Putat (Lat.:Planchonia valida [B.] B1.)[2] adalah tumbuhan liar yang hidup dihutan primer di Malaysia dan Indonesia.[2] Putat, dalam ilmu tumbuh-tumbuhan, dikenal dengan nama Planchonia valida (Bi.) BL dan termasuk dalam suku Lecythidaceae.[3] Jenis ini
berupa pohon yang dapat mencapai tinggi 50 m, diameter 200 cm, dengan batang yang tegak, lurus, dan berbanir.[2][3] Tajuknya bulat, lebat, berwarna hijau tua dan mengkilat, yang pada musim kering daunnya gugur dan sebelum gugur daun berwarna merah.[3] Kulit batangnya coklat keabu-abuan sampai coklat tua, mengelupas dalam bentuk kepingan-kepingan kecil.[2][3] Pepagan tebal, merah daging di bagian luar dan putih di bagian dalam.[3] Daunnya tunggal, tipis seperti kertas, mengkilat, dengan tepi bergerigi.[2][3] Perbungaan berbentuk tandan.[3] Bunganya mempunyai benang sari banyak yang berwarna merah jambu pada bagian bawah
dan putih pada bagian atas.[3] Buahnya berbentuk bulat telur atau lonjong.[2][3] Jenis ini terdapat di Malaya, Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Bali, Lombok dan Timor, di tempat-tempat dengan ketinggian sampai 1000 m di atas permukaan laut, tetapi umumnya terdapat sampai ketinggian 500 m di atas permukaan laut.[2][3]
Putat merupakan jenis yang banyak terdapat di hutan primer tanah rendah, pada tanah dengan drainase baik, meskipun kadang-kadang tumbuh pula di tanah kapu[3]
Jenis ini disarankan untuk ditanam sebagai pengganti jati di tempat-tempat yang terlalu basah untuk jati.[3] Di alam jenis ini berbunga sepanjang tahun, tetapi masa berbuah yang baik adalah pada bulan September- Desember, terutama bulan Oktober.[2] Di hutan permudaan jenis ini baik sekali.[3] Pada musim buah banyak sekali terdapat kecambah dan semai.[3] Kayu putat mempunyai berat jenis 0,8, dengan kelas keawetan II - III dan kelas kekuatan I - II.[2] Kayunya mudah dikerjakan, tetapi melengkung kalau pengeringannya kurang hati-hati.[2][3] Banyak digunakan untuk perumahan, konstruksi berat, tiang, perabot rumah tangga, kapal, lantai, panel, pelapis dan sumbu kendaraan.[2] Putat menjadi salah satu tanaman yang dijadikan lalapan bagi masyarakat Sunda. Namun sampai saat ini putat belum pernah dicoba untuk dibudidayakan,
meskipun potensi pemanfaatannya cukup besar.[3]
Referensi