Perantau
Perantau adalah judul buku kumpulan cerita pendek karya Gus tf Sakai yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama 2007. Buku ini mengantarkan Gus tf Sakai Penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa untuk kategori Prosa pada tahun 2007. Penghargaan serupa, tahun itu juga diberikan kepada Farida Susanty melalui karyanya, Dan Hujan Pun Berhenti, untuk kategori Penulis Muda Berbakat. Perantau mengisahkan dengan indah tentang makna dan harapan yang dicari oleh para perantau. Latar belakangCerpen-cerpen dalam Perantau diterbitkan di sejumlah media massa terkemuka seperti Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Horison, dan Padang Ekspress. Perantau adalah kumpulan cerpen ke-empat Gus tf Sakai, setelah Istana Ketirisan (1996), Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999), dan Laba-laba (2003). Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta memenangi Hadiah Sastra Lontar (2001) dan penghargaan sastra Pusat Bahasa (2002), diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh The Lontar Foundation dengan judul The Barber (2002). Buku ini juga menerima SEA Write Award 2004. Perantau menceritakan, di sebuah kampung di Tanah Air, merantau adalah keharusan bagi seorang laki-laki dewasa. “Pergilah merantau, Nak.” adalah kalimat yang lazim diucapkan seorang ibu di daerah itu. Namun apakah arti sesunguhnya merantau? Dalam cerpen Perantau, Gus tf Sakai justru dengan indah tentang makna dan harapan yang dicari oleh para perantau. Pada beberapa cerpen lainnya, Gus tf Sakai mengemukakan kritik sosial dengan gaya bercerita yang metaforis dan tertata dengan saksama. Misalnya cerpen Tujuh Puluh Tujuh Lidah Emas mengungkapkan kritik terhadap pemerintah pusat tentang eksploitasi kekayaan bumi daerah. Pada cerpen Belatung mengangkat kisah tentang kesulitan ekonomi yang memaksa seorang perempuan menjadi pelacur. Sedangka cerpen Kami Lepas Anak Kami mengemukakan masalah kurikulum pendidikan anak yang tidak proporsional.[1][2][3][4] Lihat pulaReferensi
|