam wilayah Desa Ranga, Dusun Lembong terletak di lembah yang diapit perbukitan. Jalan menuju Dusun Lembong naik-turun dan berkelok-kelok. Di sisi kanan dan kiri jalan tumbuh pohon jati dan rumput gajah.
Penduduk
Pada tahun 2023, jumlah penduduk di Desa Ranga sebanyak 1.422 orang. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 752 orang dan perempuan sebanyak 670 orang. Kepadatan penduduk di Desa Ranga pada tahun 2023 sebesar 59 orang tiap kilometer persegi. Jumlah penduduk di Desa Ranga pada tahun 2023 sama dengan 3% dari total penduduk Kecamatan Enrekang pada tahun 2023.
Perekonomian
Komoditas unggulan
Sejak paruh kedua dasawarsa 1990-an, panen kakao di Desa Ranga mulai gagal akibat terkena penyakit tanaman. Kakao mengalami penyakit busuk buah dan juga diserang oleh hama seperti penggerek buah, tikus dan monyet. Hama dan penyakit tanaman membuat hasil panen petani kakao di Desa Ranga mengalami penurunan yang drastis. Akibatnya, kakao mengalami kegagalan panen pada dasawarsa 2000-an dan membuatnya tidak lagi menjadi komoditas utama di Desa Ranga. Sejak awal tahun 2010, penduduk desa mulai tidak mengelola perkebunan kakao.
Pada tahun 2012, di Desa Ranga diadakan Program Gerakan Nasional Kakao yang memperkenalkan berbagai metode peremajaan seperti sambung pucuk dan sambung samping. Selain itu, program ini juga memberikan bibit unggal kepada penduduk Desa Ranga untuk melakukan penanaman ulang kakao. Bibit unggul diperoleh dari pusaat penelitian kopi dan kakao yang didirikan di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Namun usaha ini gagal. Kemudian pada tahun 2016, sebuah dua perusahaan cokelat bernama Barry Callebaut dan Mondelēz International mengadakan Program Cocoa Life untuk penduduk Desa Ranga. Program ini meliputi kegiatan pendampingan dan fasilitasi peremajaan kakao. Program ini juga gagal. Kegagalan kedua program mengakibatkan penduduk di Desa Ranga beralih dari kakao ke jagung.
Pada November 2020, penduduk di Desa Ranga membentuk kelompok tani hutan. Pembentukan kelompok ini bertujuan untuk membuat cara mengelola kebun di kawasan hutan tanpa melanggar aturan mengenai perhutanan sosial milik negara. Penemuan caranya dilakukan melalui program hibah internasional untuk adaptasi perubahan iklim-Adaptation Fund bersama Kemitraan dengan seorang pendamping untuk kelompok tani hutan Desa Ranga. Pada Maret 2021, kelompok tani hutan Desa Ranga mengajukan permohonan izin untuk menerapkan sistem hutan kemasyarakatan. Akhirnya, permohonan ini disetujui oleh pemerintah pada Desember 2021. Masa berlaku sistem hutan kemasyarakatan bagi penduduk Desa Ranga selama 35 tahun terhitung sejak Desember 2021.
Pariwisata
Di Desa Ranga terdapat dua objek wisata yaitu Benteng Ranga dan Panorama Alam Buttu Lanja. Benteng Ranga merupakan sebuah benteng pertahanan.[12] Benteng Ranga menjadi salah satu lokasi pertempuran antara pasukan Kerajaan Enrekang dan pasukan Belanda. Pertempuran ini dimulai dengan serangan pasukan Hindia Belanda ke Kota Enrekang sejak tanggal 27 Januari 1906 dan berlangsung selama beberapa hari. Tujuannya untuk menguasai Kota Enrekang yang saat itu merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Enrekang untuk dijadikan wilayah kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda.[13]
Referensi
Catatan kaki
Daftar pustaka
- Harliyani dan Azis, D. N. I. (26 September 2024). Sa'adaturrobi'ah, S., dan Rahman, V. F. N., ed. Kecamatan Enrekang Dalam Angka 2024. 11. BPS Enrekang. ISSN 0853-7852.
- Saputra, I., dkk. (2022). Hasan, M., dan Sirimorok, N., ed. Petaka dan Prakarsa di Sungai Saddang: Kumpulan Cerita Adaptasi Perubahan Iklim di Sepanjang Aliran Sungai Saddang, Sulawesi Selatan (PDF). Makassar: Tim Layanan Kehutanan Masyarakat.