Perjanjian Tumbang AnoiPerjanjian Tumbang Anoi atau Pertemuan Tumbang Anoi atau Rapat Damai Tumbang Anoi atau Rapat Besar Tumbang Anoi adalah rapat besar yang di gelar pada tanggal 22 Mei hingga 24 Juli 1894 untuk menyudahi tradisi permusuhan antar sub-suku Dayak seperti pemotongan kepala (Ngayau), saling membunuh dan perbudakan di seluruh wilayah Kalimantan. Tercatat 152 suku di undang dalam rapat besar ini, bahkan juga di hadiri pihak Belanda.[1] Seperti yang tercatat dalam buku "Pakat Dayak" Prof H KMA M Usop menuliskan pertemuan rapat besar ini menghasilkan tatanan bersama dengan diwujudkan kesepakatan untuk menyeragamkan aturan dalam hukum adat yang sifatnya umum. Dalam pertemuan ini berhasil menyelesaikan bahasan mengenai 592 perkara yang terdiri dari 96 pasal dalam aturan hukum adat. Bahkan perkara yang tertuang dalam Rapat hukum adat Dayak Tumbang Anoi (RDTA) pada tahun 1894 ini juga di akui oleh pihak Belanda.[2] Latar BelakangMenggelar pertemuan lanjutan untuk membahas berbagai persoalan yang menjadi akar perselisihan antar suku Dayak di Borneo merupakan hal yang sulit dilakukan pada saat itu. Hal ini dikarenakan akses antar wilayah masih mengandalkan sungai dan mengatur pertemuan yang melibatkan seluruh suku di Borneo sangat tidak mudah. Namun, Residen Belanda di Kalimantan Tenggara, Brus, pada Juni 1893 mengundang semua kepala suku yang terlibat sengketa ke Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah, untuk membicarakan upaya perdamaian dan menyepakati digelarnya pertemuan lanjutan yang melibatkan seluruh suku Dayak di Borneo.[3] Versi yang BerbedaDitilik dari latar belakang dan hasil dari Pertemuan Tumbang Anoi 1894, dapat dilihat bahwa tujuan utama dari pertemuan tersebut adalah untuk memperluas ekspansi kolonial dan menguatkan cengkeraman kolonial Belanda di Kalimantan. Namun, perlu dicatat bahwa ini hanya satu interpretasi dari peristiwa tersebut dan mungkin ada banyak pandangan lain yang berbeda. Mengutip pendapat Tjilik Riwut dalam bukunya Ahim S. Rusan, et. Al. dalam buku “Sejarah Kalimantan Tengah” di antaranya tertulis: “Dengan usainya Rapat Damai Tumbang Anoi (Mei–Juli 1894) ternyata nasib Suku Dayak bukannya menjadi bertambah maju, malahan membuat mereka menjadi semakin terbelakang. Belanda telah dapat menancapkan cengkeraman penjajahannya di seluruh Kalimantan yang di kuasai Hindia Belanda, sementara keadaan orang-orang Dayak maupun semua keluh-kesah mereka sama sekali tidak diperhatikan. Hampir dalam semua hal mereka tidak mendapat /tidak diberikan hak-hak yang telah diakui oleh hukum Negara” (Ahim S. Rusan, et.al., 2006: 73).
Dalam pendapat yang berbeda dari pandangan yang mengatakan bahwa rapat tumbang anoi ini adalah "fajar peradaban" maupun titik balik peradaban suku Dayak. Pandangan ini hadir sebagai antitesis dari pandangan yang menggebu-gebukan keberhasilan mengehentikan permusuhan antar suku Dayak, tanpa menghiraukan poin pertama yang berbunyi "Menghentikan permusuhan dengan pihak Pemerintah Hindia Belanda" yang berakibat hasil dari Pertemuan hasil dari pertemuan ini sangat memuaskan pihak Belanda, yang pada akhirnya Belanda dapat dengan leluasa melakukan politik kebudayaan desivilisasi atau “ragi usang” dampaknya berlangsung sampai sekarang. Lalu bagaimana pertemuan yang banyak menguntungkan pihak Belanda ini terjadi, ini semua menurut "Tjilik Riwut" tidak lain di karenakan Pemuka-pemuka Dayak waktu itu menaruh ilusi pada kolonial Belanda (tidak mengenal wajah kolonial Belanda yang sebenarnya, sehingga mereka bersedia aktif menjadi penyelenggara.[4] PersiapanSebelum melaksanakan perjanjian, terlebih dahulu Damang Batu mempersiapkan berbagai hal dalam jangka waktu 3 tahun. Untuk mempersiapkan pertemuan besar yang akan di hadiri sekitar 600 orang utusan yang berlangsung selama 3 bulan, maka Damang Batu selaku kepala suku di sertai penduduk Tumbang Anoi lainnya mempersiapkan berbagai hal, dari membuka ladang, menyediakan kerbau, sapi, hingga babi.[1] Hasil kesepakatanPerjanjian pertamaPerjanjian lanjutan (utama)Bisa dilihat di https://jurnaltoddoppuli.wordpress.com/2010/04/18/penyeragaman-96-pasal-hukum-adat/ TempatRumah adat Betang milik Damang Batu[1] selaku pengundang acara di kampung Tumbang Anoi Nama-nama yang hadir dalam pertemuan tersebut sebagaimana catatan Damang Pijar, kepala adat Kahayan Hulu, adalah sebagai berikut: Pejabat Kolonial Belanda1. Asisten Residen Hoky dari Banjarmasin 2. Kapten Christofel dari Kuala Kapuas 3. Letnan Arnold dari Kuala Kapuas 4. Raden Johannes Bangas dari Kuala Kapuas 5. Jaksa Sahabu dari Kuala Kapuas 6. Tamanggung Dese dari Kuala Kapuas 7. Juragan Tumbang dari Kuala Kapuas Sungai Barito (Kalimantan Tengah & Kalimantan Selatan)8. Suta Nagara, Telang 9. Tamanggung Jaya Karti, Buntok 10. Tamanggung Sura, Buntok 11. Mangku Sari, Tumbang Teweh 12. Tamanggung Surapati, Siang 13. Tamanggung Awan, Saripoi 14. Tamanggung Udan, Nyarung Uhing 15. Jaga Beruk, Tumbang Kunyi 16. Raden Sahidar, Tumbang Jelay 17. H. Bamin, Tumbang Jelay 18. Tamanggung Hadangan, Tumbang Likoi 19. Tamanggung Lenjung, Tumbang Lahei 20. H. Bahir, Tumbang Lahung 21. H. Halip, Tumbang Lahung Sungai Mahakam (Kalimantan Timur)22. Bang Ijuk, Batu Salak 23. Kawing Irang, Batu salak 24. Bang Lawing, Batu salak 25. Taman Lasak, Tumbang Pahangei 26. Juk Bang, Tumbang Pahangei 27. Juk Lai, Tumbang Pahangei 28. H. Burit, Samarinda 29. Taman Jejet, Long Iram 30. Taman Kuling, Kenyahulu 31. Hang Lasan, Tumbang Nawang 32. Barau Lulung, Tumbang Pahangei Sungai Kapuas (Kalimantan Tengah)33. Damang Ujang, Pujon 34. Tamanggung Tukei, Tumabang Bukoi 35. Damang Suling, Tumbang Tihis 36. Damang Jungan, Tumbang Bukoi 37. Damang Pilip, Tumbang Rujak 38. Temanggung Tewung, Tumbang Sirat 39. Damang Antis, Taran 40. Jaga Ajun, Tumbang Tampang 41. Tamanggung Jahit, Danau Tarung 42. Tamanggung Tiung, Tumbang Tarang 43. Siang Irang, Bulau Ngandung 44. Raden Timbang, Tumbang Tihis 45. Damang Rahu, Tumbang Tihis Sungai Kahayan (Kalimantan Tengah)46. Damang Rambang, Pangkoh 47. Singa Rawe, Petak Bahandang 48. Ngabe Sukah, Pahandut 49. Tamanggung lawak, Bukit Rawi 50. Jaga Kamis, Bawan 51. Damang Sawang, Pahawan 52. Tundan, Guha 53. Dambung Tahunjung, Sepang Simin 54. Dambung Turung, Tuyun 55. Jaga Saki, Luwuk Sungkai 56. Kiai Nusa, Tumbang Hakau 57. Singa Laju, Hurung Bunut 58. Singa Mantir, Tewang Pajangan 59. Raden Binti, Tampang 60. Mangku Tarung, Tampang 61. Tamanggung Tuwan, Kuala Kurun 62. Singa Ranjau, Kuala Kurun 63. Ngabe Hanjung, Tumbang Manyangan 64. Damang Murai, Tewah 65. Dambung Nyaring, Tewah 66. Singa Mantir, Kasintu 67. Singa Antang, Batu Nyiwuh 68. Tamanggung Tawa, Tumbang Habaon 69. Tembak, Tumbang Hanbaon 70. Damang Sangkurun, Kuala Kurun 71. Damang Kacu, Datah Pacan 72. Mangku Saman, Tumbang Marikoi 73. Singa Saing, Tumbang Marikoi 74. Bahau, Tumbang Marikoi 75. Singa Ringin, Tumbang Maraya 76. Mangku Rambung, Lawang Kanji 77. Akin, Lawang Kanji 78. Mangku Rambung, Tumbang Rambangun 79. Damang Batu, Tumbang Anoi (tuan rumah) 80. Dambung Karati, Tumbang Anoi 81. Dambung Sanduh, Lawang Dahorang 82. Singa Dohong, Tumbang Mahorai 83. Raden Pulang, Tumbang Mahorai Sungai Miri dan Hamputung (Kalimantan Tengah)84. Dambung Odong, Tumbang Miri 85. Dambung Saiman, Sungai Hurus 86. Singa Kenting, Tumbang Korik 87. Jaga Jalan, Tumbang Korik, 88. Tamanggung Paron, Tumbang Sonang 89. Damang Kawi, Tumbang Sonang 90. Tamanggung Pandung, Tumbang Musang 91. Damang Teweh, Tumbang Pikot 92. Damang Patak, Tumbang Hujanoi 93. Mangku Turung, Mangkuhung 94. Dambung Besin, Tumbang Manyei 95. Singa Tukan, Tumbang Masukih 96. Singa Dengen, Harueu 97. Damang Jinan, Tumbang Manyoi Sungai Rungan dan Manuhing (Kalimantan Tengah)98. Damang Singa Rangan, Tumbang Malahoi, 99. Singa Ringka, Tumbang Malahoi 100. Damang Bakal, Manuhing 101. Tamanggung Hening, Manuhing Sungai Katingan,Samba, Seruyan, Kalang, dan Sanamang (KalTeng)102. Damang Anggen 103. Dambung Rahu, Talunei 104. Damang Sindi, Lahang 105. Damang Bundan, Tumbang Sanamang 106. Raden Runjang, Tumbang Panei 107. Dambung Panganen, Tumbang Panei 108. Raden Tinggi, Balai Behe 109. Tamanggung Penyang, Tumbang Bemban 110. Tamanggung Rangka, Tumbang Sanamang 111. Tamanggung Tumbun, Rantau Pulut 112. Damang Jungan, Tumbang Kalanti 113. Singa Antang Kalang, Tumbang Gagu 114. Tamanggung Johan, Tumbang Manggu 115. Damang Awat, Tumbang Basain 116. Tamanggung Bahe, Rantau Tapang 117. Raden Maung, Tumbang Hangei 118. Tamanggung Luhing, Tumbang Atei Kalimantan Barat119. Condrohur, Tumbang Jinuh 120. H. Mansyur, Tumbang Jinuh 121. Tamanggung Bungai, Tumbang Ela 122. Marta Jani, Nasa Jinuh 123. Kiai Saleh, Manukung 124. Raden Adong, Manukung 125. Raden Paku, Manukung 126. H.Mas Maruden, Sakasa Sungai Serawai, dan Serawak (Kalimantan Utara)127. Raden Lang Laut, S. Sarawai 128. Raden Bundung, Tuntama, S.Serawai 129. Raden-Singa Luwu, Malakan, S. Serawai 130. Raden Damang Bewe, Mantonai, S. Serawai 131. Tamanggung Singa Nagara, Tumbang Nyangai, S. Serawai 132. Tamanggung Mangan, Batu Saban, S. Serawai 133. Tamanggung Tingai, Punan Mandalan, S. Serawai 134. Tam Juhan, Tumbang Karamei, S Serawai 135. Tam Dulah, Tumbang Balimbing, S. Serawak 136. Tam Sarang, Mondai, S. Serawai Dari sumber lain:Utusan Kalimantan Selatan
Utusan Kalimantan Barat
Utusan dari Kalimantan Timur
Sungai Kapuas (Kalimantan Tengah)
GaleriBerikut beberapa foto Perjanjian Tumbang Anoi yang diabadikan oleh pejabat kolonial Belanda.
Referensi
|