Dalam susunan pemerintahan Kabupaten Bogor Darurat Bapak R.E Abdoellah diangkat sebagai Wedana istimewa dengan tugas pokok pengerahan tenaga rakyat untuk perjuangan, pengerahan bahan makanan untuk keperluan perjuangan, menghadapi/ mengikuti perundingan-perundingan dengan Belanda perantaraan KTN (Komisi Tiga Negara), yaitu Australia, Amerika dan Belgia. Pada Tanggal 22 Desember 1948, seluruh staf Pemerintahan RI, tentara dan unsur-unsur perjuangan lainnya mulai menjalankan perang gerilya. Ketika itu bapak Ipik Gandamana ditetapkan sebagai Bupati dan Bapak R.E Abdoellah sebagai patih.
Untuk mengenang jasa-jasanya Pemerintah Kota Bogor mengabadikan namanya dalam sebuah nama jalan di kota Bogor Jalan. RE. Abdulah
Bogor pada masa bersiap (Revolusi Sosial)
Pada bulan Oktober 1945 merupakan awal terjadinya kekacauan di Bogor. Pada
bulan ini banyak terjadi kasus penculikan terhadap orang-orang Eropa yang dilakukan oleh kaum republikein. Meski pada tahun tersebut otoritas RI sudah berdiri di Bogor, tetapi mereka tidak menguasai situasi dan kondisi yang sebenarnya. Pengawasan terhadap berbagai aksi kekerasan masih sangat kurang, terutama untuk mencegah kemarahan para pendukung RI yang melampiaskannya emosi mereka pada orang-orang Eropa dan Indo dengan cara yang berlebihan. Dua kamp intemiran (kamp Bersiap) didirikan di Depok dan Bogor.
Aksi Ki Nariya dan kawan-kawannya nyaris mendapat pengakuan dari pemerintah RI di Jakarta yang kurang mendapat informasi tentang perkembangan sosial-politik di wilayah sekitar Jakarta-Bogor. Namun setelah menerima laporan dari Bogor, pimpinan di Jakarta memerintahkan agar pimpinan TKR di wilayah Bogor untuk segera menindak tegas gerakan Ki Nariya-Tje Mamat.
Setelah menerima perintah itu, pasukan gabungan dari Resimen Bogor yang terdiri dari Batalyon II pimpinan Mayor Toha, Batalyon III pimpinan Kapten Haji Dasuki Bakri, Polisi Istimewa pimpinan Muharam Wiranatakusuma, Lasykar Hizbullah pimpinan E. Affandi, Lasykar Bogor pimpinan Dadang Sapri, Pasukan Jabang Tutuka pimpinan R.E. Abdullah, dan Lasykar Leuwiliang pimpinan Sholeh Iskandar berhasil mengepung dan menyergap Ki Nariya di Dramaga. Tje Mamat sendiri berhasil meloloskan diri dari sergapan pasukan gabungan, akhirnya berhasil disergap oleh Lasykar Leuwiliang pimpinan Sholeh Iskandar. Selanjutnya Tje Mamat dengan lasykarnya yang merupakan buronan dari Banten, dikirimkan ke Komandemen I Jawa Barat yang berkedudukan di Purwakarta (Sri Handajani Purwaningsih, 1984: 91).
Keluarga
Istri
RE. Abdulah suami dari NR. Emin Salminawati Djajadipoera and Soehaenah ayah dari: